SEMUA NASKAH PENTAS DI BLOG INI TELAH DIPROTEKSI DAN TIDAK DAPAT DISALIN SECARA LANGSUNG

Himbauan

Mementaskan naskah di blog ini harus seizin penulis.

Rabu, 01 Desember 2010

MONTSERRAT BABAK II

                      Emmanual Robles




                                        B A B A K  K E D U A

                                                  ADEGA  I

                             MONTSERRAT, KEENAM TAWANAN
MONTSERRAT berada disebelah kanan bersandar kemeja dan kepalanya tertunduk.


SAUDAGAR       : Mengapa tak kau jawab ? Coba pandang aku.

PEMB. POCI       : Waktu habis juga. Kita sudah kehilangan berpuluh-puluh menit. Coba katakan. Ceritakan pada kami apa yang mau kau lakukan. Jangan membisu seperti ini.

IBU                : Begini. . . .  (IA DATANG MENDEKAT MONTSERRAT DAN BERKATA DENGAN AGAK MALU-MALU) Kau percaya perwira tadi akan melakukan apa yang ia katakan ?  Jawablah. Kami minta dengan sangat. Kau pasti, bahwa jika kau tak mau bicara, kami akan ia . . . . ia akan memenuhi ucapannya ?

MONTSERRAT  : Ya, ia akan melakukan apa yang ia katakan.

SAUDAGAR       : (DNGAN MARAH) Kalau begitu kau mesti terangkan pada kami. Kaadaan ini edan sekali. Menyeramkan. Coba jelaskan.

MONTSERRAT  : Semua sudah dijelaskan pada tuan-tuan . . . . .

PEMB. POCI       : (DENGAN PUTUS ASA) Jadi perwira itu sanggup melakukan apa yang ia janjikan ?  Kau yakin ?  Ia sanggup menjalankan kekejaman ini ? Jawab.

MONTSERRAT  : (TANPA MENGANGKAT WJAHNYA). Aku yakin. Ia sanggup. (DIAM) Dialan yang mengubur hidup-hidup semua tawanan yang tertangkap dipertempuran Gomara. (TAWANAN-TAWANAN ITU BERPANDANG-PANDANGAN DENGAN KECUT).

SAUDAGAR       : (PUTUSASA) Diam . . . .

PEMB.POCI       : Satu-persatu mereka ia suruh masuk kedalam lubang itu . . 

AKTOR               : Tapi siapa kau, makanya kau berhak menimpakan kemalangan ini atas diri kami ?

PEMB.POCI        : Kau orang Spanyol ?

MONTSERRAT  : Ya.

PEMB.POCI        : Dan kau menyembunyikan Bolovar ?

MONTSERRAT  : Ya.

AKTOR               : Mengapa ?  Mengapa ?  Kalau begitu kau penghianat. Kau berhianat pada raja. Kau bersekongkol dengan pemberontak. Mengapa ?

MONTSERRAT  : (BIMBANG. TANPA MELIHAT PADA TAWANAN-TAWANAN ITU. Karena aku . . . . aku berpihak pada tuan-tuan.

SAUDAGAR       : Apa maksud kau ?  Berpihak pada kami ?

MONTSERRAT  : Aku berpihak pada tuan-tuan untuk melawan kalanganku sendiri. Untuk menentang penindasan mereka, kekejaman mereka. Untuk melawan cara-cara mereka yang menegakkan bulu  tengkuk, yang berlawanan samasekali dengan peri kemanusiaan. Tuan-tuan sendiri dapat melihat. Bagi mereka, hidup manusia, martabat manusia, tidak ada artinya sama sekali.

SAUDAGAR       : Aku tidak peduli apa kau pro atau anti Spanyol. Pro atau anti kami. Itu soalnya. Kami yang keenam ini kini yang lagi terancam. Kami yang mau dibunuh. Dan kami mau tahu, apa yang mau kau lakukan.

IBU                      : Ya, apa yang mau kau lakukan.

AKTOR               : (MENGANCAM).Katakan, dimana Bolivar kau sembunyikan ? Aku tidak mau mati cara begini. Aku tidak ada melakukan kejahatan. Dan aku orang Spanyol, orang Spanyol, orang Spanyol, jangan kau lupa. Aku mau pulang kerumah. Aku baru saja menemui kawanku Roig, musikus. Ini bisa dibuktikan. Dan aku belum pernah berkomplot. Sekalipun tidak pernah. Aku main buat Sri Baginda dalam tahun 1807. Aku kerja di Theater kerajaan di Madrid sampai orang Perancis datang. Aku selalu setia pada Sri Baginda. Selalu, dari dulu sampai kini. Aku tidak pernah sedia untuk main buat orang Perancis.


SAUDAGAR       : MENGANCAM) Kau mau katakana, ya atau tidak ?


MONTSERRAT  : Coba maklumi aku.

PEMB. POCI       : Apa yang mesti dimaklumi ? Apa kau kira kami belum juga maklum apa yang dikatakan perwira tadi ?  Atau Bolovar kau serahkan atau kami semua mereka tembak. Begitukah ?  Aku punya anak lima orang. Yang ulung belum lagi sampai 11 tahun umurnya. Mereka sekedar dapat kuhidupi dengan jalan membuat dan menjual poci-pociku. Kau takpeduli, karena bukan kau yang harus memberi makan mereka. Bagaimana ?

MONTSERRAT  : (DENGAN PENUH PERASAAN) Itu benar. Semua itu benar Masing-masing kalian punya kebenaran dan kehidupan yang mesti kalian bela, dan hal-hal yang lebih penting dari kehidupan. Tapi Bolivar adalah harapan yang terakhir, satu-satunya harapan masa depat seluruh rakyat Venezuela untuk membebaskannya dari penjajahan Spanyol. Jika Bolivar kuserahkan, maka sebetulmya bukan hanya Bolivar saja yang sudah kuserahkan, tapi aku juga sudah menyerahkan kemerdekaan, kehidupan berjuta-juta manusia.

AKTOR               : Kita celaka sudah. Ia tidak mau mengatakannya.

MONTSERRAT  : (SEOLAH TAK MENDENGAR) Soalnya bukan mengorbankan tuan-tuan sekalian untuk kepentingan satu nyawa. Dari samudera kesamudera, dari Guyanaquil sampai ke Caracas, dari Panama sampai Cuzco, Seluruh Veneswela, seluruh Granada baru, suatu benua mengharapkan Bolovar untuk memerdekakannya. Satu dunia yang menderita dibawah penindasan yang paling kejam, ganas dan rendah.

AKTOR               : Ia tidak mau mengatakan. Kita akan ia kurbankan.

MONTSERRAT  : (DENGAN LEBIH TENANG) Bolivar adalah satu-satunya manusia, satu-satunya pemimpin, yang sanggup memimpin rakyat ini untuk memerdekakan diri dari Spanyol. Ia sanggup memimpin revolusi ini hingga tercipta suatu Negara merdeka  dan di bumi ini bangkit suatu bangsa yang merdeka.

AKTOR               : (POTUS ASA) Jadi, kau tidak bersedia mengatakannya ?

PEMB. POCI       : Itu kan belum lagi keputusan bahwa kau mau mengurankan kami kan ?

IBU                    : (DENGAN KECUT) Tidak, tidak. Ia akan mengatakannya. Lihatlah nanti.

PEMB. POCI       : (DENGAN KERAS)  Kau mau mengatakan dimana Bolivar bersembunyi, Ya atau tidak.

MONTSERRAT  : (MENJAWAB DENGAN BIMBANG. IA MENDERITA) Coba maklumi aku.

PEMB. POCI       : Tidak. Jawab tanyaku. Waktu sudah hampir habis. Perwira tadi segera kembali. Jawab. Jawab. Kalau tidak kau kucekik.

IBU                      : Jangan. Ia akan menjawab. Kalian lihat nanti. Ia akan menjawab.

MONTSERRAT  : Dengarka aku. Kalian semua hidup di bawah penindasan orang-orang yang ganas dan tak kenal kasihan.Apa kalian tak punya rasa bangga ? Apa kalia tak punya rasa harga diri ?  Apa kalian tidak benci pada algojo-algojo Campillo, pada tukang-tukang begal Cumata ?  Ingat itu. Kenanglah kembali. Di Compillo, jenderal Roseto, telah membakar tawanannya hidup-hidup. Di Cumata, Morales memakukan semua bayi ke daun pintu. Dan Antonanzas gembira, karena dapat mengumpulkan tangan-tangan yang orang yang dipenggal. Dan Izquierdo menjerat semua gadis-gadis muda untuk memuaskan nafsu anak buahnya. Mata-matanya dimana-mana, berkuasa, ganas dan tak kenal kasihan, . . . . . . Dan bukankah dia sendiri yang menciptakan siksaan yang harus kita jalani sekarang ini?

PEMB. POCI       : (TRPUKAU OLEH PEMBICARAAN ITU) Kita akan ia biarkan ditembak.

MONTSERRAT  : Bagi orang Spanyol, kalian bukan manusia. Dalam mata mereka, kalian adalah binatang, makhluk lata yang boleh saja dibunuh jika perlu. Kekejaman yang begitu banyak siksaan yang begitu perih. Apa semua ini tidak menimbulkan keinginan untuk berontak dalam dada kalian ? Kaum revolusioner kalah di Dan Mateo ? Apakah ini berarti sebagai ahir dari segala harapan ? Tidak. Tidak. Percayalah padaku. Kuminta dengan seluruh hatiku. Ia akan mengumpulkan semua gerilya kembali. Ia akan membangunkan tentara  kemerdekaan kembali. Hanya Bolivar yang dapat menyelesaikan revolusi ini. Ia akan menyelamatkan kalian. Dan ini akan ia lakukan, berapapun kurban yang harus ia berikan.

SAUDAGAR       : Ya atau tidak. Kau mau mengatakan dimana ia bersembunyi ? Bicara. Bicara. Laknat.

MONTSERRAT  : (DENGAN SABAR) Hiduplah Bolivar. Masa akan datang dimana negeri ini akan dibebaskan. Kuulangi lagi, disini akan lahir suatu bangsa yang merdeka. Hiduplah Bolivar.

AKTOR               : Coba dengarkan aku. Kau tidak boleh terus menerus begini. Kau tidak berhak mengurbankan enam nyawa buat menyelamatkan satu nyawa.

MONTSERRAT  : Kau harus mengerti. Aku tahu ini beret buat kalian. Soalnya bukan enam nyawa lawan satu nyawa. Tapi enam nyawa lawan kemerdekaan, lawan kehidupan berjuta-juta manusia yang menderita.

AKTOR               : Jadi kau . . . .  tak mau mengatakan apa-apa ? 

 MONTSERRAT        : (TIDAK MENJAWAB DENGAN SEGERA. KELIHATAN IA BERGUMUL DENGAN DIRINYA SENDIRI). Aku tidak tahu. Aku tidak tahu lagi. Aku ingintahu. Aku ingin mengerti diriku sendiri . . . . .  Ingin tahu apa aku betul benar . . . . Apa aku tidak khilaf.


AKTOR                      : Tentu, tentu. Renungkanlah. Kau seorang cendekia Kau sendiri akan menemui, bahwa tujuanmu itu adalah suatu kemusthilan. Bahwa jalan pikiranmu itu menyeramkan sekali. Enam manusia yang hidup. Ini kenyataan. Tuhan akan memandang kepada kau. Ia akan membantu kau. Dengarkan suaranya, suara derita kami, keputusasaan kami. Semuanya ada di depan mata kau. Bukakan hatimu. Biarkan Tuhan masuk ke dalam sukmamu.

MONTSERRAT        : Tapi bukankah tadir Tuhan yang menciptakan segala ujian ini ? Bukankah kita semua harus menerimanya dengan tulus ? Ah, coba tuan renungkan sendiri. Soalnya kini, bukan menyelamatkan badan kita, tapi sukma dan sanubari kita. Soalnya malam ini ialah :  Mati buat menyelamatkan berjuta makhluk, untuk menyelamatkan mereka yang malang.  Dengan begitu kita menyertai pengurbanan yang sudah diberikan Isa. Kalian takut pada maut, tapi maut adalah kekayaan ajaib. Kita kehilangan badan kita, tapi kita dapat menyelamatkan diri kita. Inilah keinginan Tuhan. Tuhan bersama kita. Aku pasti. Tuan-tuan ditangkap, dibawa ketempat ini, dan nasib tuan-tuan ditentukan seperti nasibku. Kenapa kalian harus engkar ?  Kalian harus berdo’a. Barangkali kita tidak dapat menangkap suaranya, tapi kita akan menjalankan kehendaknya.

SAUDAGAR              : Dia mengigau. Dia mengigau.

PEMBUAT POCI      : Tidak. Tuan sendiri tahu. Ia menolak untuk bicara.

SAUDAGAR              : Ia tidak mau menyerahkan Bolovar.

PEMBUAT POCI      : Kita celaka semua.

SAUDAGAR              : Anjing. Kau harus mengatakannya kepada kami. Kau menghabiskan waktu dengan omong kosong kau itu. Ya, Tuhan, waktu habis juga, Katakan. Kau harus katakana.

PEMBUAT POCI      : Ini semuanya gila, gila sekali. Kau tidak ada hak untuk menyia-nyiakan kami. Kau harus bicara. Aku punya anak lima. Mereka harus makan. Mereka masih terlalu kecil. Jika Tuhan yang menyebabkan segalanya ini, maka ini tidak adil. Aku tidak bisa percaya.

AKTOR                      : Tidak. Aku mengerti permainanmu. Kau mau mengalihkan pikiran kami. Kau mau coba membuat kami percaya, bahwa Tuhan yang membawa kami kemari, bahwa kehendaknya yang menyebabkan kami ada disini. Misalkan, misalkan itu benar, tapi Tuhan juga memberikan kebebasan pada kau untuk memilih. Jika Tuhan, atau takdir, atau nasib buruk membawa kami kemari, kau masih bebas untuk memilih antara kami dan Bolovar. Akhir-akhirnya kaulah yang menentukan, apakah kami akan selamat atau harus mati ditembak. Tidak ada gunanya kau katakana pada kami, bahwa dengan jalan mengurbankan kami, kau sudah memenuhi kehendak Tuhan. Kami bukan kanak-kanak. Jangan kau coba mengelabui kami. Kau tahu kau bebas memilih. Lakukanlah itu dengan fikiran yang bias diterima.

MONTSERRAT        : Aku tahu . . . Aku tahu aku bebas memilih. Justeru itu yang memberatkan aku. Apapun juga pilihanku, aku tokh akan ditembak . . .  Apa kau belum juga mengerti, bahwa siksaan yang terberat bagiku saat ini bukan karena aku harus mati, tapi karena aku bebas untuk memilih. Tapi barangkali pula , disini letak ujian yang disediakan Tuhan buatku. Tuhan rupanya meninggalkan makhluknya diperbatasan kebebasan ini . . . . (DIAM).

AKTOR                      : Renungkan baik-baik. Dengarkan suara hatimu. Jika memilih untuk menyelamatkan Bolivar, maka sekaligus memilih untuk membunuh orang takberdosa. Coba fikir, aku bukan orang kreol. Aku orang Spanyol. Ini tidak adil sekali.

MONTSERRAT        : Membunuh orang takberdosa. Tapi disamping itu  berjuta-juta orang takberdosa mengharapkan Bolivar.

IBU                          : Aku punya dua anak, masih kecil (MONTSERRAT MEMANDANG KEPADANYA DENGAN NANAP. IA KELIHATANNYA TERTEKAN)

AKTOR                      : (SAMBIL MEMPERHATIKAN MONTSERRAT DAN IBU. MATANYA BERPINDAH DARI YANG SATU KE YANG LAIN). Dengar. Barangkali kau takbersedia memikirkan kami. Tapi coba kau pandang ibu ini. Dia punya anak kecil dua orang. Yang satu belum lagi 10 bulan umurnya. Yang satu lagi baru saja 2 tahun. Ia tadi keluar rumah sekedar untuk mencari roti. Cuma untuk sebentar. Rumah ia tinggalkan terkunci. Ia seorang janda. Aku kenal padanya. Dan rumahnya jauh terpisah. Ia harus pulang. Cinta kau pada sahabat kau memang terpuji. Tapi dia, dia juga cinta pada anak-anaknya. Mereka harus hidup. Mereka tak boleh kau biarkan mati dengan cara begini.

MONTSERRAT        : (SAMBIL MENGALIHKAN PANDANGAN) Sehabis pertempuran Siquisque, perwira-perwira kami memaksa tawanan-tawanan mereka untuk membunuh isteri dan anak-anak mereka sendiri. Mereka yang menolak dikubur hidup-hidup dan…..

AKTOR                      : (MEMOTONG) Aku tahu. Semua itu kejam. Tapi membiarkan anak-anak ini mati kelaparan, terkunci, tak berkawan, disana disebuah rumah tinggal, juga kejam . . . .

MONTSERRAT        : Beberapa hari setelah Miranda kalah, aku beroleh perintah untuk menangkap Bolivar. Aku berhasil menemuinya. Aku bicara dengan dia semalam suntuk. Aku tahu, ia akan memulai peperangan kembali.

PEMBUAT POCI      : Kau mau membiarkan kami mati.

MONTSERRAT        : Bolivar akan membebaskan rakyat ini dari perbudakan.

AKTOR              : Tapi perempuan itu. Dia juga manusia. Dan anak-anaknya tak berdosa. (IA MENANGIS) T-a-k  b-e-r-d-o-s-a. Memang baik jika kau berpihak pada rakyat, jika kau menyelamatkan kawan kau. Tapi kau juga harus menyelamatkan anak-anaknya.

IBU                             : (DENGAN LEMBUT) Mereka akan bangun. Pablito akan menangis karena lapar.

AKTOR                      : Anak-anak itu tak bersalah apa-apa. Coba kau renungkan.

MONTSERRAT        : (BICARARA PADA DIRI SENDIRI). Pada saat ini, diseluruh negri, lahir beribu-ribu anak dalam perbudakan.


PEMBUAT POCI      : Apa katanya ?

AKTOR                      : Kau dengar sendiri. Ia tak mau mengatakan.

SAUDAGAR              : Ia tidak mau bicara. Ia keterlaluan. Pembunuh. Kau seratus kali lebih kejam dari pada Spanyol yang lain. Aku harus keluar dari sini. Bicara.

AKTOR                      : Tak ada gunanya. Ia tak akan bicara. Tapi aku, aku belum pernah berkomplot. Aku selalu setia pada Sri Baginda. Kawan-kawanku sesama actor bisa membuktikan. Mereka boleh ditanyai. Aku tidak mau dikurbankan buat sesuatu yang bukan urusanku. Ini tidak bisa diterima akal. Nanti akan kutanyakan pada perwira tadi. Aku juga orang Spanyol, seperti dia. Ia pasti bisa mengerti.

SAUDAGAR              : Dungu. Ia tidak akan bisa mengerti apa-apa.

AKTOR                      : Mengapa kau berkata begitu ?  he ?  Mengapa ?

SAUDAGAR              : Kau juga tahu, justeru itu betul yang ia kehendaki : orang-orang tak berdosa, supaya bajingan ini bicara. Ini perbuatan gila. Dan aku punya isteri, yang kini tentu sudah kecemasan. Semuanya karena laknat ini.

AKTOR                      : (BUAT DIRINYA SENDIRI) Ia pasti mengerti

PEMBUAT POCI      : Kita semua akan dibunuh.

SAUDAGAR              : Isteriku lagi menunggu . . . Jika dia tidak ada, barangkali semuanya akan lebih mudah. Tapi ia menunggu aku. Tentu ia sudah berdiri di jendela. Kami belum lagi setahun kawin. Ini terlalu singkat. Satu tahun cuma, untuk bahagia.

PEMBUAT POCI      : Kau tidak punya apa-apa. Tidak punya isteri, anak, keluarga. Tidak punya apa-apa. Kau bersedia mati. Tapi aku, aku punya anak lima. Orang lain, berjuta-juta orang lain, kau gila. Perduli apa aku pada orang lain ? Kalau kau punya anak, seperi aku yang harus kau beri makan, pakaian, perlindungan.....    kau tidak akan memperdulikan orang lain . . . .  yang sudah cukup dewasa untuk membela diri sendiri.

AKTOR                      : Tapi, jika kawanmu Bolivar tahu, bahwa nyawa kami dan segala yang kami cintai, tergantung dari padanya,  aku tahu pasti, ia akan menyerahkan diri. Aku dengar orang cerita tentang dia. Orang mengatakan ia berani dan hatinya mulia. Ia tidak akan setuju orang-orang tak bersalah harus membayar hutangnya.

MONTSERRAT        : (SURAM) Bolivar tak punya hak untuk menyerahkan diri.

AKTOR                      : Apa katamu ?

MONTSERRAT        : Bolivar kini bukan lagi punya Bolivar. Ia milik perjuangan yang ia sendiri bangkitkan dari beribu-ribu mayat manusia yang sudah jadi kurban.

SAUDAGAR              : Kalian lihat ini, kalian lihat. Sia-sia. Ia tidak mau bicara. Aku akan mengorek matanya. Matanya akan kukorek. (IA BERLARI KEARAH MONTSERRAT TAPI DITAHAN OLEH RICARDO).

RICARDO                  : Tunggu. Tunggu.

SAUDAGAR              : Anjing. Biarkan aku.

AKTOR                      : Biarkan ia bicara.

SAUDAGAR              : Buat apa ?  Sama dengan bicara pada batu.

RICARDO                  : (PADA MONTSERRAT). Aku benci pada orang Spanyol. Aku juga tahu cita-cita Bolivar. Tapi apa kau tahu betul ia akan pergi ke Puebla ?

MONTSERRAT        : Jika aku tidak tahu betul, dari mana kau kira aku memperoleh kekuatan untuk menahan siksaan ini ?

RICARDO                  : Ya, tapi aku takut . . . Ayahku ditembak orang Spanyol, waktu aku berumur lima tahun. Ibuku sendiri. Baginya berat sekali.

MONTSERRAT        : Ya, aku maklum.

RICARDO                  : Apa kau sudah pikirkan baik-baik ?  Sudah kau timbang ?  Soalnya disini, mengurbankan keenam-enam kami untuk menyelamatkan seorang yang diharap akan melakukan sesuatu dimasa depan.

MONTSERRAT        : Ya, memang begitu (DENGAN SURAM).

RICARDO                  : Enam nyawa manusia sebentar lagi akan hapus. Enam nyawa dengan segala dakwaan yang menggambarkan dari kebahagiaan dunia yang rapuh. Apa sudah kau pikirkan itu baik-baik ?  Ibu dan kedua anaknya terancam, orang itu dan isterinya yang  lebih ia cintai dari dirinya sendiri, ayah itu dengan kelima anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Semuanya itu sudah ada, sudah berwujud. Semuanya nyata, fakta diri darah dan daging. Kebenaran apa yang dapat kau hadapkan pada kenyataan ini. Bukan mustahil Bolivar yang lagi diburu-buru tertangkap malam ini. Kau mengatakan, ia kau selamatkan karena tugasnya, dan kau mengatakan, Tuhan menghendaki supaya ia melakukan itu . . . . Coba renungkan.  Enam jiwa yang sudah punya bentuk sebentar lagi akan dikurbankan untuk kepentingan suatu perbuatan yang masih di angan-angankan, yang masih berbentuk harapan, harapan yang dinantikan dari seorang manusia yang sakit dan diburu kesana kemari.

MONTSERRAT        : Aku sudah pikirkan. Ini adalah kesempatan terakhir.

RICARDO                 : (LULUH LANTAK) Untuk mati, Ya. Untuk mati sekarang juga.

PEMBUAT POCI     : Tutup mulut kalian. Waktu hampir habis. Kau lihat sendiri ia tidak mau mengatakannya. Tidak ada yang dapat meyakinkan dan melembutkan hati orang yang gelap mata ini.

RICARDO                  : Diam (SEOLAH KEPADA DIRI SENDIRI) Dalam kenanganku masih hidup pembunuhan di Sequisque. Dan jika kututupkan pelupuk mataku terbayang gambaran liang-liang kubur yang digali di Cumata . . . . (DENGAN SUARA SEDIH TERHENTI-HENTI) Aku juga merasai pandangan hina orang-orang Spanyol. Bagai setuhan tangan batu. Dimana-mana bahkan sampai-sampai ke dalam rumahku. Tapi ibuku sudah tua dan sebatangkara. Ia akan menangis sedih sekali.


MONTSERRAT : Ini kesempatan terakhir. Jika ia hancur, jika Bolivar tertangkap, maka bagi rakyat ini tibalah masa gelap gulita untuk selama-lamanya. Kesempatan ini harus dipergunakan. Harus. Pilihanku jelas sudah. Rasanya aku benar. Aku yakin . . . . Aku harus yakin.

PEM. POCI         : Diam. Semua ini gila-gilaan. Dia harus bicara. Kita akan mati.

IBU                    : Betul. Waktu berjalan jua, tuan.

AKTOR               : Ya. Dia harus lekas bicara. Jika tidak kita celaka.

IBU                    : (BUAT DIRINYA SENDIRI) Fablito kini tentu sudah bangun. Ia tentu menangis.    (PADA MNTSERRAT) Kupohonkan pada kau. Lihatlah. Dadaku bengkak karena air susu. Aku tidak bias tinggal lebih lama.

SAUDAGAR        : Begini. Aku kaya. Aku berikan semua kekayaanku pada kau. Dengan ini kau bias perang terus. Bolivar barangkali akan mati. Tapi kau dapat melanjutkan perjuangannya. Au punya tanah dan ternak. Kau bias mempersenjatai rakyat untuk melawan Spanyol. Aku janjikan semua ini pada kau, di depan saksi-saksi ini.

PEMB. POCI      : Terima. Ayoh terima. Kau akan jadi kaya. Kau muda. Perduli apa kau pada         orang lain. Kau bias pergi ke Eropa. Dengan harta ini kau bias hidup semaumu. Katakan kau setuju. Dia sudah berjanji.

MONTSERRAT : Biar aku bersedia menyerahkan Bolivar atau tidak, orang Spanyol tokh tidak akan membebaskan aku.

PEMB. POCI    : Bunuh dia. Dia harus dicekik. Dia tidak akan mengatakan apa-apa. Kalau dia   mati, kita tidak akan diperlukan lagi. Bantu aku. Dia harus dibunuh.

SAUDAGAR     : Dia benara. Dia harus dibunuh. (SEMUA LARI MENUJU MONTSERRAT, LALU    TERJADI PERGULATAN SINGKAT. BANGKU KAKI JATUH.)

AKTOR            : (MENCOBA MENAHAN MEREKA). Jangan. Kita akan disiksa. Jangan. (RICARDO JUGA CAMPUR TANGAN)





                                                   ADEGAN KE II
          PELAKU SAMA TAMBAH MORALES DAN PRAJURIT-PRAJURIT
            YANG DATANG KARENA MENDENGAR SUARA RIBUT-RIBUT



MORALES           : Diam (KEPADA PEMB. POCI) Hei, kau. Lepaskan dia. (PEMB. POCI MELEPASKAN MONTSERRAT) Mengapa dia…. Mengapa berteriak-teriak. Mengapa kau tak menjawab ?  Ah, aku mengerti…… Ya, ya. Apa dia sudah bicara ?  Sudah selesai kewajibanmu ?

PEMB. POCI      : Ia belum juga bicara. Tapi kami masih punya waktu. Kami semua akan coba.

MORALES           : Boleh, boleh. Tapi jangan coba membunuh dia. Itu satu satunya kesenangan yang menjadi hak kami. Mengerti ?

PEMB. POCI      : Ya, tuan.

MORALES          : Lebih baik kalian buru-buru sedikit. Waktu hamper habis. Tidak banyak lagi tinggal. Apa kalian belum lagi dapat untukmembuat dia bicara ?  Rupanya kalian tidak ada sama sekali. Tubuh manusia, adalah sesuatu yang lembut. (TERTAWA) Daripada bicara tak berguna, lebih baik misalnya, kalian baringkan dia, lalu letakkan perutnya di bawah kaki meja itu. Sudah itu kalian di atasnya atau (SERDADU-SERDADU TERTAWA) Bangku kaki itu juga boleh.


                        ADEGAN III 
 PELAKU SAMA TAMBAH IZQUIERDO YANG 
  MASUK PELAN-PELAN SAMBIL MEROKOK

 
IZQUIERDO : Tenang. Ada apa Morales ?
 
MORALES : Ia mau mereka bunuh. Gila. 

 IZQUIERDO : Cukup. . . Saatnya sudah datang untuk dimulai. 

 PEMB. POCI : (TERKEJUT) Tuan menjanjikan satu jam  

IZQUIERDO : Terlalu lama. Aku ingin melaksanakan caraku dengan segera. (DIAM. MEMANDANG KEPADA ELENA) Demi Tuhan, gadis kecil ini cantik sekali. Kau tidak kulihat selama ini. Kemana mataku ?  ini tidak bisa dimaafkan. (IA MENDEKATI ELENA SAMBIL TERSENYUM) Siapa namamu ? 

 ELENA         : Elena. 

 IZQUIERDO : Merdu sekali, Elena . . . . E-l-e-n-a. Indian ya ? 

 ELENA         : Ibuku rang Indian.

 IZQUIERDO :  Ah, anak cinta birahi kalau begitu . . . . pantas kau cantik. 

 ELENA         : Ibuku pelayan di rumah seorang Spanyol. Ia kemudian memperkosa ibuku. 

 IZQUIERDO : Untung sekali dia dapat menghasilkan kau. Dan kau diturunkan kebumi dengan cemerlang. Berapa umur kau, gadis manis ? ELENA : Tujuh belas tahun. 

 IZQUIERDO : Dan masih perawaan?(ELENA MENUNDUKKAN KEPALANYA)(DENGAN IRONINYA YANG BIASA) Kekayaan yang luar biasa sekali, Morales. Alangkah cemerlangnya pikiranku tadi. Dimana kutaruh mataku selama ini ? Rupanya aku tadi gelap mata. (MORALES DAN SERDADU-SERDADU TERTAWA, PADA ELENA) Kau tentu saja akan diselamatkan. Mala mini kau jadi kasmaranku. Senang begitu ? (KEPADA MORALES) Yang lima saja ini yang ditembak.

 PEMB. POCI : Tapi tuan colonel . . . tuan menjanjikan satu jam. Beri kami kesempatan.

 IZQUIERDO : Diam. Aku akan lakukan apa yang aku mau. (KEPADA ELENA) Kau belum lagi mengatakan kepadaku bahwa kau senang. ELENA : Aku ingin ditembak bersama yang lain.

 IZQUIERDO : (RIANG) Ah, nakal. Sinakal sayang. (IA MENDEKATI GADIS ITU LALU MEMBALUT RAMBUTNYA) Ah, cintanya aku pada kau. Rambutmu bagus sekali. Buah dada seperti dewi, Elenaku yang manis . . . . (KEPADA MONTSERRAT DENGAN IRONIS) Dan kau, apa kau tak terharu oleh permintaan gadis cantik ini ?  Apa mata itu tidak bias melumerkan hatimu ? Dan suaranya begitu merdu bagai musik abadi, apa sukmamu tak kenal olehnya ? Kau keras sekali Mountserrat. Keras bagai batu granit. 

 MONTSERRAT : Hanya ia sendiri yang lagi belum bicara sampai kini. IZQUIERD : Oh, begitu ? (DIAM. IA MEMANDANG DENGAN PENUH PERHATIAN) Apa kau betul-betul sedia, Elena yang manis, untuk mati buat Bolivar yang kau sendiri tidak kenal ? Betul ? 
 ELENA           : Aku tahu pasti, ia akan menyelamatkan Bolivar tanpa memperdulikan kurban. Dan kedua saudara kandungku ini berada di Puebla ikut berjuang dengan kaum revolusioner.

 IZQUIERDO : (RIANG) Morales. Makin lama makin aku senang pada gadis ini. Nanti malam kami akan makan berdua. Sediakan makanan dalam kamarku. Jangan lupa, anggur Malaga (PADA ELENA) Apa kau barangkali lebih suka chrry ? 

 ELENA         : Aku ingin menyertai nasib orang-orang ini. 

 IZQUIERDO : Ayuhlah, Ayuhlah, kau adalah gadis yang pertama di negeri ini yang lebih menyukai enambutir peluru di dadanya dari . . . (MORALES, SERDADU TERTAWA TERBAHAK-BAHAK. IZQUIERDO MEMANDANG KEPADA MEREKA) Tenang sedikit. (KEPADA ELENA) Cantik, jika seorang perwira kerajaan memberikan kehormatan pada seorang gadis Indian untuk tidur seranjang, maka gadis itu harus berterimakasih pada perwira itu dengan segala kerendahan hati. . . . Tapi aku sedia menarik diri jika kau tak senang. (KEPADA MRALES) Kau boleh mulai dengan mana yang kau mau.

 PEMB. POCI : Tuan colonel. Barangkali ia mau bicara . . . 

 IZQUIERDO : Ah, Luhan, pembuat poci. Lagi-lagi kau. Morales, mulai saja dengan dia. Aku bosan melihatnya . . . Ayuh, jalan. 

 PEMB. POCI : Aku tidak berdosa. Aku tidak bersalah apa-apa. 

 IZQUIERDO : (IRONIS) Dungu. Misalkan saja kau mati karena kecelakaan atau karena serangan penyakit yang berat. Itu akan menolong kau.

PEMB. POCI : Aku punya anak lima, tuan colonel. 

 IZQUIERDO : Kawan kau tokh tidak mengira, bahwa karena kau beroleh lima orang anak dari isterimu, kau hendak pula untuk hidup abadi ?

 PEMB. POCI : Tapi kejahatan apa yang sudah kulakukan. Apa tuduhan atas diriku ? Seseorang hanya bias dihukum mati jika ia melakukan kejahatan . . .percayalah… 

 IZQUIERDO : Kau menjengkelkan sekali. Pertama, adalah tidak benar, bahwa untuk mati seseorang harus melakukan kejahatan terlebih dahulu. Kau adalah suatu contoh yang baik. Lagi pula jika seseorang harus mati karena penyakit, orang itu tidak akan beroleh pikiran untuk mengajukan keberatan terhadap kehendak Tuhan. Orang biasanya menyerah . . Aku ingin supaya kau juga menyerah. Kedua, kau sendiri tahu, bukan aku yang harus kau yakinkan. Kau tahu nyawamu tergantung pada mulutnya. Nah . . .(KEPADA MONTSERRAT) Kau tidak mau mengatakannya ? (KEPADA MORALES) Morales, bawa dia. 

 PEMB. POCI : Tidak, tidak. Dengarkan aku. 

 MORALES : Diam. Ayuh jalan. Binatang. (PADA SAAT ITU AKTOR MULAI MENANGIS) 

 IZQUIERDO : (PADA KELOMPOK YANG LAGI MAU KELUAR) Tunggu. (PADA PEMBUAT POCI) Dengar baik-baik. (DIAM. AKTOR MENANGIS) Kau bercerita padaku tentang poci yang pandai menangis. Apa kau bias meniru itu ? (MENUNJUK PADA AKTOR YANG LAGI MENANGIS).

 PEMB. POCI : Bisa, tuan colonel. 

 IZQUIERDO : Persis seperti itu ? 

 PEMB. POCI : Ya, tuan colonel.

 IZQUIERDO : Apa kau perlukan banyak kesabaran untuk itu ? (DIAM) 

PEMB. POCI : Ya . . . . 

 IZQUIERDO : Kau adalah seorang seniman besar. Ya, dengan seluruh hatiku. Aku kagum pada kau. Aku kagum pada kau, tapi sekalis aku benci pada kau. Rasanya aku senang juga dapat menembak kau. 

 PEMB. POCI : Tuan . . . . . . 

 IZQUIERDO : (IRONIS) Satu hal lagi. Cobalah mati dengan tabah . . . . . (KEPADA MORALES) Morales (MORALES, MEMBERI TADA KEPADA SERDADU-SERDADU. ORANG MENDENGAR SUARA TERIAKAN. KEMUDIAN TERIAKAN ITU HILANG. LALU KEDENGARAN SUARA GENDERANG DIBUNYIKAN DENGAN LAMBAT.)


                        ADEGAN  IV
PELAKU SAMA KECUALI PEMBUAT POCI 


 IBU               : Tuan. Kasihanilah. Biarlah aku pergi. Anakku dua orang masih kecil, mereka terkunci dalam rumah. 

 IZQUIERDO : Diam. 

 IBU               : Kasihanilah. Tidak adil buat anak-anak itu. Mereka sendiri. Kasihanilah.

 IZQUIERDO : (IRONIS) Montserrat. Apa kau tak terharu mendengar itu ? Selamat. Urat saraf kau dari kawat rupanya. Jangan heran nanti jika ada orang mengatakan, bahwa kita orang Spanyol tidak kenal kasihan. Ayohlah, Montserrat. Aku sendiri juga terharu…... 

 MONTSERRAT : (DENGAN SUARA PAYAH) Izquierdo. Untuk sekali saja, ampunilah.

 IZQUIERDO  : (MEMANDANG MONTSERRAT DENGAN NANAP). (PADA MORALES) Morales. (DI BELAKANG DINDING DERU GENDERANG MAKIN CEPAT, TANDA EKSEKUSI SEGERA DILAKUKAN. 
 MORALES    : Siap menerima perintah.

 IZQUIERDU : Mrales, kawan baik, perempuan ini tembak paling akhir. 


                                                 LAYAR TURUN 



 (Bersambung ke babak III)

Rabu, 13 Oktober 2010

MONTSERRAT


Simon Bolivar

Karya : Emmanual Robles
                                                              

Versi  :  Indonesia
Oleh ;  Asrul Sani

Didasrkan pada buku “Montserrat”  dari rentetan “poesie et theatre”  Edition du Scuil, tahun 1949.

MONTSERRAT  dipertunjukkan untuk pertama kalinya di Paris pada tanggal 23 April 1948 di Theatre Montparnasse dengan pemain-pemain sebagai berikut :  Claude Martin, Maroel Raine, Vanderic, Michel Carlier. Georges Aminel, Michelo Chagnoux, Jeane Carval, Robert Favard, Charles Laviale, Vital, Jose Quaglio, Mise en soene : Vanderc.

Pada saat yang sama  MONTSERRAT  dipertunjukkan di Ajaziriah di Theater du Colesse dengan peran-peran penting di mainkan oleh  :
Max Roire  sebagai Montserrat
Clement Bairam  sebagai  Izqierdo
Charles mallet  sebagai  Aktor
Mise en scene  :  Louis Foucher

Di INDONESIA, MONTSERRAT  dipertunjukkan untuk pertama kalinya oleh : Akademi Theatre Nasional Indonesia  di Gedung Kesenian Jakarta pada….. 196

Di MAKASSAR,  MONTSERRAT  dipertunjukkan untuk pertama kalinya oleh DEWAN KESENIAN MAKASSAR
Dengan Pemain-pemain utama :
Saleh Mallombassi          sebagai        MONTSERRAT
Rahman Arge                  sebagai        IZQUIERDO
Aspar Paturusi                sebagai        AKTOR

       SUTRADARA             
    RAHMAN ARGE
  



PELAKU :

MONTSERRAT,  umur 28 tahun, perwira Spanyol pangkat Kapten
IZQUIERDO,  Umur  40 tahun, pembantu utama Jenderal MONTEVERDO
ZUASOLA, MORALES, ANTONANZAS … Perwira-perwira Spanyol umur antara 35-40 tahun
IBU,  umur  30  tahun
ELENA,  umur 18  tahun
JUAN SALCEDO,  Aktor sandiwara, umur  40  tahun
SALAS INA,  Saudagar, umur  35  tahun
ARNAL LUHAN,  pembuat Poci  umur  50  tahun
RICARDO,  umur  20  tahun
PRAJURIT-PRAJURIT SPANYOL  dan  Paderi-Paderi.

BULAN JULI TAHUN  1812 ……………..
Pada tanggal 11 Juli, pemimpin prang kemerdekaan Venesuela, Miranda dikalahkan dalam suatu pertempuran yang sengit dan kemudian ditawan oleh Kapten Jederal Spanyol Monteverdo.
SIMON BOLIVAR, pemimpin perjuangan yang lain, berhasil melarikan diri. Ia disembunyikan oleh kaum patriot dan saat cerita ini mulai belum lagi tertangkap oleh tentara  Spanyol. Orang Spanyol menduduki tiga perempat bagian dari wilayah Venezuela. Penindasan yang dilakukan sangat sekali ganasnya. Pembegalan dan pembunuhan berlangsung terusmenerus.

Seluruh lakon ini berlangsung dalam sebuah ruang jaga kesatriaan  Kapten Jenderal Monteverdo di Valencia, Venezuela. Ruang  besar berdinding tebal.  Di sebelah kanan, terdapat pintu arah kelapangan eksersisi.  Sebelah kiri, pintu mengarah kebagian dalam gedung. Di belakang, dua jendela kecil berterali besar-besar. Di kiri belakang, sebuah meja dan tiga bangku kaki.


                                                    BABAK PERTAMA
                                                           ADEGAN  I

ZUAZOLA, MORALES, ANTONANZAS
Asik berbicara. Mereka masih menggunakan uniform yang berwarna biri tua, celana penunggang kuda berwarna kelabu dan sepatu tinggi.

ZUAZOLA           : Ia lolos lagi

MORALES          : Pasti ada yang menghianat disini

ZUAZOLA           : Jelas bahwa ia sudah diberitahu sebelumnya. Bagiku susah untuk dipercaya bahwa ini hanya sekedar suatu kebetulan yang ajaib.

ANTONANZAS  : Tentu. Tidak ada orang yang akan menganggapnya sebagai suatu kebetulan. Ia pasti sudah diberitahu terlebih dahulu. Sebetulnya, kemarin malam Izquierdo terlalu sembrono, waktu ia memaparkan rencananya tatkala kita makan malam bersama Jederal. Ini suatu kesalahan yang dungu.

ZUAZOLA           : Ia hampir-hampir gila karena geram.

MORALES          : Apa bole buat, salahnya sendiri. Ini sudah kedua kalinya ia yakin akan dapat menangkap Bolivar. Kedua kalinya Bolivar hampir tertangkap, tapi selalu ia dapat meloloskan diri. Izquierdo harus membuat persediaan yang lebih baik. 

ZUAZOLA           : (Tajam) Rupanya terjadinya begini. Kemarin malam juga Bolivar sudah diberitahu di rumah tempat ia menyembunyikan diri, bahwa Izquierdo akan datang pagi ini untuk menangkapnya. Mungkin salah seorang dari kawan-kawan kita  yang ikut makan kemarin malam. Diantara kita terdapat seorang penghianat.

MORALES          : Aku juga mulai yakin. Kalau Bolivar berhasil menyeberangi garis kita dan bersatu dengan gerilyanya, ia akan dapat  mengumpulkan kekuatannya dengan cepat……….

ANTONANSAS  : Ah, lalu prang akan berkobar. Demi Santa Yacub, aku lebih suka berperang daripada mati keisengan di negeri ini. Seorang gadis cantikpun tak ada kelihatan disini.

MORALES          : Kau suka melebih-lebihkan. Tak seorangpun gadis cantik ? Waktu kota Siquisque kami rebut, Batalionku telah menyelamatkan 19 orang penduduk. Sembilan belas perempuan. Dan semuanya muda-muda. Jederal memerintahkan supaya semua penduduk dibunuh, sampai kebayi-bayi yang baru lahir. Tapi kami telah menyelamatkan yang cantik-cantik. Percayalah , mereka itu nikmat sekali.

ZUAZOLA           : Oh, tentu, tentu. Kadang-kadang ada juga orang yang ditimpa nasib baik……….

MORALES          : Yang kusediakan buat aku baru berumur lima belas tahun.  Manis sekali. Buah dadanya kecil, dingin bagai merpati. Ia menangis lembut sekali setiap kali aku …….  Setiap kali kami tidur seranjang.

ZUAZOLA           : (Dengan Riang)  Sudahlah.

ANTONANZAS  : Apa dia kau pelihara ?

MORALES          : Oh, tidak lama. Sesudah pertempuran  Barquesimeto, ia sudah kuberikan kepada lima orang anak buahku. Sebagai hadiah karena mereka sudah melakukan  perbuatan-perbuatan yang terpuji. Semenjak itu aku tidak pernah dapat apa-apa lagi.

ZUAZOLA           : Sayang sekali.

MORALES          : (Sambil mengangkat bahu) Oh, sayang …..?? Apa pula disayangkan  pada seorang  gadis Indian ?

ANTONANZAS  : Ya. Tapi, untuk kembali pada soal tadi, kita belum juga lagi mengerti, bagaimana Bolivar bisa buron dengan cara yang begitu mengherankan. Ingin sekali aku tahu, bagaimana keadaan akan berlangsung selanjutnya….

ZUAZOLA           : Sabar.

MORALES          : Isquierdo selalu yakin semuanya akan terjadi sebagaimana ia kehendaki. Seolah-olah segala-galanya dapat ia bentuk menurut kemauannya. Dan jika ada kekuatan lain yang mempunyai pendapat yang berbeda dan menggagalkan rencananya, maka ia meledak, mengguntur, mengutuk Tuhan dan membegal semua rakyat……….  Coba lihat sebentar lagi :  Topan besar.  Badai. (Ia tertawa terbahak-bahak)

ANTONANZAS  : Aku ingat, waktu kita masih kadet di Akademi Militer. Waktu itu ia tergila-gila pada seorang gadis bangsawan berumur 17 tahun. Tapi gadis itu tidak cinta padanya dan hal ini ia sampaikan secara terus terang kepada Izquierdo. Pengakuan ini tidak mematahkan semangatnya. Malahan sebaliknya. Ia bersumpah akan mencintai gadis itu dengan segala kekerasan. Bahwa ia akan memaksa gadis itu untuk mencintainya. (Ia tertawa)  Gadis itu akhirnya kawin dengan seorang bangsawan muda Portugis. Dalam kemabukannya, pemuda itu ia tantang untuk berperang tanding dan kemudian ia bunuh dengan pedangnya. Itu makanya, untuk mendinginkan hatinya, pemimpin angkatan prang mengirim kawan kita ini ke tanah yang terpuji ini. Barangkali selama disini ia dapat melupakan  percintaannya yang pertama…..

MORALES          : Melupakan ? Setahuku ia bukan orang yang bersedia melepaskan kekalahan atau kekandasan,  biarpun sesudah 20 tahun.

ANTONANZAS  : Kau benar.

MORALES          : Dan aku yakin ia tidak akan bisa memaafkan orang  yang telah memberi tahu Bolivar, dan dengan demikian telah memperolok-olokkannya.


                               ADEGAN  KE  II 


                  PELAKU sama tambah IZQUIERDO


IZQUIERDO masuk sebelum ucapan MORALES selesai. Mukanya kerutmerut karena dendam. Mantelnya ia biarkan jatuh di tangannya Ia berjenggot. disepatu tingginya kelihatan susuh penunggang kuda. Tubuhnya kasar dan ia kejam. Setelah kalimat ... Morales, ia berteriak:

IZQUIERDO  : Cukup. Apa kalian pernah melihat aku memberi maaf, biarpun barang sekali ? Apa seperti aku potongan orang yang edan, yang mudah terharu dan memberi maaf ? Hh ?  Tidak pernah. (TIBA-TIBA MELIHAT KEPADA MEREKA DENGAN DIAM LALU BERKATA DENGAN SENYUM IRONIS) Sebetulnya kekandasanku hari ini sangat menyenangkan hati tuan-tuan. . . begitu kan ?

ANTONANSAS   : (Menyesal)  Izquierdo.

IZQUIERDO        : (mengangkat bahu) Ya, .  ya. . Teman perjuangan tua . .          Sudahlah. . . .


ANTONANZAS  : (Dengan akrab) Kau lelah karena tugasmu Izquierdo.

 IZQUIERDO       : (Senyum mengejek) Tak perlu kau merasa kasihan padaku. . . . Tapi aku harus menyampaikan laporanku kepada tuan Jenderal.

ANTONANZAS  : Belum kau bertemu lagi dengan tuan Jenderal ? Jadi dia belum tahu ?

IZQUIERDO        : Aku akan melaporkan dua hal yang mengejutkan dia.

ANTONANZAS  : Mengapa dua ?

IZQUIERDO        : Satu: pengumuman tentang kekandasanku. Dua: Nama orang yang sudah memperolok-olokkan aku (Kepada MORALES) Sebentar lagi kau tahu siapa.

ZUAZOLA          : Siapa, apa orang sudah tahu  ?

ANTONANZAS : Orang Spanyol ? Apa ia perwira kerajaan ?

IZQUIERDO       : Cukup. Aku tidak mau mengatakan apa-apa. Tutup mulut dan tunggu putusan Jenderal. (Izquierdo keluar sambil menyeret mantelnya. Ia kelihatan dirasuki oleh suatu pikiran.)

ZUAZOLA          : Setidak-tidaknya kau bisa menceritakan apa yang terjadi.

ANTONANZAS : Ya, kami tidak akan minta perinciannya. Lagi pula kau belum dipanggil. . . . kau masih punya waktu beberapa menit . . . . (IZQUIERDO masuk kembali. Di wajahnya terbayang rasa amarah)

 IZQUIERDO      : Waktu dini hari kami sampai kegubuk, dimana menurut mata-mata kita, Bolivar yang lagi sakit menyembunyikan diri. Tempat itu kukepung. Anak buahku menggeledah segala pelosok,  dengan penuh rasa geram. Mereka juga marah seperti aku. Semua mereka bunuh, mereka bakar. Mereka tak kuhalangi karena rasa benciku terlalu besar. Waktu api menjilat lumbung, keluar seorang Negro setengah mati karena ketakutan. Ia bersembunyi di bawah jerami. Lalu ia melihat mayat-mayat bergelimpangan di tengah halaman. Hingga hatiku tak begitu susah untuk memaksa dia menceritakan kisahnya. Sungguhpun begitu seorang serdaduku mencoba mempercepat dia dengan mengelus-elus perutnya dengan ujung bajonet.

MORALES          : (Riang tertawa) Menarik kisahnya.

IZQUIERDO        : Bilivar diberi tahu tengah malam. Ia demam keras dan ia tidak kuat mengangkat dirinya keatas pelana kuda dan duduk disitu dengan kokoh. Kemana ia pergi menyembunyikan diri ? Orang Negro itu tidak tahu. Lalu ia segera kusuruh gantung. . . .  (Ia berfikir)  Tapi biarpun ia tahu, ia tokh akan kugantung juga.

MORALES           : Apa ada ia beri gambaran orang yang tak dikenal itu ?

 IZQUIERDO        : Ada.

 MORALES           : Orang Spanyol, kan ?

 IZQUIERDO        : Jangan Tanya perihal itu.

MORALES            : Jika orangnya sudah kau kenal tidak akan susah bagimu untuk menangkapnya dan menyuruh dia bicara. Semut api . . . atau timah panas dituangkan kedalam telinganya.

IZQUIERDO          : Akal kau terlalu singkat.

ZUAZOLA             : Dalam keadaan begitu Bolivar tak akan kuat berjalan jauh.

IZQUIERDO           : Ya. Ia tentu akan beristirahat dan bersembunyi diwaktu siang. Dam malam Ia berangkat lagi. Aku sudah mengirimkan patroli kekedua arah yang mungkin ia tempuh.

MORALES              : Mengapa dua arah ?

IZQUIERDO            : (Dengan yakin) Mala mini Bolivar, atau menuju Puebla dan bersatu dengan gerilyanya dan mengumpulkan pasukannya kembali untuk menyerang kita. Atau ia menyusur pantai dan naik kapal menuju Curacao, dimana akan menemui kawan-kawannya  orang Inggeris, dan barangkali melupakan dan meninggalkan pasukan monyet-monyetnya dan cita-citanya yang gila itu.

ZUAZOLA               : Kau betul-betul percaya ia sudah terpukul dan putus harapan hingga ia mau melepaskan tujuannya ?

IZQUIERDO             : Aku tidak percaya apa-apa. Buat dia haya ada dua jalan. Atau Puebla Atau Curacao. Atau ketimur atau menyusur pantai. Aku sudah memberikan perintah untuk menjaga kedua jalan ini. Tapi kalian menahan-nahan aku. Aku mau menemui Jenderal. Barangkali ia sudah ada.

MORALES                : (Menahannya) Satu hal lagi Izquierdo. Sungguhpun begitu, apa tidak mungkin Bolivar masih dapat meloloskan diri ?

IZQUIERDO              : Tidak. Karena sebelum malam turun, sebelum ia berangkat lagi, aku akan tahu sampai dimana ia bersembunyi. Aku bersumpah bahwa aku akan mengetahuinya, seperti juga aku mengetahui siapa yang sudah menolong dia tadi pagi. Sampai nanti.
(PERWIRA-PERWIRA ITU KELUAR. KITA DENGAR ZUAZOLA BERTANYA)

ZUAZOLA                 : Menurut kau siapa kira-kira penghianat itu, Morales




                                                              ADEGAN III                                             
                                          PADERI CORONIL, MONTSERRAT
                                            Melanjutkan pembicaraan mereka

P. CORONIL : . . . . Karena itu aku cemas melihat sikap kau akhir-akhir ini. Kau sudah mengambil keputusan yang pasti akan menimbulkan amarah dan geram Jenderal, jika sampai ketelinganya.

MONTSERRAT : Aku tidak perduli lagi kehadiranku disini mencekik aku. Padre, apa tidak ingin berontak melihat pengejaran, pembantaian dan kekejaman yang berlangsung disini? Anda akan menyokong perlawanan seluruh bangsa Spanyol untuk melawan serdadu-serdadu sewaan Napoleon, mengapa anda mengutuk rakyat ini ? mereka juga berjuang di atas bumi mereka sendiri, buat mencapai kemerdekaan dan membangun suatu kehidupan yang wajar buat manusia ? Kemarin dulu serdadu-serdadu batalion Alora telah menawan semua gadis-gadis pribumi di desa Tatulac. Mereka marah,karena rakyat yang mereka serang dengan kejam dan yang gubuk-gubuknya mereka bakar sampai habis, melawan…….   Di Spanyol, orang-orang Perancis adalah penindas-penindas yang paling kita benci. Tapi disini, di bumi baru ini justru serdadu-serdadu Spanyol yang menindas suatu rakyat supaya tetap hidup dalam perbudakan yang kelam.

P. CORONIL : Sudah waktunya bagi kau nak, untuk berangkat ke Cadis. Baik bagi kau,  maupun bagi kami, kehadiranmu disini berbahaya. Kau harus berperang  untuk membela sesuatu yang menurut kami benar, tetapi yang menurut kau salah samasekali. Kapal yang merapat bulan yang lalu di Poertocabllo akan berangkat dari dermaga baru menuju Santamonica. Aku akan minta kepada yang mulia Jenderal Monteverdo, supaya kau diizinkan berangkat. Kau akan ditugaskan mendampingi Dewan Wali . Jenderal pasti tidak akan keberatan atas keberangkatanmu ini.

MONTSERRAT  : Padre, anda tentu maklum bagaimana perasaanku terhadap rakyat ini. Rakyat yang begitu miskin dan tak putus dirundung malang.

P. CORONIL        : Aku tidak bisa merasa kasihan terhadap mereka yang terus menghias berhala-berhala mereka dan memujanya secara diam-diam. Aku tidak kasihan pada mereka yang tetap berkeras kepala dan menolak untuk menyerahkan diri kepada kebesaran Tuhan . . . .

MONTSERRAT  : Aku tidak nyana, Tuhan setuju kekejaman dipergunakan untuk membela kebesaranNya, seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang yang katanya mengabdi kepadaNya.

P. CORONIOL     : Mulut kau terlalu lancang.

MONTSERRAT  : Aku yakin, bapa, Tuhan sangat masih  penyayang  pada mahluk-mahluk yang malang yang sudah ia turunkan sendiri kebumi ini.

P. CORONIL        : Manusia yang tidak berisikan Ruh Ilahi bukanlah makhluk Tuhan yang benar.

MONTSERRAT  : Jadi menurut bapa, dalam diri orang Indian tidak ada Ruh lain terdapat kecuali Ruh jahat ?

P. CORONIL        : Lebih lagi dari itu. Aku tahu mereka dirasuki oleh segala yang terkutuk dan mereka hidup berkat ini. Oleh sebab itu, jika mereka hidup, maka mereka merupakan suatu hinaan bagi kejayaan Tuhan.

MONTSERRAT  : (DENGAN KAGET)  Jadi kalau begitu, bapa membenarkan pembantaian yang berlangsung di Camplo, di Siquiseque, di Santa Naro, di Tatulac ? jadi semua kuburan dan kehancuran ini adalah suatu syarat bagi Martabat Tuhan ?

P.CORONIL         : Nak. Mengapa belum juga kau mengerti, bahwa dengan pembunuhan dan pembakaran ini, Ruh jahat itu sendiri yang terpukul, yang dibunuh dan kalah ? Buat apa kau hiba pada mereka ?  karena dengan membunuh mereka, kejahatan itu sendiri yang setulnya yang kita bunuh ?  Bau busuk mayat-mayat mereka, bukankah itu bau busuk dari kutukan ?  Karena itu Bergembiralah, Montserrat, jika kau melewati puing sebuah kampung dan kau mencium di tengah-tengah kehancuran ini, kobaran tak berdaya dari mereka yang terkutuk untuk selama-lamanya.

MONTSERRAT  : Ya. Aku sedia untuk berangkat. Aku akan berangkat dengan kapal yang akan datang.

P.CORONIL         : Aku tahu. (Menyindir)  Suara dari Simon Bolivar itu, bukankah itu adalah suaranya sendiri, suara palsu seorang iblis ?

MONSERRAT     : (Gundah. Memandang nanap kedepan lalu berbisik) Simon Bolivar. . . 

P.CORONIL         : Begini. Aku segera kembali setelah beroleh ijin dari Yang Mulya untuk keberangkatanmu . 




                               ADEGAN IV 
        MONTSERRAT,PADRE CORONIL,ZUAZOLA


ZUAZOLA : (MASUK DENGAN GARANG) Bapa, mau bertemu dengan tuan Jenderal ?  Sekarang ini Yang Mulia lagi mendengarkan laporan Izquierdo mengenai peristiwa pagi tadi.

P. CORONIL : Peristiwa pagi tadi ?

ZUAZOLA : Berkat bantuan mata-matanya Izquierdo mengetahui dimana tempat persembunyian bandit itu. Ia datang kesana bersama anak buahnya. Lalu menggeledah rumah itu. Kosong . . . . . . . . Bolivar yang sudah diberi tahu, telah melarikan diri terlebih dahulu, biarpun ia sakit dan tubuhnya panas karena demam. Kata Izquierdo, serdadu-serdadunya telah melakukan pembantaian besar-besaran.

MONTSERRAT : (DENGAN SEDIH) Pembantaian.

ZUAZOLA : Semua keluarga yang ada disitu termasuk pelayan-pelayan... Ya, orang-orang kita geram sekali, karena tak mendapat hasil sesudah begitu susah payah berjalan jauh. Coba Bapa bayangkan, ada disana seorang gadis yang menggorok lehernya sendiri dengan pecahan kaca, karena tidak bersedia satu kompi tentara kerajaan diatas tubuhnya……
P. CORONIL : (TAK BERNAPSU) Cukup.




                                                                ADEGAN V

                            PELAKU SAMA TAMBAH IZQUIERDO YANG MASUK
                                         DIIKUTI MORALES DAN ANTONANZAS

IZQUIERDO : Ya, Yang Mulia sudah setuju . . . . Ah, selamat siang Padre . . . (PADA MONTSERRAT DENGAN DINGIN) Selamat siang.

P. CORONIL : Selamat siang, Kolonel. Apa yang sudah di setujui Yang Mulia ?

 IZQUIERDO : Bahwa di daerah antara Luna Parado dan Santa Monica diadakan patroli terus menerus. Bagi Bolivar yang meloloskan diri dari sergapan, ada dua kemungkinan :  Atau menyatukan diri di Puebla dan mengambil pimpinan pemberontakan kembali, atau mengundurkan diri ketempat kawan-kawannya orang Inggeris Di Coracao, Pasukan-pasukan kita mengawal semua jalan ke Puebla dan ke pantai. 

P. CORONIL : Mengapa ia mengundurkan diri ?

 IZQUIERDO : Ia sakit keras dan putus asa karena Miranda dikalahkan. Bapa tahu bagaimana rencana penghianatan itu ? Kami pagi tadi sudah menemui sebuah dokumen yang mereka tinggalkan. Didalamnya tertera sebuah rencana kasar undang-undang dasar sebuah repoblik, dengan Presiden,  perwakilan rakyat dan persatuan Granada-Baru di Venezuela dibawah nama Colombia. . . . sebagai suatu penghormatan bagi orang yang menemui daerah ini. Dan segalanya ini tentu akan dilaksanakan setelah semua orang Spanyol dilemparkan ke laut.  Brrrr. Gemetar aku karenanya. (ENGAN PENUH HORMAT) Apakah tuan percaya bahwa revolusioner besar ini akan pergi berlindung pada orang Inggeris dan mengundurkan niatnya untuk menggorok kita semua, Montserrat yang baik ?
  
MONTSERRAT : Tidak, aku tidak percaya. 

IZQUIERDO : Bagus. Itu adalah nasehat seorang yang ahli. Jadi Kreol yang sombong ini akan memegang mimpinya dengan teguh untuk mengimansipasikan suatu bangsa campur aduk Indian, negro dan segala blasteran ini ? Sementara itu aku sudah beroleh suatu keterangan yang benar : Bolivar berniat untuk mengurungkan semua niatnya dan pergi beristirahat pada orang Inggeris. Bagaimana pendapat tuan tentang ini, tuan Montserrat ? 

MONTSERRAT : Itu namanya melarikan diri. Meninggalkan perjuangan. Disersi.

IZQUIERDO : Suatu disersi. Tuan mengatakan : disersi. Tapi hati tuan berkata : Ini suatu perbuatan pengcut. Itu sebetulnya yang tuan ingin katakan. 

MONTSERRAT : Persis. 

IZQUIERDO : Tapi tentu saja aku tidak akan membiarkan Bolivar agung itu menentukan pilihannya. Atau ke Puebla Atau Coracao. Aku harus menangkap dia. Tuan mau apa ? Jika ia menyatukan diri Puebla, maka perang kan terjadi dan kita akan menang. Jika ia mengundurkan diri ke Curacao, maka ia adalah seorang yang hina. Penyelesaian yang sebai-baiknya, adalah : ia harus digantung. Habis perkara.

P. CORONIL : Ia mungkin melarikan diri malam ini dan . . . . . 
IZQUIERDO : (KASAR) Tidak, Ia tidak akan melarikan diri. (DIAM) Aku pasti dapat menangkapnya sebelum malam turun. Sudah pantas jika menuntut balas buat kawan-kawan kita. Apa tuan masih ingat ke 23 serdadu kita yang ditangkap oleh pemberontak dan digantung hidup-hidup di kaitan-kaitan rumah bantai ? Coba sebutkan nama tempat itu, Montserrat . . . . . 

MONTSERRAT : Santa Monica.

IZQUIERDO : Bagus. Ingatan tuan terang sekali. Kita juga harus menuntut balas bagi kedelapan belas serdadu kita yang ditawan oleh pemberontak dan kemudian dilemparkan ketengah sarang semut merah, setelah disiram dengan madu. Simon Bolivar harus bertanggungjawab atas kejahatan-kejahatan dan perbuatan-perbuatan gerombolan gerilyanya.

P. CORONIL : Tapi, mengapa Bolivar sampai berhasil melarikan diri pagi tadi ? Tentu ia sudah diberitahu sebelumnya. Apa tuan sudah tahu ? Siapa orang yang memberi tahu itu ?

IZQUIERDO   : Padre yang baik. Kemarin malam selagi bersantap bersama di meja tuan jenderal, aku telah memaparkan rencanaku untuk menangkap Bolivar sebelum matahari terbit, waktu itu yang hadir sembilan orang perwira, hanya sembilan. Kecuali Jenderal, aku sendiri, hadir ketiga kepala staf. Jadi semuanya lima. Kemudian Zuazola, Antonanzas, Morales, kesetiaan mereka ini aku jamin.

MONTSERRAT : Ayolah, Izquierdo. . .Perwira yang kesembilan adalah aku.

IZQUIERDO  : Ya.

MONTSERRAT : Apa tuan juga bersedia untuk menjamin kesetiaanku ?

IZQUIERDO : Tidak.

P. CORONIL : Apa ? Izquierdo, tuan . . . ? 

IZQUIERDO : Tunggu dulu Padre. Dengarkan baik-baik. Kemarin malam didepan kawan-kawan semua perwira, telah kujelaskan kepada Jenderal laporan yang kuterima dari mata-mataku yang telah berhasil menemukan tempat persembunyian Bolivar yang sedan sakit keras. Dan aku sudah memaparkan rencana penangkapan yang kulakukan pagi tadi. Dua jam kemudian, seorang perwira sudah meminta kuda buat suatu soal yang penting. Waktu itu penjaga kandang berkata . . . . . . 

MONTSERRAT  : “Hari gelap sekali, tuan. Lebih baik tunggu bulan terbit . . . . .”

IZQUIERDO       : Sungguhpun hari gelap ia berhasil juga sampai ketempat Bolivar yang lagi mengigau karena demam panas. Orang berhasil menaikkan sisakit itu keatas pelana kuda hitam . . . 

MONTSERRAT : Tapi ia tidak kuat duduk di atas pelana, karena panas dan terlalu lemah.

IZQUIERDO : Waktu serdadu-serdadu kita datang, semua pelosok mereka geledah dengan sia-sia . . . . . . . 

 MONTSERRAT : Karena dongkol dan marah mereka bunuh semua penduduk, dan seorang gadis sudah memotong lehernya sendiri dengan pecahan kaca, supaya tidak dapat diperkosa oleh serdadu serdadu itu. 

IZQUIERDO : Tapi kami sudah berhasil, kami menangkap eorang Negro yang sudah mengangkat Bolivar dengan tangannya sendiri ke atas kuda hitam itu. Sebelum ia kami gantung, ia kami tanyai. Dan ia menceritakan bagaimana mulianya wajah dan gagah sikapnya sahabat Bolivar itu. (PEDRE CORONIL KELUAR PERLAHAN)  Baik anda ketahui padre, bahwa tidak ada gunanya meminta kepada yang mulya supaya ia memberikan ampun. Ada kewajiban yang harus ditunaikan dan beliau sudah memberikan kebebasan kepadaku untuk menunaikan kewajiban tersebut.

P. CORONIL : (DENGAN GUNDAH) Aku tidak akan pergi memohon ampun. Aku mau kegereja. Tuan boleh mencari aku disana, jika tuan memerlukan aku untuk mendampingi orang celaka itu.




                                                ADEGAN VI 
                   PELAKU YANG SAMA kecuali PADRE CORONIL 
                            
IZQUIERDO        : (DENGAN CEPAT)  Waktu mendesak. Bolivar akan bersembunyi karena takut pada patroli kita, sampai malam turun. Sesudah itu ia akan mencoba meloloskan diri. Waktu masih ada lebih sedikit tiga jam. Sehabis satu jam kita akan berangkat menangkap dia . . . Morales.

MORALES          : Ya.

IZQUIERDO        : Bawa sepuluh orang serdadu dan pergi ke lapangan depan. Tangkap keenam orang pertama yang kau jumpai disitu dan bawa kemari.

MORALES          : Keenam orang yang datang kesana ? Tak perduli siapa ?

IZQUIERDO        : Tentu.  Lekas !

MORALES          : Dengan segera.


                                                 ADEGAN VII
            MONTSERRAT, IZQUIERDO, ANTONANZAS, ZUAZOLA.
Kedua perwira terakhir berdiri dibelakang Montserrat siap untuk menangkapnya
                                      








IZQUIERDO      : Aku kasihan melihat kau, Montserrat.  Aku tahu, kau adalah seorang yang tabah dan keras hati . . . . Sifat-sifat ini akan kau perlukan sekali dalam keadaan sekarang ini.

MONTSERRAT  : Aku tidak takut menghadapi apapun.

IZQUIERDO     : Mari kita lihat. Kau bisa kusiksa, kurajam sampai mati, tapi kau pasti tidak akan mengatakan dimana Bolivar kini berada. Dan jika kau mati, demi Tuhan, harapanku untuk menangkap Bolivar  akan hilang. Jenderal sudah memberikan kebebasan penuh kepadaku untuk memilih cara yang boleh kupakai untu membuat kau bicara dan mengatakan dimana kawan kau itu bersembunyi. . .

MONTSERRAT  : Jika kau tahu, aku tih tidak akan icara, mengapa tidak kau tembak saja aku ?

IZQUIERDO        : (PERLAHAN) Kau akan bicara ….  (IA BERJALAN BOLAK BALIK. TAPI TIBA-TIBA IA BERHENTI LALU MEMANDANG NANAP MONTSERRAT) . . . Dengarkan baik-baik. Dala kamar ini akan kukuncikan enam orang bersama kau. Orang yang ditangkap dijalan secara kebetulan. Orang-orang yang takbersalah, Montserrat. Laki-laki dan perempuan dari kalangan rakyat ini, yang lebih kau cintai daripada panji-panji negerimu sendiri. Dalam jangka waktu satu jam, jika kau belum juga mengatakan dimana tempat persembunyian Bolivar, maka keenam orang itu akan kusuruh tembak.

MONTSERRAT  : Tidak mungkin. Izquierdo. Kejam sekali.

IZQUIERDO        : Tidak perduli. Asal ada hasilnya . . . . .

MONTSERRAT  : Aku minta menghadap jenderal . . . .

IZQUIERDO       : (KASAR) Permintaan kau ditolak . . . (DIAM) Kau punya waktu satu jam. Sehabis satu jam, jika kau masih berkeras kepala, mereka akan kutembak dibelakang dinding ini. Kau boleh memilih satu antara dua : membunuh Bolivar, penghianat dan pemberontak, atau membunuh manusia yang tak berdosa.

MONTSERRAT  : Kau rendah sekali. Sebetulnya kepala kau sudah kuhancurkan di Gomara, waktu kau mengubur tawanan hidup-hidup.

IZQUIERDO        : Diam. Hari ini soalnya tidak semudah di Gomara.

MONTSERRAT  : Bencinya aku pada kau (IA MENCOBA MELOMPAT KEARAH IZQUIERDO, TAPI DITAHAN OLEH YANG LAIN).

IZQUIERDO        : Aku kasihan melihat kau. Aku merasa kasihandengan seluruh jiwaku, karena ujian yang harus kau atasi berat, berat seli.

MONTSERRAT  : Aku mau bertemu dengan Jenderal. Yang Mulia akan menjatuhkan hukuman tembak karena aku sudah berkhianat, karena aku memihak kepada rakyat yang kita tindas. Karena aku tak setia pada raja. Aku akan ditembak atas semua perbuatanku. Tapi buat aku tidak jadi apa. Aku bersedia mati karena telah berkhianat. Kuakui, disini aku adalah penghianat. Dan ini kulakukan karena aku manusia. Karena aku punya rasa kemanusiaan. Karena aku bukan mensin buat membunuh, manusia yang ganas dan tiada perasaan . . . . .

IZQUIERDO        : Cukup. Jenderal sudah memberi perintahpadaku untuk membuat kau bicara dan mengatakan dimana Bolivar. Tak perduli caranya apa. Aku pergunakan cara ini. (DIAM)  Aku tidak perduli apa-apa, oarang-orang yang nanti datang kemari, pro atau anti pada kita, apa mereka benci atau sayang kepada kita.  Yang paling penting ialah mereka adalah orang-orang yang tak berdosa. Barangkali mereka rakyat Sri Baginda yang setia. Itu lebih baik lagi. Sihingga tidak ada manusia yang bisa mereka salahkan, kecuali kau. Kau bersalah karena kau sudah menolong seorang pemimpin pemberontak. Kau tahu dimana dia ?  katakan, katakan.  Enam jiwa tak bersalah lawan nyawa seorang penghianat, seorang bandit.

MONTSERRAT  : Tidak. Tidak, aku tidak mau.

IZQUIERDO        : Apa yang menjadi kesulitan ? Kehormatan barangkali, he ?  Memang bukanla suatu kebiasaan untuk menyerahkan kawan yang kita sudah selamatkan sendiri. Begitu kan ? Coba fikir, Montserrat. Enam nyawa tak berdosa. Coba timbang baik-baik . Kehormatan . . . . . .

MONTSERRAT  : Bukan disitu letak persoalannya. Bukan, bukan kehormatan.
IZQUIERDO        : Jadi apa ?                                                                                  (DILUAR KEDENGARAN SUARA RIBUT-RIBUT, BUNYI TELAPAK KUDA. SUARA:  “MAJU”  . . . . . . . “AKU TIDAK BERSALAH” . . . . . .


                                ADEGAN  VIII
                     PELAKU-PELAKU SAMA, 
                    TAMBAH PEMBUAT POCI,
             SAUDAGAR,   SERDADU-SERDADU. 



IZQUIEDO     : Ini sudah datang dua orang, Montserrrat. Barangkali kau mengira aku tak akan menjalankan apa yang kukatakan. Bahwa soalnya hanya sekedar sebuah olok-olok. Tidak. Kau kenal aku.

MONTSERRAT  : Aku kenal kau . . . Tapi ini mustahil . . . . Ini tidak mungkin.


PEMB.  POCI      : Kami ditangkap .
 . . .
IZQUIERDO        : (DENGAN RIANG)  Jadi ?

PEMB. POCI       : Kami tak bersalah apa-apa . . . aku,  aku lagi lewat 
. . 
IZQUIERDO        : Aku tahu,  aku tahu .
SAUDAGAR       : Apa kami boleh tahu, apa persoalan sebenarnya ?
 . . . .
IZQUIERDO        : Kau akan diberi tahu.

SAUDAGAR       : Karena .
 . .
IZQUIERDO        : Karena apa ?

SAUDAGAR       : Aku lagi ditunggu.

IZQUIERDO   : (MEMANDANG NGI SAUDAGARSEOLAH MAU MENELANNYA)  Ditunggu siapa ?

SAUDAGAR       : Ditunggu isteriku . . . . di rumah.

IZQUIERDO        : Oh, begitu. Jadi isteri kau lagi menunggu. Tapi kau kan tidak perlu terus menerus berpelukan dengan isterimu. Demi Santa Yacub, kau akan dihisap sampai habis. Istirahat sedikit. Kumpulkan kekuatan . . . . Apa sudah lama kau kawin ?

SAUDAGAR       : Hampir satu tahun.

IZQUIERDO        : Ah, Aku mengerti . . . . Siapa kau sebenarnya ?

SAUDAGAR       : Salas Ina,  saudagar . . .  Di  Plaza del Reii

IZQUIERDO        : Tentu, tentu. Kau berdagang kain dan wol . . . . itu kan ?

SAUDAGAR       : Ya.




IZQUIERDO       : Di Plaza del Rei . . . . Betul, betul. Saudagar kaya . . . . Dagang besar Isterinya cantik. Ini kata orang. Orang mengaguminya setiap kali ia keluar gereja pada hari minggu. Ah, pinggangnya, bahunya, matanya. Tapi aku sendiri belum pernah melihat isteri kau itu.  Sayang aku jarang pergi ke gereja. Perwira-perwiraku  yang masih muda yang menyampaikan cerita ini . . . Coba katakan, apa isterimu cantik sekali ?


SAUDAGAR       : (DENGAN KEPALA TERTUNDUK)  Ya.


IZQUIERDO        : Dan kau cinta sekali padanya ?


SAUDAGAR       : Ya. . . . .


IZQUIERDO        : (DENGAN SENANG). Cinta sekali, sebetulnya belum lagi berarti apa-apa. Ayolah . . . apa cinta kau padanya lebih besar dari pada cinta kau pada diri sendiri ?  Jawab. Ayolah.  Lebih dari nyawa kau sendiri ?


SAUDAGAR       : Ya . . 
. .

IZQUIERDO        : (SENANG)  Bagus. Pendiriaku juga begitu dalam soal cinta . . Satu pertanyaan lagi. Berapa kau taksir kekayaan kau ?  Apa gedung Plaza del Rei itu kau punya ?  Kau terkenal seorang kaya raya. Coba ceritakan.


SAUDAGAR       : Aku punya . . . .  dus rumah gedung.

IZQUIERDO      : Dua rumah gedung ?  Oh , pasti bukan gedung-gedung kecil. Gedung-gedung basar yang indah. Tapi kau tentu juga panya ternak. Jangan coba-coba sembunyikan, nanti kau menyesal. Coba katakan . . . .
.
SAUDAGAR       : Aku punya 1200 ekor sapi.

IZQUIERDO     : Demi Ruh Kudus, kau lebih kaya lagi dari pada yang kusangka semula. Dan semua kawan-kawan manis ini tentu melompat-lompat dan memamah biak di atas padang rumput kepunyaan kau juga . . . . . Pendeknya : satu kekayaan yang lumayan. Isteri cantik. Kau seorang yang bahagia. Coba jawab. Apa kau seorang yang bahagia ?

SAUDAGAR         : Ya.

IZQUIERDO    : Bukan, bukan begitu caranya. Katakan : Aku seorang yang  berbahagia.

SAUDAGAR       : Aku seorang yang berbahagia.

IZQUIERDO     : Bagus. Kau dengar itu, Montserrat ? Ia seorang yang berbahagia. Ia telah mencapai semua yang ia rindukan. Cinta, kekayaan, kemudaan . Ia memetik kehidupan dari buah yang paling baik dan bunga yang paling harum.  Ia ingin memiliki itu untuk selama-lamanya. Kau ingat itu, Montserrat ? (KEPADA PEMBUAT POCI) Baik. Dan kau. Siapa kau ? Orang miskin. Tak punya bunga. Tak punya buah.  Itu aku bisa lihat.

PEMB. POCI       : Aku Luhan, Arnal Luhan.  Pembuat poci . . . .

IZQUIERDO     : (RIA) Pembuat Poci . . .  Seorang pembuat poci. Morales menangkap seorang pembuat poci.

ANTONANZAS  : Ya. Dialah Luhan yang termashur . . . . Aku kenal padanya.

IZQUIERDO       : (KETAWA) Apa, kau kenal blasteran ini ?

ANTONANZAS : Dialah yang membuat poci berupa binatang yang dapat memperdengarkan suara binatang . .
. . .
IZQUIERDO        : (SUNGGUH) Itu menarik sekali . Coba jelaskan. Bagaimana caranya ? Aku pernah melihat poci seperti itu. Berupa kucing. Waktu air di dalanya kutuangkan, ia mengeong seperti kucing. Aneh sekali.

PEMB. POCI      : Aku di lahirkan di Peru. Keluargaku ada disana. Aku kemari beberapa waktu yang lalu mengikuti sebuah kafila. Di negerikulah aku mempelajari rahasia pembuat poci Indian jaman purba. Aku mencoba untuk menyempurnakannya.

IZQUIERDO   : (DENGAN PERHATIAN YANG SUNGGUH-SUNGGUH) Bagaimana ?  Menyempurnakan bagaimana ?

PEMB. POCI       : Ya . . . aku menemui cara-cara baru untuk menyalurkan air kebagian dalam poci. Aku ingin meniru, bukan lagi suara binatang, tapi suara manusia.

IZQUIERDO        : Suara manusia ?

PEMB. POCI       : Ya . . .  Aku membuat poci berbentuk kelapa manusia yang bisa berbicara.

IZQUIERDO        : (YANG KELIHATANNYA SEOLAH LUPA PADA YANG LAIN)  Tentu, tentu. Dan kau berhasil ?

PEMB. POCI       : (DENGAN BERSAHAJA) Secara terus terang, baru seperuh. Aku berhasil membuat sebuah kepala manusia dari tanah yang dibakar yang dapat menangis . . . . Kalau isinya dituangkan,  maka air mata mengalir dari sudut matanya dan pada saat itu orang akan mendengar suara terisak-isak, semacam sedusedan.

IZQUIERDO        : (KAGUM) Luar biasa sekali.

PEMB. POCI       : Oh, orang Indian purbakala Peru sudah dari dulu tahu membuat poci yang pandai menangis.

IZQUIERDO        : Ingin aku rasanya melihatnya.

PEMB. POCI       : Aku tinggal dekat sini.

IZQUIERDO     : Ya. Diam . . . . Tunggu sebentar . . . (IAMENDENGARKAN SUARA RIBUT-RIBUT DARI LUAR LALU BERPALING KE PINTU).


                  ADEGAN IX

(PELAKU SAMA, TAMBAH :
IBU, AKTOR, ELENA, RICARDO,
MORALES, SERDADU SERDADU.)

                                                     
IBU                    : (PADA IZQUIERDO) Tuan, serdadu-serdadu ini telah menangkap kami. Mengenai yang lainnya aku tidak tahu. Tapi aku, aku tidak ada melakukan apa-apa. Aku tidak mengerti mengapa aku dibawa kemari.

AKTOR           : Aku juga tidak.

IBU                : Aku kebetulan lewat. Aku lagi mencari roti. Kedua anakku kutinggalkan sendiri di rumah. Yang kecil berumur 10 bulan dan sebentar lagi ia harus disusukan, yang tua berumur dua tahun. Kini lagi tidur, Apa akan lama aku disini

IZQUIERDO   : (KEPADA MONTSERRAT) Kau dengar itu, Montserrat ? Kaulah yang mejawab . . . .  Kau tak mau berkata apa-apa ?  (TAWANAN-TAWANAN ITU MEMANDANG KEPADA MONTSERRAT, DENGAN HERAN)

AKTOR            : Tuan Kolonel, kami tidak melakukan apa-apa. Mengapa kami ditahan ? Apa soalnya sebetulnya ? Aku kebetulan lewat dijalan. Mau pulang. Aku baru kembali menemui kawanku, Roig, musikus. Ini bisa dibuktikan.

IZQUIERDO     : (KEPADA MONTSERRAT) Kau juga dengar ?  Tidak berbuat apa-apa. Mereka takada berbuat  apa-apa. Orang-orang tak berdosa. (MORALES MENDEKAT KE IZQUIERDO, LALU MENUNJUK KEARAH AKTOR SAMBIL BERBISIK . . . . IZQUIERDO DENGAN LANTANG)  Ah, dia. Ini lucu sekali. Ia tak kukenali samasekali. Apa betul kau Yuan Salcedo ?

AKTOR             : (PENUH PELAN)  Ya, tuan Kolonel. Yuan Salcedo Alvarez.

IZQUIERDO      : Kau datang ke Cadiz enam bulan yang lalu bersama kumpulan theater kerajaan Sevilla.

AKTOR             : Ya, betul tuan Kolonel.

IZQUIERDO   : Aku melihat kau bermain di atas geladak kapal “Infante Isabel” di teluk La Guyara.

AKTOR           : (DENGAN PENUH HARAPAN) Betul, tuan Kolonel, kami memainkan Ascasio, sebuah tragedi modern berbentuk prosa . . .  Sebuah drama yang kuat sekali.

IZQUIERDO     : (DENGAN KERAMAHAN YANG DIBUAT-BUAT) Ya, tapi banyak yang terlalu dilebih-lebihkan dan bicaranya terlalu panjangan . . . . Menurut hematku babak keduanya agak membosankan. Sungguhpun begitu keseluruhannya menyenangkan juga. Lagi pula itu malam indah, dikitari oleh teluk yang berwarna biru. Pertunjukan berlangsung diantara barisan obor-obor. Kau waktu itu jadi Ascasio . . . . . .

AKTOR             : Ya, tuan Kolonel.

IZQUIERDO     : Ya, aku ingat sekali. Aku ingat Ascasio . . . . (IA MERENUNG) Di akhir babak ketiga ia mati dengan cara yang agung sekali.

AKTOR             : Maksud tuan dalam adegan dikaki tiang gantungan.

IZQUIERDO     : Ya itu. Dimana ia berpaling pada algojonya dan menolak untuk merasa benci kepadanya. Dimana ia memaksa dirinya untuk memberikan maaf dengan rasa yang tulus ikhlas . . . .

AKTOR             : Supaya sukmanya tetap tinggal murni.

IZQUIERDO   : (IRONIS) Sikap yang agung . . .  (IA MERENUNG DENGAN KEPALA TERTUNDUK, MEMANDANG NANAP KEUJUNG SEPATUNYA, TANGAN DIPUNGGUNG) . . .  Betul Salcedo. Lapangan pekerjaan itu indah sekali. Setiap kau bisa jadi orang lain. Kau tetap kau, tetapi sekaligus kau jadi orang lain. Kau sekaligun menjalankan nasib orang lain. Kau mati jika kandil dinyalakan, dan kemudian kau bangkit dengan percinntaan, derita atau kesedihan orang lain. Kau mati beratus kali dan kau lahir kembali beratus kali. . . . . (DIAM) Alangkah mengasyikkannya hidup seorang aktor. Kau jadi Ascasio atau Redrigues atau Don Juan atau Sigismond, tanpa berhenti jadi diri kau sendiri.

AKTOR           : (DENGAN GERAK YANG SAMAR) Ya, pekerjaan ini mengasyikkan sekali.

IZQUIERDO   : (DENGAN SENYUM DINGIN) Mengasyikkan . . . Aku percaya. Baiklah Juan Salcedo Alvares, hari ini kau keberi suatu peranan besar, sesuai dengan bakatmu. Hari ini kau bukan jadi Ascasio, bukan Rodrigues, bukan Don Juan, bukan Sigismond. Tapi hari ini kau Juan Salcedo Alvarez. Ini adalah peranan yang bagus sekali. Peranan yang tidak akan pernah lekang dari ingatan manusia. Diseluruh benua Amerika lama masih orang akan bicara tentang kebesaran Juan Salcedo sebagai Juan Salcedo. Nanti orang berkata tentang kau : “Ia pernah main sebagai Rodrigues, sebagai Don Juan, sebagai Sigismond. Tapi tak ada permainannya yang begitu besar seperti tatkala ia bermain sebagai dirinya sendiri.

AKTOR            : Aku tidak mengerti, apa maksud tuan ?

IZQUIERDO  : Kau akan lihat. Kini sudah dapat kukatakan, bahwa kau harus memainkan atau menghidupkan . . . kau tahu keduanya itu sama . . . sebuah drama ciptaan sendiri. Kau ingat, kan, Sigismond dalam “kehidupan mimpi semata”? Ia tidak lagi tahu, apa ia hidup karena ia bermimpi, atau ia bermimpi karena ia hidup . . . .  Keadaan kau hampir sama dengan keadaannya. (IA TERTAWA)

AKTOR           : (DENGAN CEMAS) Aku ingin tahu . . . .                  (PERLAHAN-LAHAN MASUK PADRE CORONIL. IA MEMANDANG KEPADA TAWANAN-TAWANAN ITU DENGAN PENUH PERTANYAAN)

                                          ADEGAN  X
               PELAKU SAMA, TAMBAH PADRE CORONIL









IZQUIERDO        : (PADA PADRE CORONIL) Ah, padre izinkan aku memperkenalkan aktor besar Juan Salcedo Alvarez. Ia khusus bermain untuk kita. Tapi malam ini ia tidak perlu berusaha untuk menghidupkan sukma orang lain, karena ia akan bermain sebagai dirinya sendiri. Tuan tidak akan senang pada kami, begitu kan padre ?  orang tidak boleh main dengan sukma buatan. Dan Tuhan tidak akan sayang pada orang yang menghidupkan diatas panggung suatu sukma yang bukan ciptaannya. Begitu kan ?



P. ORONILC        : (DINGIN) Ada apa ? mengapa orang-orang ini disini ? Apa yang mereka lakukan ?



SAUDAGAR       : Padre kami tidak melakukan apa-apa. Aku kebetulan lewat di jalan. Aku ditahan lalu digiring kemari. Percayalah aku tidak ada melakukan apa-apa.



P. CORONIL        : (KEPADA IZQUIERDO) Coba jelaskan bagiku.


IZQUIERDO        : (KEPADA TAWANAN) Dengan segala senang hati. Aku tahu kalian tidak ada melakukan apa-apa. Justeru karena itu kalian ada disini. Kalian tidak berdosa. Satu-satunya kesalahan kalian ialah karena kalian tidak berdosa. Sebetulnya penilaianku ini masih sangat lunak. Jika aku boleh menafsirkan jalan fikiran asli Padre Coronil, maka aku harus menuduh kalian telah melakukan suatu kejahatan besar. Kalian melakukan kejahatan, karena kalian datang kebumi. Begitu, kan Padre ?

SAUDAGAR       : Aku tidak mengerti.

P. CORONIL        : (KEPADA IZQUIERDO) Jangan berolok-olok.

IZQUIERDO        : (KEPADA SAUDAGAR) Diamlah, kau akan mengerti. (IA MEMANDANG KEPADA SEMUANYA DENGAN DIAM) Dengarkan baik-baik. Perwira yang kau lihat itu adalah seorang penghianat. Ia tahu tempat persembunyian Kolonel Bolivar. Bolivar harus ditangkap malam ini juga. Orang itu tahu dimana ia menyembunyikan diri, tapi ia tidak mau menghianati kawannya. Kalian harus mengusahakan supaya ia mengatakan dimana Bolivar bersembunyi. Jelas ?

IBU                      : Kalau tidak mau, bagaimana ?

PEMB. POCI       : Ia tidak bersedia mengatakannya pada tuan. Bagaimana kami bisa memperoleh pengakuannya. Dan mengapa kami harus menghiraukan dia ?

SAUDAGAR       : Ya, ini bukan urusan kami.

IZQUIERDO        : Disitu letak kehilafan kalian. Nasib kalian tergantung dari segalanya ini.
PEMB. POCI       : Ini tidak masuk akal. Mengapa kami harus ikut campur tangan? 

IZQUIERDO        : Aku akan katakan. Sekarang kira-kira pukul sengah empat. Kalian akan dikurung disini bersama orang itu selama satu jam.

IBU                      : Satu jam ?

IZQUIERDO        : Jika dalam masa satu jam ia belum juga membukakan rahasianya . . . .
P.POCI/SAUDG. : (BERSAMA-SAMA) Baimana ?

IZQUIERDO        : Kalian semua akan ditembak. (DIAM). (SAMBIL MENUNJUK MEREKA SATU PERSATU) Kenam-enam kalian. (DIAM).

IBU                      : Tapi tuan…… anak-anakku  bagaimana ?

IZQUIERDO        : Nyawa mereka tergantung dari mulut orang itu. . . . . (KEDA SERDADU) Kalian jaga dipintu.

MONTSERRAT  : Izquierdo.

IZQUIERDO        : Apa ?(IA MEMANDANG KESEMUA YANG HADIR) Aku kembali sejam lagi. (IA KELUAR TIBA-TIBA IA BERFIKIR LALU BERHENTI)  Ah, tukang poci. Ada sesuatu yang penting yang mau kutanyakan pada kau.

PEMB. POCI       : Ya, tuan.

IZQUIERDO        : (MENGERUTKAN KENINGNYA) Aku ingin tahu . . . . Untuk meniru sedusedan seorang manusia yang menangis dengan pocimu, kau tentu punya cetakan seperti cetakan untuk kucing atau burung. Tentu kau sudah lama memperhatikan orang menangis.

PEMB. POCI       : Ya, tuan.

IZQUIERDO        : Bagaimana caranya ?

PEMB. POCI       : Aku dududk sepanjang hari dibawah jendela penjara orang yang akan dihukum mati.

IZQUIERDO        : Lalu ?

PEMB. POCI       : Diantara mereka sering ada yang menangis.

IZQUIERDO       : (DENGAN SENYUM DINGIN) Tukang. Dari tadi aku sudah merasa, kau lebih cinta pada poci-pocimu dari pada kepada manusia . . . (IZQUIERDO DAN MORALES KELUAR. YANG PALING AKHIR KELUAR IALAH PADE CORONIL)



            L A Y A R   T U R U N 

                                (BERSAMBUNG KE BABAK II)




Sejarah Simon Bolivar
Simon Bolivar (1783-1830)

Simon Bolivar adalah salah satu jenderal terbesar Amerika Selatan. kemenangan-Nya atas orang-orang Spanyol memenangkan kemerdekaan bagi Bolivia, Panama, Kolombia, Ekuador, Peru, dan Venezuela. Ia disebut El Pembebas (Para Pembebas) dan "George Washington dari Amerika Selatan."

Bolivar lahir di 24 Juli 1783, di Caracas, Venezuela. Orang tuanya meninggal ketika ia masih anak-anak dan ia diwarisi keberuntungan. Sebagai seorang pemuda, ia melakukan perjalanan di Eropa.

Ketika ia kembali ke Venezuela, Bolivar bergabung dengan kelompok patriot yang disita Caracas tahun 1810 dan memproklamirkan kemerdekaan dari Spanyol. Ia pergi ke Inggris untuk mencari bantuan, tetapi bisa hanya janji netralitas Inggris. Ketika ia kembali ke Venezuela, dan mengambil komando tentara patriot, ia merebut kembali Caracas tahun 1813 dari Spanyol.

Spanyol memaksa mundur dari Bolivar Venezuela ke New Granada (sekarang Kolombia), juga berperang dengan Spanyol. Dia mengambil komando pasukan Kolombia dan ditangkap Bogota pada tahun 1814. Para patriot, bagaimanapun, tidak memiliki laki-laki dan perlengkapan, dan baru mengalahkan dipimpin Bolivar untuk melarikan diri ke Jamaika. Di Haiti dia mengumpulkan kekuatan yang mendarat di Venezuela tahun 1816, dan mengambil Angostra (sekarang Ciudad Bolivar). Dia juga menjadi diktator di sana.

Bolivar berbaris ke New Granada di tahun 1819. Ia mengalahkan orang-orang Spanyol di BOYAR tahun 1819, membebaskan wilayah Kolombia. Dia kemudian kembali ke Angostura dan memimpin kongres yang mengorganisir republik asli Kolombia (sekarang Ekuador, Kolombia, Panama, dan Venezuela). Bolivar menjadi presiden pertama pada tanggal 17 Desember 1819.

Bolivar hancur tentara Spanyol di Carabobo di Venezuela pada tanggal 24 Juni 1821. Selanjutnya, ia berjalan ke Educador dan menambahkan bahwa untuk wilayah republik Kolombia baru. Setelah pertemuan pada 1822 dengan yang lain pembebas besar, Bolivar menjadi diktator di Peru. Pasukannya memenangkan kemenangan atas orang-orang Spanyol di Auacucho pada tahun 1824, yang diperlukan kekuasaan Spanyol di Amerika Selatan. Upper Peru menjadi negara terpisah, bernama Bolivia untuk menghormati Bolivar, dalam 1825. Konstitusi, yang ia menarik Facebook Bolivia, adalah salah satu pernyataan paling penting nya politik.

- Harvey L. Johnson