SEMUA NASKAH PENTAS DI BLOG INI TELAH DIPROTEKSI DAN TIDAK DAPAT DISALIN SECARA LANGSUNG

Himbauan

Mementaskan naskah di blog ini harus seizin penulis.

Senin, 26 April 2010

MATE NI SANTANGNGI



Rahman Arge



















Punna sallang lanusombala’mi sarennu anak ku
U'rangi
Inroi rong pallunnu pintuju
Sollanna na singara’ tallasa’nu
Appaenteng kabura’neang
Bura’nena bura’nea
Pasolle’na butta Mangkasara
Bura'ne
Bura’ne cappa’ tallua
Alusu’ natarang kana-kananna
Ammentenga ri kala’biranna bainea
Ammubbuka badi’punna taenamo takammana
Napunna battumi kamateanga anakku
Allei matea.
Mate nisantangi






Selasa, 20 April 2010

SANG MANDOR


SANG MANDOR : MEROKOK, MELAMUN, BATUK-BATUK. Kapal-kapal datang dan pergi. Dan aku Cuma disini.Inikah akhir riwayatku ? Sebagai Mandor ? Sebagai Ayah ? Sebagai Suami? Sebagai Laki-laki ? Sebagai...... Manusia ? BATUK-BATUK. IA BERUSAHA MELAWAN REMATIKNYA. IA MERANGKAK, MENCOBA BERGERAK KE JENDELA. MEMANDANG KELUAR.

MASUK MULLI. ISTERI MANDOR.

ISTERI SANG MANDOR : MELETAKKAN GELAS BERISI AIR PUTIH DI MEJA Pak, saatnya minum obat. Jangan dekat-dekat jendela. Disitu banyak angin. Astaga, Bagaimana kau bisa sampai disitu?

SANG MANDOR : Berapa kali dalam sehari-semalam aku harus mendengar kata itu? Jangan! Jangan! Jangan ini ! Jangan Itu !

ISTERI SANG MANDOR : Di situ banyak angin, pak.

SANG MANDOR : Kayak anak balita saja. Dituntun-tuntun.

ISTERI SANG MANDOR : Obatnya, Pak.

SANG MANDOR: BERTERIAK. Ya.

ISTERI SANG MANDOR : Sekarang.

SANG MANDOR : Iya .

ISTERI SANG MANDOR : Minum sekarang!

SANG MANDOR : Iya, iya, iya!

ISTERI SANG MANDOR : Obatnya saya bawa kesitu, atau, Bapak akubawa kesini?.

SANG MANDOR : DIAM. MATANYA MENYALA. BATUK-BATUK.

ISTERI SANG MANDOR : MENDEKATI MANDOR. MENCOBA MEMBANTUNYA" Ayolah, Pak. Saya bantu.

SANG MANDOR : MELEDAK Jauh kau, Perempuan! Jangan Mendekat. Aku laki-laki. Aku mandor. Aku mampu bergerak sendiri MENCOBA BERGERAK KE KURSI, TETAPI SANGAT PAYAH.IA TERJATUH. SUSAH PAYAH IA BANGKIT. Aku kenal kapal-kapal. Begitu banyak kapal...IA KERINGATAN. IA BATUK-BATUK. Aku akrab dengan pelabuhan-pelabuhan. Begitu banyak pelabuhan..... IA MENGERANG.. REMATIKNYA NGAMUK.. Aku bersahabat dengan begitu banyak bangsa. Laki-laki...... Perempuan........ TUBUHNYA TERHEMPAS KE LANTAI.

ISTERI SANG MANDOR : MELOMPAT UNTUK MENOLONG, TETAPI SEGERA UNDUR MENDENGAR HARDIKAN SANG MANDOR.

SANG MANDOR :. Jangan dekat!. Jangan.! .DENGAN TENAGA TERAKHIR IA BANGKAIT.
IA MEMANDANG KEKURSI DENGAN MATA MENYALA.Telah kuarungi laut sampai Benua eropa. Kutaklukkan badai sebesar apapun. Para jagoan mencium lututku. Lalu... lalu hanya untuk sampai ke kursi itu, aku harus kalah, IA ROBOH.

ISTERI SANG MANDOR : BERGEGAS AKAN MENOLONG. .Semua tak ada yang langgeng, pak. Sadarlah. Tak ada orang bisa hidup tanpa uluran tangan orang lain. Lebih-lebih disaat kita sakit. Orang-orang. Siapapun ia, Masing-masing berangkat tua, Sakit-sakitan, Kesepian...

SANG MANDOR : Siapa bilang aku kesepian?

ISTERI SANG MANDOR : Tidak. Engkau tidak kesepian. Aku ada.

SANG MANDOR : Aku tidak kesepian bukan karena kau ada, Perempuan ! Kau ada atau tidak ada, aku tidak kesepian. Aku tahu mengurus diriku sendiri, tanpa siapa-siapa...

ISRTERI SANG MANDOR : .BANGKIT MENEKAN EMOSI. Ayo, laki-laki ! Hiduplah sendiri ! Uruslah dirimu! Raihlah kursi itu! Letaknya hanya beberapa meter. .Capailah ! .Tuan Mandor besar!

SANG MANDOR : Diam! Diam! Diam!

ISTERI SANG MANDOR : Aku tak akan diam ! .Sepanjang hidupku tak pernah tidak kau koyak-koyak hatiku. Sejak dulu, Sampai kini. MERATAP SEDIH. Kehadiranku di sampingmu tidak pernah kau anggap. Tak pernah kau hargai. Bagimu, Aku ternyata tak pernah ada. Tak pernah kau hitung, bahwa aku juga manusia. MELEDAK LAGI Ayo! Merangkaklah ! Merangkaklah engkau seorang diri ke kursi itu! Rebut ! Rebut ! Rebut kursi itu dengan keangkuhanmu ! KEPEDIHAN BERCAMPUR KEJENGKELAN Begitu banyak pelabuhan. Begitu banyak negeri. Begitu banyak perempuan. Nah mana semua itu ? Mana ? Mana ? Mana, Tuan Mandor ?

JUKI : MASUK TERGESA-GASA. MENENANGKAN KEDUA ORANG TUANYA. Saya tidak mengerti, sampai kapan ayah adan ibu bisa rukun ? Sampai kapan hari tua kalian dibiarkan begini terus? Kapan bisa menikmati ketenangan? Rasa tenteram? Kebahagiaan? Kedamaian?

SANG MANDOR : Sampai kapan, kau anak kecil, bisa berhenti berkothbah didepan saya?

JUKI : Kerukunan ? Keseiyasekataan ?

SANG MANDOR : Kothbah. Hentikan.

JUKI : MENINGKAT. Kasih sayang? Harga-Menghargai? Hormat-Menghormati ? Toleransi ? Sipakatau ? Sikamaseyang ?

SANG MANDOR : Hentikan!

JUKI : Tepo seliro. Sikatutui. Cinta mencintai.

SANG MANDOR : Berhentiiiiii ?! BATUK-BATUK. AMAT MARAH. DIAM.

ISTERI SANG MANDOR : MENCOBA MENOLONG SUAMINYA. Dengan meledak-ledak begini, Pak, Nafasmu bisa habis. Apa yang dikatakan anakmu, Juki, memang benar. Kita hampir-hampir tak punya lagi waktu merasakan nikmat yang diberi Tuhan. Sadarlah. Sadar... Istighfar pak!

SANG MANDOR : Aaaah...! Aku tahu apa yang tersembunyi di balik nasihat-nasihat Juki. Saban ia datang berkothbah disini, pasti ada apa-apanya. Pasti ada maksudnya...

ISTERI SANG MANDOR : MENATAP LEMBUT ANAKNYA. Betulkah itu, Juki?

JUKI : DIAM SEJENAK. Iya. Iya, bu.

SANG MANDOR : Dan pasti, bagiku, itu kabar buruk.

ISTERI SANG MANDOR : Apa itu Juki ?

JUKI : Saya, Saya, Habis, kawin, Bu.

ISTERI SANG MANDOR : Astagfirullah...

JUKI : Sempurnalah, Bu, Aku sebagai Laki-laki.

SANG MANDOR : Artinya, ini istrimu yang keempat ?

JUKI : Empat sempurna, Pak. Saya sekedar mengulangi riwayat besar bapak.

SANG MANDOR : Setttan!

JUKI : Maaf, Pak, satu Perahu Bapak terpaksa saya jual untuk ongkos kawin dan kontrak rumah. ANG MANDOR : ROBOH, PINGSAN.

ISTERI SANG MANDOR: Tolong...tolong...tolong...

MASUK POKE , UDUK, DAN RIMBA. MEREKA RAMAI-RAMAI MAU MEMBANTU SANG MANDOR DARI PINGSANNYA, TAPI SEBELUM MEREKA SEMPAT MENYENTUH TUBUH SANG MANDOR, SANG MANDOR BANGUN.

POKE : Ini saya, Pak. Saya Poke. Anak bapak.

UDUK : Dan saya Uduk. Kami siap membantu Bapak. Kapan saja, Dan dimana saja, saya anak Ketiga

RIMBA : Saya Rrrimba. Orang kepercayaan Bapak untuk Mendampingi Uduk. Juga kapan Dan dimana saja.

SANG MANDOR : Kenapa saya?

JUKI : Bapak tadi pingsan. Ramai-ramai kami mau menolong bapak, tapi baru kami mendekat, Bapak sudah keburu sadar. Bangun.

UDUK : Seandainya bapak masih pingsan, tentu kami sudah bergotong royong mengangkat bapak ke tempat pembaringan dan...

POKE : MEMOTONG Dan merasakan betapa hangatnya kasih sayang kami, Anak-anak bapak ini, kepada orang tu...

RIMBA : Dan sekalipun saya, Rrrrimba, hanya orang kepercayaan, tak kurang kasih sayang saya kepada bapak. Hmm.. Saya boleh dibilang, yaa, sudah keluarga bapak jugalah begitu.

SANG MANDOR : BATUK-BATUK Betulkah tadi saya pingsan?

SEMUA BEREBUT Betul...betul...betul.....Pak........

MENATAP SATU DEMI SATU. Tahukah kalian pertanda apa itu??
SEMUA SALING MEMANDANG. BINGUNG Tid...tidak...tidak...tidak...pak...

SANG MANDOR : Nah, itu pertanda, dalam pingsanpun aku harus bisa mandiri.

POKE : Tapi, maaf, pak; Mengapa bapak duduk dilantai?

UDUK : Ya, Mengapa bukan dikursi?

RIMBA : Atau diranjang?

JUKI : MENATAP YANG LAIN.Ayo kita ramai-ramai tolong bapak ke kursi.

SANG MANDOR : BERTERIAK Jangan ! SEMUA BINGUNG DITATAP SANG MANDOR. SANGAT LEMBUT. Uduk, Bagaimana rencana yang pernah kau bilang? Kau jadi Berlayar? Menjadi Kelasi dan berjuang sampai bisa jadi mandor?

UDUK : SERIUS. Ya,Seperti bapak. Sayalah yang bersedia menggantikan Bapak, Mengukir riwayat besar dilautan, Seperti bapak.

RIMBA : Dan sebagai orang kepercayaan bapak, saya, Rrrimba, Akan ikut Uduk, Mempertaruhkan nasib bersama, Sehidup Semati.
UDUK : Inilah anak Laki-laki Sang Pemberani, Titisan darah sang penakluk lautan, Yang tak pernah Gentar Sampai sekarang. Jika layar sudah terkembang,Lebih baik mati di dasar Laut daripada balik ke pantai

RIMBA : Dan sebagai orang kepercayaan bapak, Saya, Rrrimba Yang ditugaskan menjadi
pa'lapa barambang bagi Keselamatan Uduk... MENDEKATI MANDOR Saya selalu memompakan kedalam Jiwa anak ini, jurus “Main Kayu Sembunyi Tangan!” Pukul dulu baru berfikir!

UDUK : GERAK-GERIK CONGKAK Dan Atas nama jurus “Main Kayu Sembunyi Tangan!”, Atas nama prinsip pukul dulu baru pikir, aku Uduk, putera ketiga sang pemberani,sang penakluk, yang namanya melampaui luas dan dalamnya lautan, dengan ini berjanji, akan melestarikan kebesaran dan keagungan Ayahanda.

RIMBA : Dan sebagai orang Kepercayaan Bapak,

SANG MANDOR : Berhentiiiiii! SEMUA JADI PATUNG.Kata-kata! Selautan kata-kata kepalaku bengkak, perutku buncit, tubuhku serasa akan meledak oleh kata-kata kalian! Mulai dari anak pertama, Juki, banyak kata-katanya, tapi buntutnya itu... Aku pingsan dibuatnya.
UDUK : MENDEKATI MANDOR SELEMBUT MUNGKIN. Keterlaluan Juki. Dialah penyebab...

POKE : Ya, Betul-betul keterlaluan. Jadi dialah penyebab pingsannya bapak?

JUKI : Hoe, jangan ikut campur! Itu urusan kami berdua!

UDUK : Saya juga anaknya. Saya wajib membela ayah saya. Saya tidak mau beliau cedera! Apalagi pingsan!

POKE : Jadi kau, Juki ; Kau yang menjadi sebab ayah tadi pingsan? Sampai hati kau, ha?! Kita, ya, terutama aku, aku yang selalu berusaha keras menjaga ayah, tahu-tahu kecolongan oleh orang dalam rumah sendiri. Tega nian! Sampai hati kamu! MENGAYUNKAN TINJU KE JUKI : MELOMPAT DIANTARA KEDUANYA DENGAN SIKAP TEMPUR.
Poke : ini tugas saya. Sayalah yang pantas mambela ayah, membalas sakit hati ayah karena dibikin pingsan oleh anaknya sendiri.Oleh juki... KETIGANYA BAKU HANTAM , MEMUKUL DAN DIPUKUL, TERKAM-MENERKAM , BERGULING-GULING.

ISTRI SANG MANDOR: PANIK, MENANGIS MENJERIT-JERIT. Sudah, anak-anakku, sudah... sudah... sudah... nak..

SANG MANDOR : BERTERIAK. Berhenti... Berhenti...RIMBA MEMATUNG MELONGO.

SANG MANDOR : Rimba, kenapa diam seperti tiang kapal di situ? Buktikan bahwa kamu bukan cuma jago berkata-kata! Buktikan! Buktikan! Pisahkan mereka... Pisahkan! RIMBA : PUCAT TERSIPU-SIPU. Ma... maaf... maaf, Daeng. Ini tidak termasuk dalam jurus persilatan saya...

SANG MANDOR : Setttan kau! Berhenti...! ORANG-ORANG YANG BERGULING-GULING ITU SPONTAN BERHENTI. TAMPAK JELAS KEEMPATNYA SEAKAN KENA SAMBAR ALIRSAN LISTRIK YANG AMAT KERAS MENDENGAR TERIAKAN SANG MANDOR. MEREKA TERPAKU HERAN , MEMANDANG SOSOK SANG MANDOR BERDIRI TEGAK DI ATAS LANTAI ,SEAKAN TERIAKAN LUAR BIASA ITU MEMBUAT LARI PONTANG-PANTING PENYAKIT LUMPUHNYA.

ISTRI SANG MANDOR TERHARU, TAK DAPAT MENAHAN DIRI KARENA GEMBIRA MELIHAT SANG MANDOR TEGAK. Daengku... engkau mampu mengatasi lumpuhmu. Aku, aku merasakan diriku tegak berdiri di pelabuhan, di tepi dermaga , melambaikan sapu tangan ketika kapalmu bertolak... Aku memandang tubuhmu yang perkasa, kau senyum padaku... MENDEKATI SANG MANDOR.Aku ingin sekali menyetuhmu, Daeng...

SANG MANDOR : Jangan mendekat...MENATAP ANAK-ANAKNYA. Sudah kukatakan, dalam pingsan aun aku harus mandiri. Apalagi kini. Rasanya aku segar sekali. MENATAP UDUK. Nah, Uduk. Katakanlah rencanamu. Langsung, tanpa bung-bunga kata. Tanpa pengakuan-pengakuan besar. Bahkan tanpa pergumulan... Uduk..

UDUK : BINGUNG TETAPI KEMUDIAN MENEMUKAN KEBERANIAANYA. Berkat ajaran ayah, sayapun akan segera melaksanakan rencanaku menjadi mandor pelaut. Tentu mulai dari bawah, sebagai kelasi.

SANG MANDOR Bagus.

UDUK : Karena itu, sebagai bekal, perahu ayah... telah...

SANG MANDOR : Kau jual

UDUK : Iya, ayah; dan....

SANG MANDOR : Cukup! Mestinya inilah pingsanku yang kedua. Terbanglah semua perahuku MENAHAN GONCANGAN DALAM DIRINYA. DIA BERHASIL, MASIH BERDIRI TEGAK. Juki, Uduk ; Perkelahian kalian untuk membela ayah, ternyata buntutnya memukul saya juga. Perahu saya Cuma dua. Dua-duanya sudah melayang...

POKE : Ayah, tapi ayah jangan terlalu bersedih,sebab saya telah membeli perahu untuk ayah.

SANG MANDOR : MEMANDANG TAKJUB PADA POKE. Ternyata putra keduaku,Satu-satunya bibit paling unggul. Tapi... bagaimana caranya sampai kau bisa membeli perahu, poke?

POKE : Ya, sebagai orang dagang saya ini harus pintar-pintar bahkan harus lihai memindahkan-mindahkan barang supaya untung.
SANG MANDOR : Artinya...?

POKE : Saya harus ada modal beli barang dagangan. Maka sawah dan empang milik ayah, maaf, sudah saya jual ...

SANG MANDOR : BERUSAHA MENAHAN GONCANGAN YANG SEMAKIN KERAS DALAM DIRINYA. Mestinya inilah pingsanku yang kedua tambah setengah. mulanya perahu kini sawah... empang... terus...

POKR : Ayah tidak baca di koran ? Semua barang daganganku habis tenggelam dilaut Masalembo.

SANG MANDOR : DIAM.... Pergilah kalian. Kini, aku tak punya apa-apa lagi kecuali satu kalimat : Jangan lagi menadahkan tangan kecuali kepada tuhan.

JUKI,POKE,UDUK,RIMBA,MENGHILANG DIPINTU.SANG MANDOR MENATAP LEMBUT PADA ISTRINYA YANG TERDUDUK DILANTAI SAMBIL MENUTUP WAJAH. Mulli,bangkitlah engkau... dan lihat aku telah disini... di kursi ini. ISTRI SANG MANDOR MENGANGKAT KEPALA IA MERASA SEPERTI TERBANG MELIHAT SUAMINYA BERHASIL MENDUDUKI KURSINYA.

ISTERI SANG MANDOR : Daeng Gassing, suamiku ... Engkau berhasil merebut kursimu dan...mendudukinya. Engkau berhasil! Ya Tuhan... MEMELUK SUAMINYA. Engkau telah merebut kembali lautmu,pelabuhanmu-pelabuhanmu, kapal-kapalmu, pengembaraanmu...

SANG MANDOR : Ya dalam diri engkeu... Dalam diri anak-anakku MEMANDANG KE ATAS SAMBIL MENGELUS RAMBUT ISTRINYA, IA SEPERTI BERBISIK KEPADA SESUATU DI ATAS SANA. Terima kasih.

Makasar, 9 Agustus 1992






















Kamis, 08 April 2010

PESTA DAN KEMATIAN







KENANGAN BUAT TEMAN –TEMAN DI LATAMAOSANDI 1979 DKM JL IRIAN 69

TAKLAMA LAGI ACARA AKAN DIMULAI. SEORANG DEMI SEORANG DATANG MENGISI KURSI YANG MASIH KOSONG. SUARA MUSIK PEMBANGKIT SEMANGAT KIAN MENGALUN, MEMANJANG MEMENUHI SEMUA RUANGAN SAMPAI KESUDUT YANG PALING TERSEMBUNYI. PENGUNJUNG PUN TELAH BERJEJAL MEMADATI HALAMAN UPACARA. MEREKA YANG DATANG SEMUANYA TELAH TAHU BAWA ADA PEMBAKARAN SEMANGAT KEMBALI, ATAU PALING TIDAK, MENDENGARKAN PUJIAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH KEPADA ORANG-ORANG YANG TELAH BERJASA... SUASANA DIAM SESAAT. PEMIMPIN PENGUASA BANGKIT DARI KURSINYA, MENUJU KESEBUAH MIKROPON

PENGUASA : Saudara-saudara, hari ini sungguh aku berterima kasih. Aku bangga menyaksikan kehadiran kalian dari segenap penjuru negeri ini. Bagi saya peribadi, sungguh membuat saya merasa terharu, terharu menyaksikan semangat kalian yang sungguh penuh antusias. Ini adalah sebuah pertanda sokongan moril terhadap pemerintahan kami. Saya tahu, manakala dibawah kepemimpinanku, ada saja yang kurang senang, sehingga disana sini terjadi demo dan keritikan-keritikan. Tapi berkat kesadaran dan kesabaran yang tumbuh di dalam dada kami, maka kesemuanya itu kami anggap sebagai Romantiknya suatu perjuangan, menuju harapan yang dicita-citakan. (SUARA TEPUK TANGAN MEMBAHANA DALAM RUANGAN)
Saudara-saudara. Jika dulu aku katakan bahwa perjuangan adalah pengorbanan, dimana kita jatuh bangun merasakan pahit getirnya suata kehidupan berbangsa, maka hari ini pun aku cetuskan, bahawa nafas perjuangan kita kali ini menghendaki adanya hawa baru yakni akselerasi di segala bidang demi mencapai sasaran. Tetapi disampin itu aku yakinkan saudara_saudara bahwa kita lagi-lagi akan menghadapi suatu tantangan yang tidak kalah dahsyatnya hambatan yang akan kita hadapi. Tapi apakah kita harus mundur ? Tidak ! Kita adalah bangsa yang tangguh, laksana gunung karang sarang petir di tengah samudra. (TEPUK TANGAN KEMBALI MEMBAHANA) Karena itulah aku anjurkan, siapa pun yang bermaksud menggagalkan roda pemerintahan, akan ditindak setegas-tegasnya secara hukum tanpa pandang bulu.

PERD. MENTERI : (BERSEMANGAT) Setuju !!

PENGUASA : Terhadap para koruptor, akan kita tuntaskan hingga ke- akar-akarnya ! (TEPUK TANGAN KEMBALI MEMENUHI RUANGAN). Saudara-saudara, mari kita jalan terus. Anjing menggonggong kafila jalan terus. (KEMBALI KETP DUDUKNYA)

SELURUH HADIRIN BARDIRI SEBAGAI TANDA HORMAT KEPADA PENGUASA, PERDANA MENTERI MEMBERI JABATAN TANGANNYA MENYUSUL YANG LAIN KECUALI SANG PROFESSOR TETAP TENANG SAMBIL TERSENYUM SINIS. PELAYAN YANG SEJAK TADI SIBUK MENYIAPKAN SANTAPAN PARA HADIRIN, PUN TELAH SIAP. UNTUK LEBIH MERIAHNYA ACARA SANG PENGUASA, PERDANA MENTERI BERDIRI MEMBERI KODE KEPADA SESEORANG: MUSIK PENGIRINGPUN DIBUNYIKAN, DAN PARA PENARI BERMUNCULAN MEMPERSEMBAHKAN TARI PEMUJAAN KEPADA HADIRIN TERLEBIH KEPADA SANG PENGUASA.... SEBELUM PENARI MENINGGALKAN RUANGAN, SALAH SEORANG DIANTARA MEREKA MENYERAHKAN PIRING KEPADA SANG PENGUASA SEBAGAI TANDA SANTAP BERSAMA DENGAN PARA PENGUASA LAINNYA SEGERA DIMULAI. (PENGUASA MEMANDANGI PERDANA MENTERI) DENGAN PENGERTIAN AGAR PINTU DEPAN DITUTUP DAN MEMATIKAN SEMUA LAMPU-LAMPU LUAR.

PERDANAMENTERI : Pelayan, tutup pintu depan dan matikan semua lampu di luar.

PELAYAN : Baik yang mulia....................... (SUASANA PUN TIBA-TIBA BERUBAH MENJADI SUASANA PERTEMUAN PARA PENGUASA) SEBELUM ACARA SANTAP BERSAMA DIMULAI, SANG PENGUASA MEMBUKA PEMBICARAAN...........

PENGUASA : Sambil menikmati, (KEPADA HADIRIN YANG SEMENTARA
MENIKMATI HIDANGAN) perlu diketahui bahwa; Aku telah mengirimkan beberapa orang utusan keluar negeri, untuk meyakinkan pendapat dunia bahwa pemerintahanku adalah benar dan baik, akusuruh kepada Menteri Luar negeriku, mengatakan dimanapun, bahwa pegawai negeri di negeriku ini paling terjamin. Tak ada pengangguran, kalau adapun hanya kecil saja. Mereka para penganggur itu dijamin ekonominya. Bahkan kusuruh pula menteriku itu mengabarkan para pengarang dan seniman-seniman di negeriku ini, di beri fasilitas sepenuhnya, hingga ada suatu tempat pertemuan dan bunglow-bunglow di tempat peristirahatan yang khusus disediakan buat mereka dengan cuma-Cuma. (HADIRIN TEPUK TANGAN. KECUALI PROFESSOR TERSENYUM SAMBIL MENGGELENG-GELENGKAN KEPALA)

PERD. MENTERI : ( MENGISAP ROKOK CERUTUNYA) Aku setuju itu.Tapi apakah Menteri Luar Negeri kita itu dapat di percaya ? Setidak-tidaknya tidak perlu diragukan kesetiaannya kepada kita ?

PENGUASA : Oww... itu tentu saja. Aku memilih orang tidak sembarangan. Aku mengangkat mereka, untuk melaksanakan perintah-perintah yang aku berikan. Aku tidak mengangkat mereka yang bakal merobohkan aku (SUARA TAWAPUN MELEDAK TERMASUK SANG PROFESSOR YANG MESKI LAIN DARI BIASANYA. IA LEBIH BANYAK MENGEKSPRESSIKAN KEPAHITAN PERASAANNYA DARI PADA KERIANGANNYA. PENGUASA YANG CUKUP TANGGAP MENYAKSIKAN PROFESOR, IA LALU TERSENYUM DAN MEMANGGILNYA)
Profesor, apa ada yang anda pikirkan di rumah ? Katakan saja kalau ada kesulitan. Aku akan segera membantu penyelesaiannya. Bagaimana, ada ?

PROFESOR : Oh, Yang Mulia. Hanya ada satu kesulitan kecil saja yang pernah kutemui ahir-ahir ini, Yang Mulia.

PENGUASA : Kalau begitu katakan. Aku akan segera mengambil langkah. Sekarang juga Profesor ?

PROFESOR : Tidak, Yang Mulia. Nanti kita bicarakan sesudah makan malam ini selesai.

PENGUASA : Baiklah. Itu hebat sekali. Timingnya sangat tepat. (TERSENYUM LALU MENGGABUNGKAN DIRI KEDALAM KELOMPOK YANG SUDAH DIAM MENIKMATI HIDANGAN YANG PALING NIKMAT. SAMBIL MENGUNYAH ISI MULUTNYA SANG PENGUASA BERKATA..... ) -Mana musiknya ?

PERD.MENTERI : (CEPAT-CEPAT MEMBERI ABA-ABA KEPADA SESEORANG) Musik !..........

PENGUASA : Jangan lupa ya, kegemaranku minggu ini bukan lagi Iwan Fals atau Dul Sumbang, (PARA MUSISIPUN BERAKSI MENGALUNKAN LAGU “PERAHU RETAK” SYAIR: FRENGKI SAHILATUA)

(TIBA-TIBA PENGUASA MEMBERI KODE AGAR MUSIK DIHENTIKAN, SEBAB ADA BAGIAN SYAIR LAGU YANG MENYINGGUNG PERASAAN, SANG PENGUASA)

PENGUASA : Menteri, hentikan musik itu.

UNDANGAN I : Ada apa yang Mulia ?

PENGUASA : Tiba-tiba aku merasa sensitif.

PERD. MENTERI : (MENDATANGI PROFESOR) Ai, Profesor... kenapa anda Kurang sedap makannya kali ini ? Biasa ajalah. Apa Anda belum terpenuhi kesenangannya ? Hobi andakan gulai daging yang banyak bawang gorengnya bukan ?

UNDANGAN II : Betul, lain dengan Perdana Menteri. Dia senangnya sayur sop dengan banyak tepung merica yang halus, lalu dicampur dengan wiski sedikit, terus dicampur dengan nasi.

UNDANGAN III : Dan dia lebih suka cuci tangan dengan bir daripada air hangat (TAWAPUN MELEDAK)

PROFESOR : (TENANG SAMBIL TERSENYUM) Yang Mulia, Dalam seumur hidupku, baru kali ini aku mengalami makan malam yang paling lezat, Begitu lezatnya , sehingga aku lupa bahwa kita makan harus sambil berkata-kata.
(PARA PENGUASA KEMBALI MELEDAKKAN TAWA)

PENGUASA : (DENGAN KEPALA YANG MANGGUT-MANGGUT) Rakyat sampah saja yang tak berani makan sambil tertawa atau berkata, profesor. Sebab mereka hawatir jadi malu kalau dilihat oleh orang yang lebih tinggi derajatnya. Tapi kita, disini, yang paling tinggi derajatnya. Untuk apa kita berbuat seperti mereka ? ...........
Memang hukumlah yang harus mengabdi pada kita. Bukan penguasa dan kawan-kawannya yang harus mengabdi kepada hukum. Begitu Menteri ?

PERD. MENTERI : Betul Yang Mulya. Tak ada barang hidup yang harus mengabdi kepada barang mati. Hukum hanya tulisan. Seperti tulisan yang lainpun, nasibnya terserah pada kita dan para pendukungnya. Sarjana kita setuju bukan ?

PROFESOR : (DENGAN DINGIN) Tuan-tuan akan menghadapi sejarah. Apakah tuan benar atau salah, bukan tuanlah yang akan menentukan. Tuan akan menghadapi mahkama sejarah.

PERD. MENTERI : Eei.. Itu mengerikan sekali. Tuan Profesor bergurau atau menakut-nakuti ?

PROFESOR : Aku bergurau, Tuan Menteri. Tapi tidak setiap yang lucu itu tidak nyata. Banyak sekali kenyataan-kenyataan yang karena nyatanya, lalu menjadi lucu.

PENGUASA : (MEMBAKAR CERUTUNYA LALU MENIKMATINYA BEBERAPA SAAT)....... Baiklah Profesor, anda selaku penasehat peribadiku, bisa melaporkan sekalipun tidak resmi semua yang perlu. Apa lagi anda sebagai Pengawas dan Pemegang izin Penerbitan dan Penelitian PendapatUmum. Bagaimana, ada yang penting ? .......Kalau tidak ya masalah peribadipun boleh.

PROFESOR : Tak ada Yang Mulia. Hanya saya butuh kertas dalam jumlah agak besar. Untuk menerbitkan buku saya yang baru.

PENGUASA : Hm.. Apa judulnya ?

PROFESOR : Judulnya “ Negara dan proses pembudayaan manusia” dengan subtitel “Satu analisa eksistensialis tentang fungsi dan sifat negara yang sejati”

PENGUASA : Coba bacakan, Menteri. Ambil saja Pendahuluannya, lalu kesimpulan ahirnya...
(PERDANA MENTERI SEGERA MENGAMBIL BUNDEL YANG DIULURKAN OLEH TANGAN PROFESOR....... DENGAN SUARA YANG TEGAS, TERANG DAN LANCAR.

PERD. MENTEWRI : Pada bagian pendahuluannya.... mengatakan sebagai berikut : “ Sampai abad ini hampir mengalami ujungnya yang paling ahir, manusia, orang seorang adalah warga dari negaranya. Tidak ada seorang yang tidak merupakan atau menjadi warga negara. Artinya, ia adalah dengan sendirinya, subyek hukum. Artinya pula kemudian, ia sebagai manusia , ia punya hak dan kewajiban. Sebagai manusia, sekaligus warga negara, ia mempunyai hak-hak azasi, hak yang paling dasar, yang tak boleh diganggu gugat, hak yang paling dasar, yang dikatakan sarat mutlak untuk adanya sebagai manusia.
Sebaliknya, selain ia punya hak, maka ia pun kewajiban yang umum dan hakiki ialah, bahwa ia sebagai manusia sekaligus warga negara, ia harus menghormati, menjaga hak orang lain. Itu adalah kewajiban. Dan tugasnya yang paling pokok dan fundamentil. Manusia adalah kemerdekaannya. Artinya, tanpa itu, tidak ada hak-hak azasi, tidak ada kewajiban, bahkan tanpa kemerdekaan itu, manusia itu sendiri jadi tidak masuk akal, jadi tidak bisa ada. Dan yang sudah ada, bila terampas kemerdekaannya, maka iapun akan pasti kehilangan keberadaannya. Tapi yang perlu dan harus diingat lagi ialah, bahwa hingga saat kini, dimanapun di negara apapun, pemerintah dalam abad melenium atau abad teknologi ini, selalu lebih kaya, lebih mewah, lebih berlebihan dalam segala bidang, baik politik, ekonomi maupun sosial, dari pada kehidupan massa rakyatnya. Ini adalah suatu gejala penyakit moril sprituil, yang menghinggapi kaum pemerintahan dalam Abad milenium ini, yang akibatnya adalah chaos, malapetaka yang menimpa nasib rakyat dalam kurun zaman Abad melenium atau abad teknologi ini. (BERHENTI MEMBACA DAN BICARA KEPADA PENGUASA) : Yang Mulia, rasanya tulisan Profesor, kali ini sudah jadi lain Yang Mulya.

PENGUASA : Menteri, Profesor kita itu adalah penasehat peribadiku. Karena itu untuk detik ini, aku maklumi dia, lagi pula jangan lupa kata-kata anda, bahwa tak ada barang hidup yang harus mengabdi kepada barang mati. Bukan begitu Menteri ?

PERD. MENTERI : Tapi Yang Mulia, terus terang nafasku jadi sesak, denyut jantungku tidak karuan gara-gara tulisan, laknat ini.

PENGUASA : Itu karena kau terlalu banyak makan sup yang dicampur dengan merica halus tambah wiski. (MELIRIK KEPADA SALAH SEORANG HADIRIN) Kau, teruskan, baca lanjutan tulisan Profesor, kita........... (PERDANA MENTERI MENINGGALKAN MIMBAR DAN DIGANTIKAN OLEH SALAH SEORANG).

UNDANGAN III : Pemerintah, kata lain dari Penguasa adalah penjajah atau pengganti dari suatu penjajah atas bangsanya sendiri. Ini adalah suatu penyakit yang mengancam kehidupan dalam keseluruh sektor, wilayah kehidupan, peradaban manusia. Dus existensi manusia dihadapkan dengan pertanyaan ada atau menjadi tidak ada. Yang perlu diingat dan dilaksanakan ialah, bahwa seharusnya rakyat, manusia dimana-mana janganlah berpendapat lain, bahwa negara bukanlah sesuatu yang merupakan percobaan yang buta dari sesuatu kekuasaan. Manusia haruslah berpegang sepenuhnya pada pendapat yang mengatakan, bahwa negara adalah satu kenyataan hidup, satu fase yang harus dialami, dicapai, dalam proses pembudayaan manusia, yakni proses kehidupan itu sendiri, proses penyempurnaan hidupnya lahir bathin,sebagai keseluruhan dari satu masyarakat atau bangsa. Tapi bagaimanakah sekarang dengan kenyataannya yang sesungguh-sungguhnya ? Berlawanan dengan teori dan kehendak umum universil dari seluruh manusia yang hidup diseluruh wilayah ini. Berlawanan dengan hak-hak kodrat, hak-hak azasi rakyat, manusia diseluruh dunia. Kenyataan mesih menunjukkan dengan sejelas-jelasnya kepada kita bahwa Kaum Politisi, Kaum Penguasa berlaku sebagai penjajah dimanapun, sekalipun di negeri sendiri, terhadap bangsanya sendiri. Ini bertentangan dengan budi nurani universil. Ini adalah penyakit, penjara, bahkan belenggu terhadap manusia dan peri kemanusiaan. (PENGUASA MENGHARDIK....)

PENGUASA : Tunggu !!!............. Profesor, apa kau sudah gila he ?

PROFESOR : Tenang, Yang Mulia. Jangan tegang mendengarkan isi tulisan saya. Anggap saja angin lalu. Aku adalah penasehat peribadi Yang Mulia. (MENYODORKAN SEGELAS AIR MINUM KEPADA PENGUASA).

PENGUASA : (MELETAKKAN GELAS MINUM....) Untuk kedua kalinya aku memberimu maaf Profesor........ Menteri, engkau sendiri bagaimana ? Apa penyakit jantungmu sudah sembuh ?

PERD. MENTERI : yang Mulia, aku samasekali tidak jantungan. Tadi nafasku sesak karena aku terlalu beremosi membaca, Yang Mulia.

PENGUASA : Kalau begitu kurangi emosi, kembali kau bacakan tulisan Profesor, guru besar kita.

PERD. MENTERI : (KEMIMBAR MENERUSKAN PERINTAH PENGUASA) Manusia ahirnya akan sadar, bahwa dirinya bukan benda mati, bukan obyek. Karena kesadarannyalah, maka mereka adalah subyek, mereka adalah persona. Ia harus bebas merdeka. Sebab sekali lagi manusia adalah kemerdekaannya. Kemerdekaan ialah situasi. Dimana ia dengan leluasa memperkembang kehidupannya. Memperkembang existensinya, memperkembang hakekat dan cara beradanya di dunia ini. Bila satu saat akan atau telah datang situasi yang bertentangan dengan hak-hak azasi, hak kodrat, bertentangan dengan existensi manusia rakyat, maka manusia sebagai mahluk hidup akan bangkit. Pasti mereka akan bangkit dan menghadapinya hingga selesai...”

PENGUASA : (MEMBENTAK PERDANA MENTERI.) Menteri, tutup mulutmu. Cukup sudah aku dibakarnya. Lempar kertas yang memuakkan itu. Cepat lemparkan ! Buang saja. (KEPADA PROFESOR) Benar-benar kau sudah gila Profesor. Apa kau sudah jemu hidup ?

PROFESOR : Bagaimana tuan Yang Mulia bisa Marah seperti ini ?. Keritik saya itu tidak kepada tuan alamatnya.

PENGUASA : Persetan ! Bangsat ! Tapi disitu aku ikut terserang. Kau katakan di abad teknologi. Aku juga hidup diabad ini. Kau katakan, dimana, diseluruh wilayah bumi ini. Dan aku adalah salah satu penguasa yang menghuni bagian bumi ini, jadi..................

PROFESOR : Sabar Yang Mulia. Itu demi keselamatan seluruh manusia, dikurun zaman ini. Dan bukan ditujukan kepada satu peribadi tertentu. Sama sekali tidak. Itu hanya satu peringatan bagi semua manusia. Dan itu adalah kewajiban saya, selaku manusia. Aku bertanggung jawab dan harus berlaku demikian, sebab aku terlanjur menjadi sarjana ! Atau intelektuil. Itu satu kewajiban bagi saya, Yang Mulia. Sebab aku ini manusia, aku harus bercinta kasih. Sebab sumber dari adaku ini adalah Maha Cinta Kasih.......

PENGUASA : Cukup !....... Menteri, tangkap anjing itu. (SANG PROFESORPUN DIRINGKUS OLEH BEBERAPA ORANG). (SAMBIL MENODONGKAN REVOLVER KEKEPALA PROFESOR)

PROFESOR : Jangan dengan tembakan, Yang Mulia. Orang lain bisa mendengarnya. (IA LALU DIIKAT TANGANNYA KEBELAKANG DAN PENGANIAYAANPUN BERLANGSUNG)

PROFESOR : Yang Mulia, semua ini tak berguna. Sebab naskahku telah terbit berbulan yang lalu, dalam jumlah ribuan buku. Masyarakatmu telah membacanya.

PENGUASA : Baik ! Baik !...... tapi kau mesti menjadi penebusnya. Nyawamu tak tertolong oleh siapapun !

PROFESOR : Silahkan, saudara. Kamu bisa berbuat apa saja. Tapi keyakinan takkan mati-mati........... Dan akan datang saatnya pemilik-pemilik negara ini akan merenggut segala sesuatu darimu. Bahkan nyawamu pun akan direnggutkan, tanpa peduli.

PENGUASA : Rasakan ! Bangsat ! (PEMBANTAIANPUN BELANGSUNG. BUNYI TEMBAKAN MERUPAKAN AWAL DARI PERLAWANAN RAKYAT NEGERINYA.
SUARA-SUARA TEMBAKAN TERUS MENJALAR DISEGENAP PENJURU NEGERI. SUASANA KIAN KACAU. SELURUH ALAM BERADA DALAM KEADAANNYA MASING-MASING, DALAM SUASANANYA MASING-MASING.
PANGGUNG YANG TADINYA HANYA DIPENUHI SUARA TEMBAKAN BERANGSUR MENJADI SAMAR.

SECERCA CAHAYA MENERPA SEBUAH KERANDA YANG DITUTUPI DENGAN KAIN PUTIH. SETANGKAI BUNGA MELATI TERLETAK DIATASNYA. LELAKI MUDA SETENGAH BAYA MUNCUL DARI SEBUAH KAMAR MEMBAWA PEDUPAAN YANG SEMENTARA MENYALA UNTUK DILEAKKAN DEKAT KERANDA, LALU MENUJU KESEBUAH KURSI DAN DUDUK DIAM, SAMBIL MEMANGKU SEBUAH GITAR IA SEORANG DIRI BERKABUNG DIHADAPAN IBUNYA.............. BILA RASA KEPEDIHAN DATANG MENIMPANYA, DIHAPUSNYA DENGAN MENENGGAK MINUMAN KERAS YANG TERSEDIA DIATAS MEJA KECIL DI DEPANNYA.
SESAAT KEMUDIA TERDENGAR PETIKAN GITAR, MENGALUN LEMBUT MENGUSIR KESUNYIAN.......... MENYUSUL SEBUAH LAGU YANG IA NYANYIKAN. LAGU ITU BUKAN LAGU KESEDIHAN, TAPI LAGU YANG RIANG, HANYA MENGANDUNG HIKMAT DIDALAMNYA, SOPAN ADA RASA HARUNYA PULA................................................)
TERDENGAR SUARA PINTU DIKETUK.................

PEMUDA : Ya, silahkan masuk, tamu yang terhormat.

SANG PACAR : Aku yang datang, Daeng.

PEMUDA : Datanglah, adikku. Duduklah disisiku.

SANG PACAR : (DENGAN PENUH RASA ANEH)Ada kematian, Daeng?

PEMUDA : Ya. Ada. Mengapa ?

SANG PACAR : Siapa Daeng ?

PEMUDA : Bukalah sendiri, wajahnya yang tertutup kain itu. Dan kau
akan tahu siapa dia.

SANG PACAR : (BANGKIT PERLAHAN MENUJU KERANDA, LALU MEMBUKA KAIN PENUTUP ITU, DAN BETAPA TERKEJUTNYA) Ibu. Ibu mati, Daeng ?

PEMUDA : Ya, inilah saatnya dia untuk berbahagia.

SANG PACAR : Daeng, mengapa tak ada kesedihan yang datang dalam hidupmu Daeng ?

PEMUDA : Untuk apa kesedihan diciptakan oleh manusia buat dirinya sendiri ?

SANG PACAR : Dia ibumu, Daeng. Kenapa kau berbuat begitu kasar dihadapannya ? Apakah dia hanya satu binatang yang seperti tikus atau nyamuk saja ? yang kematiannya tak perlu disedihkan dan dihormati ?

PEMUDA : Kau jangan keliru adikku. Setiap kematian harus disambut dengan hormat dan keriangan yang tak terhingga. Dan tidak sebaliknya. Mengapa kau menuduh aku bahwa aku telah berbuat kasar ? Apa alasanmu ?

SANG PACAR : Dia kan ibumu sendiri. Kalau anaknya saja sudah tidak sopan, bagaimana dengan orang lain ?

PEMUDA : Apa pula kata itu ? Aku tak tahu maksudmu berkata demikian. Karena aku tidak suka menangis lantaran sedih lalu kau menuduhku telah berbuat kasar ? Karena aku terus minum dengan mesra maka kau menuduh aku tidak sopan ? Tak apalah. Kau memang buka aku. Boleh saja kau menganggap aku ini telah gila dan aku telah begitu atau begini terserah padamu. Aku tidak apa-apa. Sekalipun aku sesungguhnya merasa geli. Geli sekali bahkan ..ha...ha...ha............

SANG PACAR : Akulah yang seharusnya menertawakan engkau daeng. Bukan kau yang menertawakan aku. Itu terbalik sekali. Sebab engkaulah yang meninggalkan morilmu. Sebab ... Daeng berbuat salah. Engkau telah melanggar norma-norma dan kenormalan manusia tak ada lagi padamu.

PEMUDA : He..he.. ha... He ? Mengapa kau berani berkata sekasar itu adikku ? Kau tak berhak berkata apapun juga padaku ini. Tidak !

SANG PACAR : Mengapa tidak ?! Mayat siapakah yang mengunjur di depanmu itu ?

PEMUDA : Mayat ibuku.

SANG PACAR : Kau manusia bukan ?

PEMUDA : Aku manusia. Apa lagi yang kau akan tanyakan ?

SANG PACAR : Dimana tradisi manusiawimu ? Tanda-tanda yang membuktikan kalau Daeng adalah manusia ?

PEMUDA : Buktinya ? Buktinya aku ada. Dan aku tahu bahwa aku ini ada.

SANG PACAR : Keadaanmu tidak lagi sebagai manusia lain yang masih ada. Engkau tak berperasaan. Kau tetap riang dan minum minuman keras sepuas-puasmu didepan jenazah yang sudah harus dikebumikan. Itukah yang kau maksudkan bahwa engkau adalah manusia yang sadar dan normal ?

PEMUDA : Terserah padamu. Kau boleh menuduh apa saja padaku.Tapi kau harus sadar sayang, dan barangkali pada saatnya, kelak kau akan sadar, mengerti dan memahami. Kalu satu kematian adalah suatu yang harus disambut hangat. Sebab itu adalah satu pertanda bahwa, satu tugas telah selesai dari manusia yang mati. Kematian seseorang adalah hadiah bagi yang lain, yang masih hidup.

SANG PACAR : (MEMBENTAK KASAR) Hadiah !? Karena engkau akan mendapat harta warisannya ? He ?

PEMUDA : (TERSENYUM) Warisan ? Terlalu murah tuduhan dan fitnahanmu kepadaku. Yang kumaksudkan ialah, kalau ada yang mati, berarti akan mengurangi ketegangan di dunia ini, faham adikku ?

SANG PACAR : Kalu begitu kau adalah binatang yang sadis ! Kejam dan keji !

PEMUDA : E.. lelelelelele... kau menuduh aku lagi ? Sabarlah dan dengarkan aku. Kalau rezeki di atas dunia ini ada sepuluhdan orangnya yang sepuluh itu tinggal lima, karena mati. Jadi tiap-tiap orang, tidak lagi akan mendapat hanya satu tetapi dua. Jelas ?

SANG PACAR : Itu tidak masuk otak normal. (DIAM SESAAT) Alasan apa lagi yang kau pakai untuk menutupi kebusukanmu ?

PEMUDA : Kau sangat aneh, manisku. Kau belum sampai pada taraf berfikir yang sejauh itu. Kau harusnya mengerti pada hal, bahwa satu kematian adalah satu keharusan. Lantas mengapa kita harus menangisinya dengan perasaan yang luka parah ? Aku tahu, maksudmu akan ikut berduka cita, karena kesetiaanmu sebagai manusia yang baik. Tapi aku tak bisa demikian. Satu kematian adalah satu keharusan yang pasti. Mati itu bukan tugas adikku. Tetapi adalah kehendak, bukan kewajiban, tapi hak. Apa bila manusia tidak bisa mati. Ia akan tersiksa. Sebab hidup ini ahirnya hanyalah sesuatu yang membosankan. Akan memuakkan pada ahirnya.
Tahukah kau tatkala yesus disalib, dimana ia berkata pada buda Maria: Ibu, inilah aku, anakmu. Artinya bergembiralah ibu, sebab hidup penuh siksa akan berahir, menuju Kerajaan Ilahi. Renungkanlah, anadai tak ada kematian, Muhammad Rasulullah akan tersika di dunia menyaksikan ummanya, yang saling bunuh membunuh. Dan tiadalah Masjidil haram yang dirindu. Ketahuilah, Tatkala Rahwana, sipenyebar angkara murka memohon kepada Sanghiang Tunggal, untuk dipanjangkan umurnya agar tidak bisa mati, dan permohonannya itu dikabulkan, adikku tahu ? Dasamuka terbelenggu oleh siksa derita yang tiada akhirnya. Di dalam perang tanding Ia diserap-serpih oleh kesaktian anak panah Prabu Rama. Dasamuka berlari dan berlari memohon kepada Yang Kuasa agar ia mati saja: (BERLARI-DAN TERUS BERLARI SAMBIL MEMOHON) Oooo.. Dewa ambillah nyawaku bunuhlah aku.... Tolong !!
SANG PACAR : Sudah. …Berhenti !!! (DASAMUKA JATUH TERJEREMBAB AKIBAT BENTURAN SANG PACAR. SUASANA JADI SUNYI)

PEMUDA : Yakinlah adikku, bahwa kematian adalah satu ujung dari penderitaan. Kalau aku mati, penderitaanku di dunia telah berahir pula artinya. Jadi kita harus bahagia menjemput kematian seseorang. Sebab yang matilah yang berhak berbahagia. Bukan yang lainnya adikku. Pahamkah engkau?

SANG PACAR : (SAMBIL MENGHAPUS AIRMATANYA) Daeng dimana adik perempuanmu ?

PEMUDA : Ada di kamar. Lihatlah kau akan menjumpainya .

SANG PACAR : (BERJALAN PELAN PENUH KESEDIHAN MENUJU KEDALAM KAMAR........ TIBA-TIBA TERDENGAR SUARA JERITAN SEKERAS-KERASNYA, MENYUSUL SUARA ROBOH..........)

PEMUDA : (BANGKIT MENJEMPUT KEKASIHNYA. IA TAHU KALAU KEKASIHNYA ITU PINGSAN. BEBERAPA SAAT KEMUDIAN KEDUANYAPUN MUNCUL. TAMPAK SANG PACAR MASIH LEMAS.) Janganlah bersedih sayang.

SANG PACAR : Mengapa adikmu sampai bunuh diri, Daeng ?.................. Jawablah. Jawab.........

PEMUDA : Ayah kami telah disekap oleh Penguasa. Demikian halnya adikku, orang yang berkuasa telah memaksa ia supaya mau dikawininya. Dengan janji nanti ayahnya akan dibebaskan. Ia menerima semuanya itu. Dengan rela ia telah hamil. Tetapi belum juga dinikah. Sedang berita yang datang dan demikian pula kenyataannya, ayah tewas ditembak setelah dianiaya dalam perjamuan malam.
Jadi ia menebus dosa, yang sebenarnya sama sekali bukan dosanya. Pun bukan dosa ayahnya. Tatkala ia melihat ibu meninggal dunia karena kaget yang menghanguskan jantungnya, maka iapun menempuh jalannya sendiri. Aku tak tahu, kalau ia akan solider untuk bersama ayah dan ibu meninggalkan alam kekejaman ini.

SANG PACAR : Daeng, betapa kejamnya daearah manusia ini.

PEMUDA : Aku dan kau selalu merasakan kenyataan itu. (DIAM.....)

SANG PACAR : Lalu apa yang akan kau perbuat nanti Daeng ? atas semuanya itu ?

PEMUDA : Apa lagi ? Kehancuran keluargaku bukan korban dari sekedar puluhan atau ratusan manusia belaka. Tetapi korban kebiadaban berjuta-juta manusia. Korban dari kekejaman abad ini, zaman ini. Zaman yang gila dan bobrok.

SANG PACAR : Apa Daeng tidak berbuat apa-apa atas semuanya itu ? Seolah Daeng bukan manusia lagi, karena tak ada lagi dendam, tenaga dan keberanian untuk mengambil resiko.

PEMUDA : Berbuat apa lagi ? Kita harus rela menerima kematian itu.Sebeb setiap kematian adalah adil.

SANG PACAR : Adil jugakah kematian adik dan ibumu yang belum terkubur itu ? (PEMUDA HANYA DIAM MENUTUP MUKANYA)
Apaka eangkau dan aku akan bersikap banci ? Pengecut ?

PEMUDA : Adikku, sabarlah. Jangan kau terlalu meronta-ronta. Aku juga akan menuntut bela. Tapi aku harus rela menerima kematian itu. Bahkan kematianku sendiri kelak. kukatakan kematian bukanlah kekalahan. Karena itulah kukira Muhammad Rasulullah tidak menolak datangnya kematian.

SANG PACAR :Tapi jangan lupa Daeng, Muhammad Rasulullah memperjuangkan sesuatu yang diyakininya. Beliu telah mempersembahkan kebenarannya, pengabdian, hidup dan segala-galanya untuk manusia. Kini, apakah Daeng rela menerima kematian tanpa sumbangsih untuk dunia manusia ini ?

PEMUDA : (TERTEGUN).... Baiklah aku akan membalas dendam adikku. Artinya aku akan berpisah denganmu, aku akan berbuat sesuatu atas kematian keluargaku.

SANG PACAR : Tidak perlu hanya sekedar balas dendam.

PEMUDA : Lalu bagaimana maksudmu ?

SANG PACAR : Hidup ini bukan sekedar balas dendam. Apa lagi dendam demi kepentingan peribadi. Bukankah Daeng pernah berkata kalau lawan-lawan kta bukan manusia ? Lawan kita ialah kebiadaban zaman yang sudah bobrok1

PEMUDA : (MENGHELA NAFAS) Kau yang benar, adikku. Sekarang biarlah aku pergi meninggalkan engkau. Untuk sesuatu yang engkau dan aku yakini.

SANG PACAR : Tapi engkau jangan pergi sekarang, Daeng.

PEMUDA : Kapan lagi kalau tidak sekarang ? Inilah saatnya. Duniaku dan duniamu ini sudah terlalu parah.

SANG PACAR : Aku telah hamil, Daeng.

PEMUDA : Hamil ? Kalau begitu.... teruskanlah hamilmu. Adalah kewajiban setiap perempuan untuk hamil.

SANG PACAR : Tapi kau dan aku belum nikah.

PEMUDA : Tidak apa-apa. Yang penting kau cinta aku, dan aku cinta padamu. Habis.

SANG PACAR : Ada norma-norma didaerah manusia ini Daeng ! Dan aku juga engkau, harus tunduk pada norma itu. Kalau tidak, kta akan mendapat sanksi.

PEMUDA : Kalau begitu, mengapa pelacuran bertambah banyak didunia ini ? Di kota apapun, di negeri manapun. Sama
saja. Orang besar, orang kecil, semua dihinggapi oleh kegemaran itu. Sedang aku dan engkau yang saling
mengabdi berdasar saling mencinta kasih akan dikutuk ? Siapa yang salah ? Hampir semua ma nusia melakukan nikah. Tapi juga hapir semua manusia melakukan pelacuran dalam jaman ini.

SANG PACAR : Kalau begitu, kau dan akulah yang harus merintis untuk kembali kejalan yang benar. Sampai pada yang kecilpun. Sebab kita harus memulai dari hal yang kecil sebagai tanda bahwa kita ini konsekwen. Engkau dan aku harus kawin, menikah dengan sah. Lalu kita kubur keluarga......

PEMUDA : Baiklah apa syarat yang kau minta dariku ?

SANG PACAR : Syaratnya, kau tak akan meninggalkan aku dan menghianati kesetiaanku. Hanya itu. Apa syarat yang Daeng minta dariku ?

PEMUDA : Tidak ada. Hanya, bersedialah menderita. Yakinilah, hidup ini alah penderitaan. Sebab kita telah dihukum untuk hidup bersama. Seperti halnya kita telah dihukum untuk merdeka. Tanpa kemerdekaan itu, kita tidak mungkin ada……… (KEDUANYA BERPELUKAN LALU MENUJU KEDEPAN....... SEPASAN ANAK MANUSIA MERANGKUL KERANDA IBUNYA)
CAHAYA SOROTPUN MEREDUP HINGGA PANGGUNG BERWARNA HITAM PEKAT DAN .....S E L E S A I ..........

_______________________________________________

Telah diangkat didepan para Seniman Budayawan Sulawesi Selatan, oleg Kandil Teater LATAMAOSANDI Makassar (Khususnya "KEMATIA")

PEMUDA : Jacob Mara
SANG PACAR : Hanny

GEDUNG DEWAN KESENIAN MAKASSAR
Jln IRIAN No. 69 Makassar

Naskah pentas ini adalah adaptasi dari 2 buah cerpen, masing-masing :
“Pesta darah” dan “Kematian” karya Sides Sudiarto D.S.