B A B A K K E D U A
ADEGA I
MONTSERRAT, KEENAM
TAWANAN
MONTSERRAT berada
disebelah kanan bersandar kemeja dan kepalanya tertunduk.
SAUDAGAR : Mengapa tak kau jawab ? Coba pandang
aku.
PEMB. POCI : Waktu habis juga. Kita sudah kehilangan
berpuluh-puluh menit. Coba katakan. Ceritakan pada kami apa yang mau kau
lakukan. Jangan membisu seperti ini.
IBU : Begini. . . . (IA DATANG MENDEKAT MONTSERRAT DAN BERKATA
DENGAN AGAK MALU-MALU) Kau percaya perwira tadi akan melakukan apa yang ia katakan ? Jawablah. Kami minta dengan sangat. Kau
pasti, bahwa jika kau tak mau bicara, kami akan ia . . . . ia akan memenuhi
ucapannya ?
MONTSERRAT : Ya, ia akan melakukan apa yang ia katakan.
SAUDAGAR : (DNGAN MARAH) Kalau begitu kau mesti
terangkan pada kami. Kaadaan ini edan sekali. Menyeramkan. Coba jelaskan.
MONTSERRAT : Semua sudah dijelaskan pada tuan-tuan . . .
. .
PEMB. POCI : (DENGAN PUTUS ASA) Jadi perwira itu
sanggup melakukan apa yang ia janjikan ?
Kau yakin ? Ia sanggup
menjalankan kekejaman ini ? Jawab.
MONTSERRAT : (TANPA MENGANGKAT WJAHNYA). Aku yakin. Ia
sanggup. (DIAM) Dialan yang mengubur hidup-hidup semua tawanan yang tertangkap
dipertempuran Gomara. (TAWANAN-TAWANAN ITU BERPANDANG-PANDANGAN DENGAN KECUT).
SAUDAGAR : (PUTUSASA) Diam . . . .
PEMB.POCI : Satu-persatu mereka ia suruh masuk
kedalam lubang itu . .
AKTOR : Tapi siapa kau, makanya kau
berhak menimpakan kemalangan ini atas diri kami ?
PEMB.POCI : Kau orang Spanyol ?
MONTSERRAT : Ya.
PEMB.POCI : Dan kau menyembunyikan Bolovar ?
MONTSERRAT : Ya.
AKTOR : Mengapa ? Mengapa ?
Kalau begitu kau penghianat. Kau berhianat pada raja. Kau bersekongkol
dengan pemberontak. Mengapa ?
MONTSERRAT : (BIMBANG. TANPA MELIHAT PADA TAWANAN-TAWANAN
ITU. Karena aku . . . . aku berpihak pada tuan-tuan.
SAUDAGAR : Apa maksud kau ? Berpihak pada kami ?
MONTSERRAT : Aku berpihak pada tuan-tuan untuk melawan
kalanganku sendiri. Untuk menentang penindasan mereka, kekejaman mereka. Untuk
melawan cara-cara mereka yang menegakkan bulu
tengkuk, yang berlawanan samasekali dengan peri kemanusiaan. Tuan-tuan
sendiri dapat melihat. Bagi mereka, hidup manusia, martabat manusia, tidak ada
artinya sama sekali.
SAUDAGAR : Aku tidak peduli apa kau pro atau anti
Spanyol. Pro atau anti kami. Itu soalnya. Kami yang keenam ini kini yang lagi
terancam. Kami yang mau dibunuh. Dan kami mau tahu, apa yang mau kau lakukan.
IBU : Ya, apa yang mau kau
lakukan.
AKTOR : (MENGANCAM).Katakan, dimana
Bolivar kau sembunyikan ? Aku tidak mau mati cara begini. Aku tidak ada
melakukan kejahatan. Dan aku orang Spanyol, orang Spanyol, orang Spanyol,
jangan kau lupa. Aku mau pulang kerumah. Aku baru saja menemui kawanku Roig,
musikus. Ini bisa dibuktikan. Dan aku belum pernah berkomplot. Sekalipun tidak
pernah. Aku main buat Sri Baginda dalam tahun 1807. Aku kerja di Theater
kerajaan di Madrid sampai orang Perancis datang. Aku selalu setia pada Sri
Baginda. Selalu, dari dulu sampai kini. Aku tidak pernah sedia untuk main buat
orang Perancis.
SAUDAGAR : MENGANCAM) Kau mau katakana, ya atau tidak ?
AKTOR :
Jadi kau . . . . tak mau mengatakan
apa-apa ?
SAUDAGAR : MENGANCAM) Kau mau katakana, ya atau tidak ?
MONTSERRAT : Coba maklumi aku.
PEMB. POCI : Apa yang mesti dimaklumi ? Apa kau kira
kami belum juga maklum apa yang dikatakan perwira tadi ? Atau Bolovar kau serahkan atau kami semua mereka
tembak. Begitukah ? Aku punya anak lima
orang. Yang ulung belum lagi sampai 11 tahun umurnya. Mereka sekedar dapat
kuhidupi dengan jalan membuat dan menjual poci-pociku. Kau takpeduli, karena
bukan kau yang harus memberi makan mereka. Bagaimana ?
MONTSERRAT : (DENGAN PENUH PERASAAN) Itu benar. Semua itu
benar Masing-masing kalian punya kebenaran dan kehidupan yang mesti kalian
bela, dan hal-hal yang lebih penting dari kehidupan. Tapi Bolivar adalah
harapan yang terakhir, satu-satunya harapan masa depat seluruh rakyat Venezuela
untuk membebaskannya dari penjajahan Spanyol. Jika Bolivar kuserahkan, maka
sebetulmya bukan hanya Bolivar saja yang sudah kuserahkan, tapi aku juga sudah
menyerahkan kemerdekaan, kehidupan berjuta-juta manusia.
AKTOR : Kita celaka sudah. Ia tidak mau
mengatakannya.
MONTSERRAT : (SEOLAH TAK MENDENGAR) Soalnya bukan
mengorbankan tuan-tuan sekalian untuk kepentingan satu nyawa. Dari samudera
kesamudera, dari Guyanaquil sampai ke Caracas, dari Panama sampai Cuzco,
Seluruh Veneswela, seluruh Granada baru, suatu benua mengharapkan Bolovar untuk
memerdekakannya. Satu dunia yang menderita dibawah penindasan yang paling
kejam, ganas dan rendah.
AKTOR : Ia tidak mau mengatakan. Kita
akan ia kurbankan.
MONTSERRAT : (DENGAN LEBIH TENANG) Bolivar adalah
satu-satunya manusia, satu-satunya pemimpin, yang sanggup memimpin rakyat ini
untuk memerdekakan diri dari Spanyol. Ia sanggup memimpin revolusi ini hingga
tercipta suatu Negara merdeka dan di
bumi ini bangkit suatu bangsa yang merdeka.
AKTOR : (POTUS ASA) Jadi, kau tidak bersedia
mengatakannya ?
PEMB. POCI : Itu kan belum lagi keputusan bahwa kau
mau mengurankan kami kan ?
IBU : (DENGAN KECUT) Tidak,
tidak. Ia akan mengatakannya. Lihatlah nanti.
PEMB. POCI : (DENGAN KERAS) Kau mau mengatakan dimana Bolivar
bersembunyi, Ya atau tidak.
MONTSERRAT : (MENJAWAB DENGAN BIMBANG. IA MENDERITA) Coba
maklumi aku.
PEMB. POCI : Tidak. Jawab tanyaku. Waktu sudah hampir
habis. Perwira tadi segera kembali. Jawab. Jawab. Kalau tidak kau kucekik.
IBU : Jangan. Ia akan menjawab.
Kalian lihat nanti. Ia akan menjawab.
MONTSERRAT : Dengarka aku. Kalian semua hidup di bawah
penindasan orang-orang yang ganas dan tak kenal kasihan.Apa kalian tak punya
rasa bangga ? Apa kalia tak punya rasa harga diri ? Apa kalian tidak benci pada algojo-algojo
Campillo, pada tukang-tukang begal Cumata ?
Ingat itu. Kenanglah kembali. Di Compillo, jenderal Roseto, telah
membakar tawanannya hidup-hidup. Di Cumata, Morales memakukan semua bayi ke
daun pintu. Dan Antonanzas gembira, karena dapat mengumpulkan tangan-tangan
yang orang yang dipenggal. Dan Izquierdo menjerat semua gadis-gadis muda untuk
memuaskan nafsu anak buahnya. Mata-matanya dimana-mana, berkuasa, ganas dan tak
kenal kasihan, . . . . . . Dan bukankah dia sendiri yang menciptakan siksaan
yang harus kita jalani sekarang ini?
PEMB. POCI : (TRPUKAU OLEH PEMBICARAAN ITU) Kita
akan ia biarkan ditembak.
MONTSERRAT : Bagi orang Spanyol, kalian bukan manusia.
Dalam mata mereka, kalian adalah binatang, makhluk lata yang boleh saja dibunuh
jika perlu. Kekejaman yang begitu banyak siksaan yang begitu perih. Apa semua
ini tidak menimbulkan keinginan untuk berontak dalam dada kalian ? Kaum
revolusioner kalah di Dan Mateo ? Apakah ini berarti sebagai ahir dari segala
harapan ? Tidak. Tidak. Percayalah padaku. Kuminta dengan seluruh hatiku. Ia
akan mengumpulkan semua gerilya kembali. Ia akan membangunkan tentara kemerdekaan kembali. Hanya Bolivar yang
dapat menyelesaikan revolusi ini. Ia akan menyelamatkan kalian. Dan ini akan ia
lakukan, berapapun kurban yang harus ia berikan.
SAUDAGAR : Ya atau tidak. Kau mau mengatakan
dimana ia bersembunyi ? Bicara. Bicara. Laknat.
MONTSERRAT : (DENGAN SABAR) Hiduplah Bolivar. Masa akan
datang dimana negeri ini akan dibebaskan. Kuulangi lagi, disini akan lahir suatu
bangsa yang merdeka. Hiduplah Bolivar.
AKTOR : Coba dengarkan aku. Kau tidak
boleh terus menerus begini. Kau tidak berhak mengurbankan enam nyawa buat menyelamatkan
satu nyawa.
MONTSERRAT : Kau harus mengerti. Aku tahu ini beret buat
kalian. Soalnya bukan enam nyawa lawan satu nyawa. Tapi enam nyawa lawan
kemerdekaan, lawan kehidupan berjuta-juta manusia yang menderita.
MONTSERRAT : (TIDAK MENJAWAB DENGAN SEGERA.
KELIHATAN IA BERGUMUL DENGAN DIRINYA SENDIRI). Aku tidak tahu. Aku tidak tahu
lagi. Aku ingintahu. Aku ingin mengerti diriku sendiri . . . . . Ingin tahu apa aku betul benar . . . . Apa
aku tidak khilaf.
AKTOR : Tentu, tentu.
Renungkanlah. Kau seorang cendekia Kau sendiri akan menemui, bahwa tujuanmu itu
adalah suatu kemusthilan. Bahwa jalan pikiranmu itu menyeramkan sekali. Enam
manusia yang hidup. Ini kenyataan. Tuhan akan memandang kepada kau. Ia akan membantu
kau. Dengarkan suaranya, suara derita kami, keputusasaan kami. Semuanya ada di
depan mata kau. Bukakan hatimu. Biarkan Tuhan masuk ke dalam sukmamu.
MONTSERRAT : Tapi bukankah tadir Tuhan yang
menciptakan segala ujian ini ? Bukankah kita semua harus menerimanya dengan
tulus ? Ah, coba tuan renungkan sendiri. Soalnya kini, bukan menyelamatkan
badan kita, tapi sukma dan sanubari kita. Soalnya malam ini ialah : Mati buat menyelamatkan berjuta makhluk,
untuk menyelamatkan mereka yang malang.
Dengan begitu kita menyertai pengurbanan yang sudah diberikan Isa.
Kalian takut pada maut, tapi maut adalah kekayaan ajaib. Kita kehilangan badan
kita, tapi kita dapat menyelamatkan diri kita. Inilah keinginan Tuhan. Tuhan bersama
kita. Aku pasti. Tuan-tuan ditangkap, dibawa ketempat ini, dan nasib tuan-tuan
ditentukan seperti nasibku. Kenapa kalian harus engkar ? Kalian harus berdo’a. Barangkali kita tidak
dapat menangkap suaranya, tapi kita akan menjalankan kehendaknya.
SAUDAGAR : Dia mengigau. Dia mengigau.
PEMBUAT POCI : Tidak. Tuan sendiri tahu. Ia menolak
untuk bicara.
SAUDAGAR : Ia tidak mau menyerahkan
Bolovar.
PEMBUAT POCI : Kita celaka semua.
SAUDAGAR : Anjing. Kau harus mengatakannya
kepada kami. Kau menghabiskan waktu dengan omong kosong kau itu. Ya, Tuhan,
waktu habis juga, Katakan. Kau harus katakana.
PEMBUAT POCI : Ini semuanya gila, gila sekali. Kau
tidak ada hak untuk menyia-nyiakan kami. Kau harus bicara. Aku punya anak lima.
Mereka harus makan. Mereka masih terlalu kecil. Jika Tuhan yang menyebabkan
segalanya ini, maka ini tidak adil. Aku tidak bisa percaya.
AKTOR : Tidak. Aku mengerti
permainanmu. Kau mau mengalihkan pikiran kami. Kau mau coba membuat kami
percaya, bahwa Tuhan yang membawa kami kemari, bahwa kehendaknya yang
menyebabkan kami ada disini. Misalkan, misalkan itu benar, tapi Tuhan juga
memberikan kebebasan pada kau untuk memilih. Jika Tuhan, atau takdir, atau
nasib buruk membawa kami kemari, kau masih bebas untuk memilih antara kami dan Bolovar.
Akhir-akhirnya kaulah yang menentukan, apakah kami akan selamat atau harus mati
ditembak. Tidak ada gunanya kau katakana pada kami, bahwa dengan jalan
mengurbankan kami, kau sudah memenuhi kehendak Tuhan. Kami bukan kanak-kanak.
Jangan kau coba mengelabui kami. Kau tahu kau bebas memilih. Lakukanlah itu
dengan fikiran yang bias diterima.
MONTSERRAT : Aku tahu . . . Aku tahu aku bebas
memilih. Justeru itu yang memberatkan aku. Apapun juga pilihanku, aku tokh akan
ditembak . . . Apa kau belum juga
mengerti, bahwa siksaan yang terberat bagiku saat ini bukan karena aku harus
mati, tapi karena aku bebas untuk memilih. Tapi barangkali pula , disini letak
ujian yang disediakan Tuhan buatku. Tuhan rupanya meninggalkan makhluknya
diperbatasan kebebasan ini . . . . (DIAM).
AKTOR : Renungkan baik-baik.
Dengarkan suara hatimu. Jika memilih untuk menyelamatkan Bolivar, maka
sekaligus memilih untuk membunuh orang takberdosa. Coba fikir, aku bukan orang
kreol. Aku orang Spanyol. Ini tidak adil sekali.
MONTSERRAT : Membunuh orang takberdosa. Tapi
disamping itu berjuta-juta orang takberdosa
mengharapkan Bolivar.
IBU : Aku punya dua
anak, masih kecil (MONTSERRAT MEMANDANG KEPADANYA DENGAN NANAP. IA KELIHATANNYA
TERTEKAN)
AKTOR : (SAMBIL MEMPERHATIKAN
MONTSERRAT DAN IBU. MATANYA BERPINDAH DARI YANG SATU KE YANG LAIN). Dengar.
Barangkali kau takbersedia memikirkan kami. Tapi coba kau pandang ibu ini. Dia
punya anak kecil dua orang. Yang satu belum lagi 10 bulan umurnya. Yang satu
lagi baru saja 2 tahun. Ia tadi keluar rumah sekedar untuk mencari roti. Cuma
untuk sebentar. Rumah ia tinggalkan terkunci. Ia seorang janda. Aku kenal
padanya. Dan rumahnya jauh terpisah. Ia harus pulang. Cinta kau pada sahabat
kau memang terpuji. Tapi dia, dia juga cinta pada anak-anaknya. Mereka harus
hidup. Mereka tak boleh kau biarkan mati dengan cara begini.
MONTSERRAT : (SAMBIL MENGALIHKAN PANDANGAN) Sehabis
pertempuran Siquisque, perwira-perwira kami memaksa tawanan-tawanan mereka
untuk membunuh isteri dan anak-anak mereka sendiri. Mereka yang menolak dikubur
hidup-hidup dan…..
AKTOR : (MEMOTONG) Aku tahu.
Semua itu kejam. Tapi membiarkan anak-anak ini mati kelaparan, terkunci, tak
berkawan, disana disebuah rumah tinggal, juga kejam . . . .
MONTSERRAT : Beberapa hari setelah Miranda kalah,
aku beroleh perintah untuk menangkap Bolivar. Aku berhasil menemuinya. Aku
bicara dengan dia semalam suntuk. Aku tahu, ia akan memulai peperangan kembali.
PEMBUAT POCI : Kau mau membiarkan kami mati.
MONTSERRAT : Bolivar akan membebaskan rakyat ini
dari perbudakan.
AKTOR : Tapi perempuan itu. Dia
juga manusia. Dan anak-anaknya tak berdosa. (IA MENANGIS) T-a-k b-e-r-d-o-s-a. Memang baik jika kau berpihak
pada rakyat, jika kau menyelamatkan kawan kau. Tapi kau juga harus
menyelamatkan anak-anaknya.
IBU : (DENGAN LEMBUT)
Mereka akan bangun. Pablito akan menangis karena lapar.
AKTOR : Anak-anak itu tak
bersalah apa-apa. Coba kau renungkan.
MONTSERRAT : (BICARARA PADA DIRI SENDIRI). Pada
saat ini, diseluruh negri, lahir beribu-ribu anak dalam perbudakan.
PEMBUAT POCI : Apa katanya ?
AKTOR : Kau dengar sendiri. Ia
tak mau mengatakan.
SAUDAGAR : Ia tidak mau bicara. Ia
keterlaluan. Pembunuh. Kau seratus kali lebih kejam dari pada Spanyol yang
lain. Aku harus keluar dari sini. Bicara.
AKTOR : Tak ada gunanya. Ia tak
akan bicara. Tapi aku, aku belum pernah berkomplot. Aku selalu setia pada Sri
Baginda. Kawan-kawanku sesama actor bisa membuktikan. Mereka boleh ditanyai.
Aku tidak mau dikurbankan buat sesuatu yang bukan urusanku. Ini tidak bisa diterima
akal. Nanti akan kutanyakan pada perwira tadi. Aku juga orang Spanyol, seperti
dia. Ia pasti bisa mengerti.
SAUDAGAR : Dungu. Ia tidak akan bisa mengerti
apa-apa.
AKTOR : Mengapa kau berkata
begitu ? he ? Mengapa ?
SAUDAGAR : Kau juga tahu, justeru itu betul
yang ia kehendaki : orang-orang tak berdosa, supaya bajingan ini bicara. Ini perbuatan
gila. Dan aku punya isteri, yang kini tentu sudah kecemasan. Semuanya karena
laknat ini.
AKTOR : (BUAT DIRINYA SENDIRI)
Ia pasti mengerti
PEMBUAT POCI : Kita semua akan dibunuh.
SAUDAGAR : Isteriku lagi menunggu . . .
Jika dia tidak ada, barangkali semuanya akan lebih mudah. Tapi ia menunggu aku.
Tentu ia sudah berdiri di jendela. Kami belum lagi setahun kawin. Ini terlalu
singkat. Satu tahun cuma, untuk bahagia.
PEMBUAT POCI : Kau tidak punya apa-apa. Tidak punya
isteri, anak, keluarga. Tidak punya apa-apa. Kau bersedia mati. Tapi aku, aku
punya anak lima. Orang lain, berjuta-juta orang lain, kau gila. Perduli apa aku
pada orang lain ? Kalau kau punya anak, seperi aku yang harus kau beri makan,
pakaian, perlindungan..... kau tidak
akan memperdulikan orang lain . . . .
yang sudah cukup dewasa untuk membela diri sendiri.
AKTOR : Tapi, jika kawanmu
Bolivar tahu, bahwa nyawa kami dan segala yang kami cintai, tergantung dari
padanya, aku tahu pasti, ia akan
menyerahkan diri. Aku dengar orang cerita tentang dia. Orang mengatakan ia
berani dan hatinya mulia. Ia tidak akan setuju orang-orang tak bersalah harus
membayar hutangnya.
MONTSERRAT : (SURAM) Bolivar tak punya hak untuk
menyerahkan diri.
AKTOR : Apa katamu ?
MONTSERRAT : Bolivar kini bukan lagi punya Bolivar.
Ia milik perjuangan yang ia sendiri bangkitkan dari beribu-ribu mayat manusia
yang sudah jadi kurban.
SAUDAGAR : Kalian lihat ini, kalian lihat.
Sia-sia. Ia tidak mau bicara. Aku akan mengorek matanya. Matanya akan kukorek.
(IA BERLARI KEARAH MONTSERRAT TAPI DITAHAN OLEH RICARDO).
RICARDO : Tunggu. Tunggu.
SAUDAGAR : Anjing. Biarkan aku.
AKTOR : Biarkan ia bicara.
SAUDAGAR : Buat apa ? Sama dengan bicara pada batu.
RICARDO : (PADA MONTSERRAT). Aku benci
pada orang Spanyol. Aku juga tahu cita-cita Bolivar. Tapi apa kau tahu betul ia
akan pergi ke Puebla ?
MONTSERRAT : Jika aku tidak tahu betul, dari mana
kau kira aku memperoleh kekuatan untuk menahan siksaan ini ?
RICARDO : Ya, tapi aku takut . . .
Ayahku ditembak orang Spanyol, waktu aku berumur lima tahun. Ibuku sendiri.
Baginya berat sekali.
MONTSERRAT : Ya, aku maklum.
RICARDO : Apa kau sudah pikirkan
baik-baik ? Sudah kau timbang ? Soalnya disini, mengurbankan keenam-enam kami
untuk menyelamatkan seorang yang diharap akan melakukan sesuatu dimasa depan.
MONTSERRAT : Ya, memang begitu (DENGAN SURAM).
RICARDO : Enam nyawa manusia sebentar
lagi akan hapus. Enam nyawa dengan segala dakwaan yang menggambarkan dari
kebahagiaan dunia yang rapuh. Apa sudah kau pikirkan itu baik-baik ? Ibu dan kedua anaknya terancam, orang itu dan
isterinya yang lebih ia cintai dari
dirinya sendiri, ayah itu dengan kelima anak-anaknya yang masih kecil-kecil.
Semuanya itu sudah ada, sudah berwujud. Semuanya nyata, fakta diri darah dan
daging. Kebenaran apa yang dapat kau hadapkan pada kenyataan ini. Bukan mustahil
Bolivar yang lagi diburu-buru tertangkap malam ini. Kau mengatakan, ia kau
selamatkan karena tugasnya, dan kau mengatakan, Tuhan menghendaki supaya ia
melakukan itu . . . . Coba renungkan.
Enam jiwa yang sudah punya bentuk sebentar lagi akan dikurbankan untuk
kepentingan suatu perbuatan yang masih di angan-angankan, yang masih berbentuk
harapan, harapan yang dinantikan dari seorang manusia yang sakit dan diburu
kesana kemari.
MONTSERRAT : Aku sudah pikirkan. Ini adalah
kesempatan terakhir.
RICARDO : (LULUH LANTAK) Untuk mati,
Ya. Untuk mati sekarang juga.
PEMBUAT POCI : Tutup mulut kalian. Waktu hampir habis.
Kau lihat sendiri ia tidak mau mengatakannya. Tidak ada yang dapat meyakinkan
dan melembutkan hati orang yang gelap mata ini.
RICARDO : Diam (SEOLAH KEPADA DIRI
SENDIRI) Dalam kenanganku masih hidup pembunuhan di Sequisque. Dan jika
kututupkan pelupuk mataku terbayang gambaran liang-liang kubur yang digali di
Cumata . . . . (DENGAN SUARA SEDIH TERHENTI-HENTI) Aku juga merasai pandangan
hina orang-orang Spanyol. Bagai setuhan tangan batu. Dimana-mana bahkan
sampai-sampai ke dalam rumahku. Tapi ibuku sudah tua dan sebatangkara. Ia akan
menangis sedih sekali.
MONTSERRAT :
Ini kesempatan terakhir. Jika ia hancur, jika Bolivar tertangkap, maka bagi
rakyat ini tibalah masa gelap gulita untuk selama-lamanya. Kesempatan ini harus
dipergunakan. Harus. Pilihanku jelas sudah. Rasanya aku benar. Aku yakin . . .
. Aku harus yakin.
PEM. POCI : Diam. Semua ini gila-gilaan. Dia harus bicara. Kita akan
mati.
IBU : Betul. Waktu berjalan jua, tuan.
AKTOR : Ya. Dia harus lekas bicara. Jika tidak kita
celaka.
IBU :
(BUAT DIRINYA SENDIRI) Fablito kini tentu sudah bangun. Ia tentu menangis. (PADA MNTSERRAT) Kupohonkan pada kau. Lihatlah. Dadaku bengkak karena air susu.
Aku tidak bias tinggal lebih lama.
SAUDAGAR :
Begini. Aku kaya. Aku berikan semua kekayaanku pada kau. Dengan ini kau bias perang
terus. Bolivar barangkali akan mati. Tapi kau dapat melanjutkan perjuangannya.
Au punya tanah dan ternak. Kau bias mempersenjatai rakyat untuk melawan
Spanyol. Aku janjikan semua ini pada kau, di depan saksi-saksi ini.
PEMB. POCI :
Terima. Ayoh terima. Kau akan jadi kaya. Kau muda. Perduli apa kau pada orang lain. Kau bias pergi ke Eropa.
Dengan harta ini kau bias hidup semaumu. Katakan kau setuju. Dia sudah
berjanji.
MONTSERRAT :
Biar aku bersedia menyerahkan Bolivar atau tidak, orang Spanyol tokh tidak akan
membebaskan aku.
PEMB. POCI :
Bunuh dia. Dia harus dicekik. Dia tidak akan mengatakan apa-apa. Kalau dia mati, kita tidak akan diperlukan lagi. Bantu aku. Dia harus dibunuh.
SAUDAGAR :
Dia benara. Dia harus dibunuh. (SEMUA LARI MENUJU MONTSERRAT, LALU TERJADI
PERGULATAN SINGKAT. BANGKU KAKI JATUH.)
AKTOR :
(MENCOBA MENAHAN MEREKA). Jangan. Kita akan disiksa. Jangan. (RICARDO JUGA
CAMPUR TANGAN)
ADEGAN KE II
PELAKU SAMA TAMBAH MORALES DAN PRAJURIT-PRAJURIT
YANG DATANG KARENA MENDENGAR SUARA RIBUT-RIBUT
ADEGAN KE II
PELAKU SAMA TAMBAH MORALES DAN PRAJURIT-PRAJURIT
YANG DATANG KARENA MENDENGAR SUARA RIBUT-RIBUT
MORALES :
Diam (KEPADA PEMB. POCI) Hei, kau. Lepaskan dia. (PEMB. POCI MELEPASKAN
MONTSERRAT) Mengapa dia…. Mengapa berteriak-teriak. Mengapa kau tak menjawab ? Ah, aku mengerti…… Ya, ya. Apa dia sudah
bicara ? Sudah selesai kewajibanmu ?
PEMB. POCI :
Ia belum juga bicara. Tapi kami masih punya waktu. Kami semua akan coba.
MORALES :
Boleh, boleh. Tapi jangan coba membunuh dia. Itu satu satunya kesenangan yang
menjadi hak kami. Mengerti ?
PEMB. POCI :
Ya, tuan.
MORALES :
Lebih baik kalian buru-buru sedikit. Waktu hamper habis. Tidak banyak lagi
tinggal. Apa kalian belum lagi dapat untukmembuat dia bicara ? Rupanya kalian tidak ada sama sekali. Tubuh
manusia, adalah sesuatu yang lembut. (TERTAWA) Daripada bicara tak berguna, lebih
baik misalnya, kalian baringkan dia, lalu letakkan perutnya di bawah kaki meja
itu. Sudah itu kalian di atasnya atau (SERDADU-SERDADU TERTAWA) Bangku kaki itu
juga boleh.
ADEGAN III
PELAKU SAMA TAMBAH
IZQUIERDO YANG
MASUK PELAN-PELAN
SAMBIL MEROKOK
IZQUIERDO : Tenang. Ada apa Morales ?
MORALES : Ia mau mereka bunuh. Gila.
IZQUIERDO : Cukup. . . Saatnya sudah datang untuk dimulai.
PEMB. POCI : (TERKEJUT) Tuan menjanjikan satu jam
IZQUIERDO : Terlalu lama. Aku ingin melaksanakan caraku dengan segera. (DIAM. MEMANDANG
KEPADA ELENA) Demi Tuhan, gadis kecil ini cantik sekali. Kau tidak kulihat
selama ini. Kemana mataku ? ini tidak bisa dimaafkan. (IA MENDEKATI ELENA SAMBIL TERSENYUM) Siapa namamu ?
ELENA : Elena.
IZQUIERDO : Merdu sekali, Elena . . . . E-l-e-n-a. Indian ya ?
ELENA : Ibuku rang Indian.
IZQUIERDO : Ah, anak cinta birahi kalau begitu . . . . pantas kau cantik.
ELENA : Ibuku pelayan di rumah seorang Spanyol. Ia kemudian memperkosa ibuku.
IZQUIERDO : Untung sekali dia dapat menghasilkan kau. Dan kau diturunkan kebumi dengan
cemerlang. Berapa umur kau, gadis manis ?
ELENA : Tujuh belas tahun.
IZQUIERDO : Dan masih perawaan?(ELENA MENUNDUKKAN KEPALANYA)(DENGAN IRONINYA YANG BIASA) Kekayaan yang luar biasa sekali, Morales. Alangkah cemerlangnya pikiranku tadi. Dimana
kutaruh mataku selama ini ? Rupanya aku tadi gelap mata. (MORALES DAN SERDADU-SERDADU TERTAWA, PADA ELENA) Kau tentu saja akan diselamatkan. Mala mini kau jadi kasmaranku. Senang begitu ? (KEPADA MORALES) Yang lima saja ini yang ditembak.
PEMB. POCI : Tapi tuan colonel . . . tuan menjanjikan satu jam. Beri kami kesempatan.
IZQUIERDO : Diam. Aku akan lakukan apa yang aku mau. (KEPADA ELENA) Kau belum lagi
mengatakan kepadaku bahwa kau senang.
ELENA : Aku ingin ditembak bersama yang lain.
IZQUIERDO : (RIANG) Ah, nakal. Sinakal sayang. (IA MENDEKATI GADIS ITU LALU MEMBALUT
RAMBUTNYA) Ah, cintanya aku pada kau. Rambutmu bagus sekali. Buah dada seperti
dewi, Elenaku yang manis . . . . (KEPADA MONTSERRAT DENGAN IRONIS) Dan kau, apa
kau tak terharu oleh permintaan gadis cantik ini ? Apa mata itu tidak bias melumerkan hatimu ? Dan suaranya begitu merdu bagai musik abadi, apa sukmamu tak kenal olehnya ? Kau
keras sekali Mountserrat. Keras bagai batu granit.
MONTSERRAT : Hanya ia sendiri yang lagi belum bicara sampai kini.
IZQUIERD : Oh, begitu ? (DIAM. IA MEMANDANG DENGAN PENUH PERHATIAN) Apa kau betul-betul
sedia, Elena yang manis, untuk mati buat Bolivar yang kau sendiri tidak kenal ? Betul ?
ELENA : Aku tahu pasti, ia akan menyelamatkan Bolivar tanpa memperdulikan kurban. Dan
kedua saudara kandungku ini berada di Puebla ikut berjuang dengan kaum revolusioner.
IZQUIERDO : (RIANG) Morales. Makin lama makin aku senang pada gadis ini. Nanti malam kami
akan makan berdua. Sediakan makanan dalam kamarku. Jangan lupa, anggur Malaga
(PADA ELENA) Apa kau barangkali lebih suka chrry ?
ELENA : Aku ingin menyertai nasib orang-orang ini.
IZQUIERDO : Ayuhlah, Ayuhlah, kau adalah gadis yang pertama di negeri ini yang lebih
menyukai enambutir peluru di dadanya dari . . . (MORALES, SERDADU TERTAWA
TERBAHAK-BAHAK. IZQUIERDO MEMANDANG KEPADA MEREKA) Tenang sedikit. (KEPADA
ELENA) Cantik, jika seorang perwira kerajaan memberikan kehormatan pada seorang
gadis Indian untuk tidur seranjang, maka gadis itu harus berterimakasih pada
perwira itu dengan segala kerendahan hati. . . . Tapi aku sedia menarik diri jika kau tak
senang. (KEPADA MRALES) Kau boleh mulai dengan mana yang kau mau.
PEMB. POCI : Tuan colonel. Barangkali ia mau bicara . . .
IZQUIERDO : Ah, Luhan, pembuat poci. Lagi-lagi kau. Morales, mulai saja dengan dia. Aku
bosan melihatnya . . . Ayuh, jalan.
PEMB. POCI : Aku tidak berdosa. Aku tidak bersalah apa-apa.
IZQUIERDO : (IRONIS) Dungu. Misalkan saja kau mati karena kecelakaan atau karena serangan
penyakit yang berat. Itu akan menolong kau.
PEMB. POCI : Aku punya anak lima, tuan colonel.
IZQUIERDO : Kawan kau tokh tidak mengira, bahwa karena kau beroleh lima orang anak dari
isterimu, kau hendak pula untuk hidup abadi ?
PEMB. POCI : Tapi kejahatan apa yang sudah kulakukan. Apa tuduhan atas diriku ? Seseorang hanya bias dihukum mati jika ia melakukan kejahatan . . .percayalah…
IZQUIERDO : Kau menjengkelkan sekali. Pertama, adalah tidak benar, bahwa untuk mati
seseorang harus melakukan kejahatan terlebih dahulu. Kau adalah suatu contoh
yang baik. Lagi pula jika seseorang harus mati karena penyakit, orang itu tidak
akan beroleh pikiran untuk mengajukan keberatan terhadap kehendak Tuhan. Orang
biasanya menyerah . . Aku ingin supaya kau juga menyerah. Kedua, kau sendiri tahu, bukan aku yang harus kau yakinkan. Kau tahu nyawamu tergantung pada mulutnya. Nah . . .(KEPADA MONTSERRAT) Kau tidak mau mengatakannya ? (KEPADA MORALES) Morales, bawa dia.
PEMB. POCI : Tidak, tidak. Dengarkan aku.
MORALES : Diam. Ayuh jalan. Binatang. (PADA SAAT ITU AKTOR MULAI MENANGIS)
IZQUIERDO : (PADA KELOMPOK YANG LAGI MAU KELUAR) Tunggu. (PADA PEMBUAT POCI) Dengar baik-baik. (DIAM. AKTOR MENANGIS) Kau bercerita padaku tentang poci yang pandai
menangis. Apa kau bias meniru itu ? (MENUNJUK PADA AKTOR YANG LAGI MENANGIS).
PEMB. POCI : Bisa, tuan colonel.
IZQUIERDO : Persis seperti itu ?
PEMB. POCI : Ya, tuan colonel.
IZQUIERDO : Apa kau perlukan banyak kesabaran untuk itu ? (DIAM)
PEMB. POCI : Ya . . . .
IZQUIERDO : Kau adalah seorang seniman besar. Ya, dengan seluruh hatiku. Aku kagum pada kau.
Aku kagum pada kau, tapi sekalis aku benci pada kau. Rasanya aku senang juga dapat menembak kau.
PEMB. POCI : Tuan . . . . . .
IZQUIERDO : (IRONIS) Satu hal lagi. Cobalah mati dengan tabah . . . . . (KEPADA MORALES)
Morales (MORALES, MEMBERI TADA KEPADA SERDADU-SERDADU. ORANG MENDENGAR SUARA TERIAKAN. KEMUDIAN TERIAKAN ITU HILANG. LALU KEDENGARAN SUARA GENDERANG DIBUNYIKAN DENGAN LAMBAT.)
ADEGAN IV
PELAKU SAMA KECUALI PEMBUAT POCI
IBU : Tuan. Kasihanilah. Biarlah aku pergi. Anakku dua orang masih kecil, mereka
terkunci dalam rumah.
IZQUIERDO : Diam.
IBU : Kasihanilah. Tidak adil buat anak-anak itu. Mereka sendiri. Kasihanilah.
IZQUIERDO : (IRONIS) Montserrat. Apa kau tak terharu mendengar itu ? Selamat. Urat saraf kau dari kawat rupanya. Jangan heran nanti jika ada orang mengatakan, bahwa kita orang Spanyol tidak
kenal kasihan. Ayohlah, Montserrat. Aku sendiri juga terharu…...
MONTSERRAT : (DENGAN SUARA PAYAH) Izquierdo. Untuk sekali saja, ampunilah.
IZQUIERDO : (MEMANDANG MONTSERRAT DENGAN NANAP). (PADA MORALES) Morales. (DI BELAKANG DINDING DERU GENDERANG MAKIN CEPAT, TANDA EKSEKUSI SEGERA DILAKUKAN.
MORALES : Siap menerima perintah.
IZQUIERDU : Mrales, kawan baik, perempuan ini tembak paling akhir.
IZQUIERDU : Mrales, kawan baik, perempuan ini tembak paling akhir.
LAYAR TURUN
(Bersambung ke babak III)