SEMUA NASKAH PENTAS DI BLOG INI TELAH DIPROTEKSI DAN TIDAK DAPAT DISALIN SECARA LANGSUNG

Himbauan

Mementaskan naskah di blog ini harus seizin penulis.

Kamis, 24 Maret 2011

Eksekusi dan Keniscayaan


                                 EKSEKUSI DAN KENISCAYAAN
                                                                   Jacob Marala
                                                  


TOKOH:
M U S A
ICHWAN
ANDI’ JEMMA (DATU LUWU)
 TUAN GURU MUDE (PAK MAHMUD)
LAI’ RINDING
LAI’ RANTE (MAMA MACAN)
KAPTEN BELANDA
LETNAN BELANDA
MATA-MATA
SERDADU (3)
SESEORANG
PRIBUMI (15)
EKSIKUTOR (3)
                                       _________________________________________

                                                        ADEGAN  I

                               PAGI HARI, DI HALAMAN MADRASAH MUHAMMADIYAH MAKALE BERLANGSUNG PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH. DENGAN TIDAK DISANGKA-SANGKA TIBA-TIBA TERJADI INSIDEN BERDARAH YANG BERSUMBER DARI KALANGAN MASYARAKAT SETEMPAT. HAL INI ADALAH AKIBAT POLITIK ADU DOMBA PENJAJAH BELANDA YANG TIDAK MENGINGINKAN KEMERDEKAAN REPOBLIK INDONESIA.

ANDI JEMMA        :  (DATANG DARI LUWU, KETEMPAT PERISTIWA YANG MASIH BERKOBAR. DENGAN SUARA KERAS ANDI’ JEMMA, MENGHENTIKAN PERTIKAIAN) : Hentikan !  Pertikaian ini tidak ada gunanya dan sungguh patut disesalkan. Pandanglah aku, siapa aku sebenarnya. (ORANG TERHENYAK) Apa kalian masih mengenaliku ?

KEL. BERTIKAI    :  Maafkan kami. Andi’ Jemma Datu luwu.      

ANDI’ JEMMA      :  Sengaja aku datang di tempat ini. Di tengah-tengah kalian, tidak lain untuk
                                    menjelaskan kepada sebagian masyarakat Tanatoraya yang belum mengetahui dirinya sebagai Bangsa Indonesia yang bermatabat. (KEPADA SESEORANG) Kamu. Namamu siapa ?

SATOE                    :  Nama saya Satoe, Datu.
ANDI’ JEMMA      :  Dan kamu sendiri bangsa apa ?!

SATOE                    :  Saya sekeluarga, Bangsa Indonesia Datu

SEMUA KELP.       :  (PEKIK BERSAMA) Kami semua bangsa Indonesia.

ANDI’ JEMMA      :  Kalau ucapan kalian itu benar, mengapa mesti ada darah yang mengalir, ketika pengibaran bendera Merah Putih, di halaman Madrasah ini ? Bukankan merah putih adalah bendera kebangsaan kita?

SATOE                    :  Ada yang bilang, merah putih adalah bendera musuh, Datu.

ANDI’ JEMMA      :  Kalian jangan sekali-kali termakan oleh politik adu domba. Politik pemecah belah yang dihembuskan oleh penjajah Belanda dan kawan-kawannya. Kita Bangsa Indonesia jangan mau terpengaruh oleh hasutan dari manapun datangnya

SEMUA KELOP.    :  (MEMEKIK)  Merdeka ! Merah Putih. Merdeka Bangsaku Indonesia ! (ANDI’ JEMMA BERSAMA MASYARAKAT MENINGGALKAN TEMPAT KECUALI KELOMPOK MADRASAH TEAP TINGGAL MELANJUTKAN AKTIVITASNYA. 

                                                                       ADENGAN II
                         
                                    LONCENG MADRASAH MENDENTANG TANDA BERKUMPUL  PARA SISWA DAN SEGENAP ELEMEN MUHAMMADIYAH. TAMPAK HADIR AKTIVIS LAI’ RANTE, LAI’ RINDING (MAMA MACAN)

LAI’ RINDING      :  Assalamu’ alaikum Warahmatullah. Sambil menantikan kehadiran Tuan Guru Mude’ kami undang Mama Macam…

LAI’ RANTE          :  (TAMPIL MEMBAWAKAN PUISI :  Amut Machmud) (diSterilkan)
                                    Tuhanku
                                     Begitu jauh tapi tersa
                                     Kutatap bayang wajahMu
                                     Rinduku membara
                                     Kami bersujud hari ini
                                     Karena menyadari
                                     Tanpa suatu landasan cinta sia-sia
                                     Dan tiadalah Engkau berkahi hati yang ragu
                                     Dalam pada itu
                                     Cahaya yang telah Engkau limpahkan
                                     Di tangan rasulMu yang penghabisan
                                     Kumohonkan
                                     Memberi warna pada hidup kami selalu.
                                    (DI TENGAH RIUH RENDAH TEPUK TANGAN HADIRIN, PAK MAHMUD PUN HADIR DI ATAS MIMBAR……..

PAK MAHMUD     : Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

HADIRIN               : Waalaikummussalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

PAK MAHMUD     :  Alhamdulillah. Pada hari ini kita telah menginjakkan kaki di tahun                     1946. Berarti Muhammadiyah di Tana Toraya genap berumur  11 tahun.  Ini adalah rahmat Allah Subuhana Wata’ala.
                                    Mengapa saya berkata demikian, adalah karena untuk hidup satu hari saja di tengah desingan peluru amatlah susahnya. Tetapi di sinilah letak keyakinan kita, di mana Muhammadiyah harus hadir dan bangkit di Tana Toraya, bukan kerena  menghitung-hitung untung atau rugi, hidup atau mati, tapi justru Muhammadiyah hadir untuk satu keniscayaan, keniscayaan demi kemaslahatan bangsa dan negara Republik Indonesia tercinta. (APLAUS HADIRIN).
                                    Lihatlah madrasah kita ini, madrasah yang dibangun dan berdiri di tengah amukan prahara di tahun 1936, sepuluh tahun lalu; betapapun sederhananya, tapi ini adalah salah satu bukti keniscayaan itu. Sebab dengan madrasah, anak-anak kita, Insya Allah, akan beroleh ilmu pengetahuan. Dan dengan ilmu pengetahuan itu, Insya Allah, kita mampu mengejar ketertinggalan.
                                    Saudara-saudara percayalah, di mana penderitaan bercokol, di situ Muhammadiyah tampil paling depan! Muhammadiyah bukanlah organisasi politik, melainkan organisasi massa, kumpulan orang ikhlas untuk membela kebenaran, dan melawan kebathilan. (APLAUS HADIRIN).
                                    Wahai rakyat Toraya, bangkitlah memerangi kedzaliman yang bernama penjajahan yang menyengsarakan rakyat negeri ini. Mereka, Belanda, harus diusir, harus dilenyapkan, harus dibumihanguskan. Harus sirna sesirna-sirnanya. (PEKIK SORAK HADIRIN) 
                                    Allah Subuhana Wata’ala berfirma: Innallaha la yugayyiru ma bikaumin, hatta yugayyiru ma bianfusihim. Sesungguhnya Tuhan tak akan mengubah nasib suatu kaum, kalau bukan kaum itu sendiri yang mengubahnya. Karena itu wahai saudara-saudara segenap pemuda, segenap pemuda Muhammadiyah, pandu Hizbul Wathan, Nasyiatul Aisyiyah, tidak terkecuali segenap siswa madrasah kita, kalian adalah harapan bangsa yang tidak diragukan. Mari kita meneruskan cita-cita pendahulu kita, cita-cita Kyai Haji Ahmad Dahlan, pendiri organisasi kita ini.  Jadilah Rahmat di muka bumi Toraya. Kalian, kita, semua, adalah pewarta gembira bagi negeri ini, bangsa ini, bangsa Indonesia, bangsa yang niscaya akan Merdeka! Merdeka untuk selama-lamanya. (DISAMBUT DENGAN SUARA GEMURUH). (BERSAMAAN PEKIK MERDEKA ITU, BUNYI TEMBAKAN TERDENGAR GENCAR DARI SEGALA ARAH. PAK MAHMUD MEMERINTAHKAN KEPADA AGAR SEGERA MENINGGALKAN LOKASI) Selamatkan diri kalian semua.

LAI’ RINDING      :  Bapak sendiri bagaimana ?

PAK MAHMUD     :  Saya tetap bertahan disini.

LAI’ RANTE          :  Bapak tidak berhak mengorbankan nyawa bapak. Bapak harus hidup.

PAK PAHMUD      :  Ayo. Cepat tinggalkan tempat ini.

LAI’ RANTE          :  Tidak. Bapak harus ikut klami.

LAI’ RINDING    : Jiwa raga bapak, bukan lagi milik pak Mahmud. Tapi milik perjuangan           Bangsa Indonesia. (DENGAN TERPAKSA PAK MAHMUD DIGIRING OLEH HADIRIN UNTUK MENINGGALAKAN TEMPAT.)


ADEGAN III

TENTARA BELANDA YANG MENYERBU, TAK MENEMUKAN SATU ORANG PUN KECUALI SEBUAH MAP YANG BERISIKAN DOKUMEN
YANG DPUNGUT OLEH MATA-MATA BELANDA.

LET. BELANDA    : Gofferdomme zeg. Mereka seperti setan, hilang tidak punya bekas.

MATA-MATA       : Meneir. Ini. (BERLARI MENYERAHKAN MAP DOKUMEN YANG DIPUNGUT).

KAP. BELANDA   : Goede viriend. (KEPADA LETNAN) Luitenant. Prober lezen.                       Letnan, baca!

LET. BELANDA    :  Siap, Kapitein. Kawan-kawan seperjuangan. Jangan takut kepada si penjajah Belanda. Sekarang kita sudah menjadi lebih kuat. Beberapa pucuk senjata beserta pelurunya, telah kita rampas dari tangan musuh. Karenanya kita harus bertemu di tempat yang sudah kita rencanakan untuk menghancurkan si penjajah Belanda. Salam hormat kami kepada Tuan Guru. Merdeka !  (MARAH).  Gofferdomme seg. Kapitein, hun schandalige. Mereka keterlaluan.

KAP. BELANDA   : Ya, Ze zijn schandalige. (KEPADA MATA-MATA) Hei, Solaku. Koe adalah penduduk asli di sini. Selain Musa end Ichsan yang sudah kita tangkap, kira-kira, siapa lagi orang yang berpengaruh besar di daerah ini.

MATA-MATA        : Yang saya dengar adalah seorang guru madrasah tuan, orang itu bernama Mahmud, biasa dipanggil Tuan Guru Mude.

KAP. BELANDA   : (MEMINTA MAP DARI TANGAN LETNAN, LALU MENYEBUT-KAN NAMA YANG TERTERA PADA LEMBAR DOKUMEN LAINNYA). Selain Tuan Guru Mude (SAMBIL MELIHAT NAMA-NAMA DALAM DOKUMEN), apa orang yang bernama Yakop Kidingallo juga berpengaruh ?

MATA-MATA        : Tidak, Tuan. Kidingallo, tidak terlalu berpengaruh tapi cukup berbahaya. orang itu selalu berpindah-pindah tempat. Sangat susah untuk ditangkap.

KAP. BELANDA   : En orang yang yang bernama Sesa Darwin? (MENCECAR):                    Kala Danduru,  Bandera,  Zainuddin Bokko,  Ujang,  Anton Payung, Lawaru,  dan Paibing Makkawaru, bagaimana menurutmu ?

MATA-MATA        : Tuan. Paibing Makkawaru, sama sekali tidak punya pengaruh, ia itu masih anak kecil.

KAP. BELANDA   : Gofferdomme seg. Koe punya otak terlalu picik. Orang kecil itu yang berbahaya tolol. Apa koe tidak lihat itu Musa ? Orangnya berbadan kecil tapi nyawa bangasamu sudah banyak ia cabut.

MATA-MATA        : Tapi tuan, Paibing Makkawaru betul-betul masih ingusan tuan.

LET. BELANDA    : Ghofferdori. Koe ini sungguh tidak faham, yang mana kawan en yang mana lawan.

KAP. BELANDA   : Al saai. Vervelendste. Sudah, membosankan. Membosankan. Prajurit! (MEMANGGIL PRAJURITNYA). Tangkap penduduk di kampung ini sebanyak-banyaknya.

PARA SERDADU  : Siaaap! (3 ORANG SERDADU BERLARI MELINTAS DI ATAS PANGGUNG SECARA TERATUR SAMBIL BERSERU : One. Twee. Drie…

KAP. BELANDA   : Luitenant !

LET. BELANDA    : Ya, Kapitein !

KAP. BELANDA   : Tanya mereka satu-persatu, di mana Tuan Guru Mahmud bersembunyi.

LET. BELANDA    : Mereka jangan diberi ampun, Kapitein!

KAP. BELANDA   : Het uitvoeren van uw taken. Laksanakan tugasmu. (EXIT BERSAMA SANG MATA-MATA).


ADEGAN IV
PENDUDUK KAMPUNG YANG TAK BERDOSA DIGIRING MASUK
OLEH SERDADU BELANDA

LET. BELANDA    : Kalian dengarkan ! Kamu semua dikumpul di sini untuk membantu pemerintah Belanda, menangkap orang yang bernama Mr. Mahmud. Kalian faham ? (PARA TAWANAN DIAM KETAKUTAN) Tuan guru Mahmud itu pemberontak. Ia adalah anggota Muhammadiyah sekaligus seorang guru madrasah di Makale yang sangat berbahaya. Menurut mata-mata kami, Mr. Mahmud baru saja membakar semangat Pemuda-Pemuda di tempat ini, untuk mengadakan perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda. Nah sekarang jawab, di mana itu Tuan Guru Mahmud bersembunyi.

PRIBUMI  I            : Saya tidak tahu Tuan.

PRIBUMI  II           : Ya. Saya juga tidak tahu tuan.

PARA PRIBUMI    : (SEREMPAK) Kami semua tidak tahu Tuan.

LET. BELANDA    : Diam !  Kalian harus tahu. Jangan coba-caba bikin aku naik pitam.

PRIBUMI  III         : (BERBAHASA SETEMPAT) Yang kami ketahui, adalah tuan guru Mude.

LET. BELANDA    : Ghofferdomme zeg. Koe bilang apa, kita orang tidak mengerti. (KEPADA SERDADU) Dia bilang apa orang itu ?

SERDADU I                : Katanya ia tadak tahu Tuan Guru Mahmud. Yang ia tahu adalah Tuan Guru Mude.

LET. BELANDA         : Hmm… Tuang guru Mude…. (TERTAWA) Dasar tolol. Goblog. Mahmud, Mude, serupa dan senyawa bangsat !  Di mana dia sekarang ? Di mana rumahnya. Di mana ia bersembunyi. Bilang. Katakan !

PRIBUMI  III              : (BERBAHASA SETEMPAT) Saya tidak mau mati tuan.

LET. BELANDA         : (KEPADA SERDADU I). Apa katanya ?

SERDADU I                : Katanya, ia tidak mau mati tuan.

LET. BELANDA         : (BERANG) Semuanya akan saya tembak sampai mati kalau kamu orang tidak mau mengatakan di mana Tuan Guru Mahmud bersembunyi. (MENGANCAM DENGAN PISTOL. PARA PENDUDUK KAMPUNG MEMELUK KAKI SANG LETNAN DENGAN BERBAGAI PERMOHONAN).

PARA PRIBUMI        : Jangan tembak tuan. Saya tidak bersalah tuan.  Saya tidak mau mati tuan. Tolong beri kami kesempatan.                                                                        
                                         (LETNAN BELANDA YANG TERLANJUR MENGELUARKAN PISTOL MELEPASKAN TEMBAKAN BERKALI-KALI KE UDARA. BERSAMAAN DENGAN SITUASI YANG MENE-GANGKAN, PARA PENDUDUK KAMPUNG BERHAMBURAN MENYELAMATKAN DIRI).

ADEGAN V

KAPTEN BELANDA MUNCUL DENGAN MATA-MATA BERSAMA 2 ORANG PENGAWAL MEMBAWA 2  TAWANAN DENGAN KEADAAN TERBELENGGU: MUSA DAN IKHWAN.

KAP. BELANDA        : Luitenant, ada pekerjaan penting hari ini.

LET, BELANDA         : Ya, Kapitein.

KAP. BELANDA        : Kedua pengkhianat ini, oleh pengadilan pemerintah Belanda telah dijatuhi hukuman mati. Apa boleh buat, kita terpaksa mengeksekusi kawan kita: Musa dan Ikhwan.
                                         (MEMBUKA DAFTAR NAMA YANG TERSIMPAN DALAM MAP)                            Adapun yang lainnya seperti : Mallabbang, Makkawaru, Pandu HW,           La Wahe Tarsan Kaluku, Pandu HW, Muhammad Kamase, pandu HW, dan Hasan Dudung, pedagang, diasingkan.

LET. BELANDA         : (TERTAWA) Sangat menyenangkan, Kapitein, dan itu adalah pemandangan yang indah bagi orang-orang yang ingin melawan pemerintah Hindi Belanda.

KAP. BELANDA        : Ya, ya. Aku tahu kalau kau dan aku merasa nikmat apabila  melihat ada otak terbongkar dari tengkorak kepala. (MEREKA TERTAWA BERSAMA).

LET. BELANDA         : Bersama kentalnya darah merah yang membasahi sekujur tubuh……

KAP. BELANDA        : Musa, apa koe sudah berdoa, hm ?

MUSA                          : Kalian adalah mesin-mesin pembunuh, yang tidak berperikemanusiaan. Tapi kalian tak akan pernah mengalahkan semangat juang bangsaku.

KAP. BELANDA        : Bajingan! Sudah mau mati, masih pintar berkata-kata.

MUSA                          : Kata-kataku memang lebih tajam daripada peluru Belanda.

LET. BELANDA         : Koe ini betul-betul pemberani. Apa kau mengerti bahwa setelah peluru senjata itu menembus kepalamu, tidak ada lagi apa-apa yang kau temukan dalam keheningan yang kelam?

MUSA                          : Aku tidak mampu melihat Tuhanku, tetapi aku bersyukur kepada-Nya lantaran aku mampu menjalankan kehendak-Nya.

KAP. BELANDA        : Kita lihat nanti. (MEMBERI ISYARAT DENGAN MENGANGKAT TANGAN SAMBIL MENGGERAKKAN JARI TELUNJUKNYA).

LET. BELANDA         : Pengawal! Tutup matanya. Sungkup kepalanya. (MATA MUSA DITUTUP DENGAN IKATAN KAIN PUTIH, LALU DISUNGKUP DENGAN KAIN HITAM). Bawa ke tiang eksekusi ! (MUSA DIBIMBING KE TIANG EKSEKUSI SEBELAH KIRI PANGGUNG).

KAP. BELANDA        : Luitenant.

LET. BELANDA         : Siap Kapitein. (MENDEKATKAN TELINGANYA KE MULUT KAPTEN)

KAP. BELANDA        : Segera laksanakan Luitenant.

LET. BELANDA         : (KEPADA SESEORANG#) Umumkan kepada semua orang di pasar kalau sekarang ini, 2 orang pemberontak akan ditembak mati karena melawan pemerintah Hindia Belanda. Cepat, laksanakan.

SESEORANG             : (BERLARI KESEGENAP PENJURU PASAR MENGUMANDANG-KAN PENGUMUMAN DENGAN BAHASA DAERAH TANAH-TORAJA).
                                         Perhatian-perhatian diumumkan kepada siapa saja yang berada di pasar, supaya datang ke lapangan untuk menyaksikan 2 orang yang akan dihukum mati, karena melawan pemerintah Hindia-Belanda.
                                         (SEMENTARA PENGUMUMAN BERLANGSUNG, TERHUKUM  ICHWAN PUN DIPERLAKUKAN SEPERTI MUSA…….

LET. BELANDA         :  Tinggal hitungan menit, masamu akan berakhir kawan Ichwan, dan tak adalagi orang yang berani melawan, apalagi merampas kita punya senjata.
  
ICHWAN                     : Ruang dan waktu tak akan pernah berhenti. Dan pasti kau akan di gilasnya. (MELUDAHI TUBUH BELANDA.)

LET. BELANDA         :  Tutup mulutmu bajingan ! Gofferdomme.  
                                         ICHWAN DISERET KE TEMPAT EKSEKUSI YANG BERLAWANAN DARI PAMANNYA, MUSA. SUARA HIRUK PIKUK MULAI KEDENGARAN, KIAN LAMA KIAN RAMAI NAMUN TIDAK SERAMAI DENGAN SUASANA GEMBIRA TAPI LAKSANA GUMAM SAKRAL MEMENUHI ALAM RAYA).

KAP. BELANDA        : Tenang. Tenang.    
                                         (SUARA PERLAHAN MELEMAH DAN BERANGSUR JADI HENING). Regu tembak, siaaaap.  (PARA EKSEKUTOR SEGERA MENGARAHKAN SASARAN KE TUBUH IKHWAN)………… Tembaaaak !  (PELURU PUN MENYERBU KE TUBUH KESUMA BANGSA, “ICHWAN”).
 
KAP. BELANDA        : (TEPUK TANGAN MENYAKSIKAN KEAHLIAN EKSEKU-TORNYA)   Selanjutnya !

LET. BELANDA         : Lanjutkaaan !  (PARA EKSEKUTOR DENGAN SIGAP MENGATUR POSISI KE ARAH “MUSA”) Regu tembak !

EKSIKUTOR              : (BERSAMAAN) Siap !

LET. BELANDA         : Tembaaak ! (PELURU LARAS PANJANG MELESAT MENEMUI SASARAN. ANEHNYA SANG KAPTEIN MENGURUNGKAN NIATNYA BERTEPUK TANGAN LANTARAN TERNYATA “MUSA” MASIH TETAP MENGGERAKKAN BADANNYA. MELIHAT SITUASI YANG KURANG MEMUASKAN ITU, SANG KAPTEN MENCABUT PISTOLNYA LALU MENDEKAT KE TUBUH MUSA.

KAP. BELANDA        : Luitenant, sungguh mengharukan. Di saat maut menjemputnya ia masih bercanda. (TERTAWA. ANTARA JIDAT DENGAN UJUNG PISTOL HANYA BERJARAK LEBIH KURANG SETENGAH JENGKAL, LANGSUNG MELAHAP MANGSANYA….. Dor Dor Dor. (MUSA PUN MENGHEMBUSKAN NAFAS TERAKHIRNYA)


PAK MAHMUD         : Cukup !.............  Biadab !................. Banjir darah dan sungai derita telah kalian ciptakan di negri kami. Tapi kenapa kalian belum juga sadar. Kalau gelombang semangat kami yang  menyala-nyala, takkan bisa kalian padamkan.  Tuan-tuan bisa menghancurkan tubuh kami, tapi tuan-tuan tidak akan bisa mengalahkan kami. Hari ini 2 nyawa anak negri kalian lenyapkan, tetapi detik ini juga 20 nyawa akan tumbuh, bahkan berjuta-juta nyawa akan lahir di negeri ini, negeri Tana Toraya ini, akan bangkit dan niscaya  melawan kezaliman kalian… Belanda-Belanda biadab…  
                                         (GEMURUH GUMAM SAKRAL MEMENUHI ANGKASA. KAUM PEJUANG TERUS MAJU MENDESAK PARA PENINDAS HINGGA EKSIT DARI PANGGUNG.)   


                                                                                                             Makassar 1 Februari  2011
                                                                                                                                                                         
                                                                                                                                                                                                                                              

                                                                                                   
Kaptein : Dreeiter
Luitenant : Vrainkel