RISALAH
Karya : Jacob Marala
KENANGAN BUAT TEMAN –TEMAN DI LATAMAOSANDI 1979 DKM JL IRIAN 69
TAKLAMA LAGI ACARA AKAN DIMULAI. PARA PEMAIN SUDAH BERADA DI TEMPAT
MASING-MASING. MEREKA BEKU. SEORANG ANEH PEMBAWA RIZALAH MUNCUL DAN BERKATA
:
Kana' kanayong, kanayong karunrung tepo'
Karunrung tepo' karunrung ta'layu'-layu'
Ikau tu ni sombayya, pilangngerinne kanangku :
Pertama:
jika pimpinan yang memerintah tak mau lagi diingatkan.
Kedua:
jika tidak percaya lagi kepada orang cerdas dalam negeri.
Ketiga:
jika penegak hukum sudah menerima suap.
Keempat:
jika keramaian sudah membrutal di dalam negeri.
Kelima:
jika pemerintah tidak lagi mengasihi rakyatnya........... Ingat itu. (MENGHILANG)
PENGUASA :
(TAMPIL DIATAS MIMBAR) Saudara-saudara, hari ini sungguh aku berterima kasih.
Aku bangga menyaksikan
kehadiran
kalian dari segenap penjuru negeri ini. Bagi saya peribadi, sungguh membuat
saya merasa terharu,
menyaksikan
semangat kalian yang sungguh penuh antusias. Ini adalah sebuah pertanda
sokongan moril terhadap pemerintahan kami. Saya tahu, manakala dibawah
kepemimpinanku, ada saja kelompok-kelompok yang kurang senang, sehingga disana
sini terjadi demo dan keritikan-keritikan, bahkan kecaman-kecaman yang tidak
sepatutnya itu terjadi. Tapi berkat kesabaran dan kesadaran yang tumbuh di alam
demokrasi, maka kesemuanya itu kami
anggap sebagai satu awal dari sebuah kemajuan terhadap suatu perjuangan, menuju
harapan yang dicita-citakan. (SUARA TEPUK TANGAN MEMBAHANA DALAM
RUANGAN)
Saudara-saudara.
Mari rapatkan bariasan. Memang disana-sini masih terdapat
ketimpangan-ketimpangan, dan dengan menyadari hal tersebut maka kita perlu
mengadakan satu langkah tepat yakni; akselerasi di segala bidang terutama
bidang Ekonomi, Hukum, Politik dan Budaya. Semua ini perlu kita tingkatkan, dan
dengan bersama, kita pasti “Bisa”!
(HADIRIN KEMBALI TEPUK TANGAN)
PERD.
MENTERI : (BERSEMANGAT) Setuju !!
SELURUH HADIRIN BARDIRI SEBAGAI TANDA HORMAT KEPADA PENGUASA, PERDANA
MENTERI MEMBERI JABATAN TANGANNYA MENYUSUL YANG LAIN KECUALI SANG PROFESSOR TETAP TENANG SAMBIL TERSENYUM SINIS.
PELAYAN YANG SEJAK TADI SIBUK MENYIAPKAN SANTAPAN PARA HADIRIN, PUN TELAH SIAP.
UNTUK LEBIH MERIAHNYA ACARA SANG
PENGUASA, PERDANA MENTERI BERDIRI MEMBERI KODE KEPADA SESEORANG: MUSIK
PENGIRINGPUN DIBUNYIKAN, DAN PARA PENARI BERMUNCULAN DENGAN GAYA MENGGODA
KEPADA HADIRIN TERLEBIH KEPADA SANG
PENGUASA.... SEBELUM MENINGGALKAN
RUANGAN, SALAH SEORANG DIANTARA MEREKA MENYERAHKAN PIRING KEPADA SANG PENGUASA SEBAGAI TANDA SANTAP BERSAMA DENGAN
PARA PENGUASA LAINNYA SEGERA DIMULAI. PENGUASA MEMANDANGI PERDANA MENTERI
DENGAN PENGERTIAN AGAR PINTU DEPAN DITUTUP DAN MEMATIKAN SEMUA LAMPU-LAMPU
LUAR.
PERD. MENTERI :
Pelayan, tutup pintu depan dan matikan semua lampu di luar.
PELAYAN :
Baik yang mulia...................... (SUASANA PUN TIBA-TIBA BERUBAH MENJADI SUASANAPERTEMUAN PARA PENGUASA) ACARA SANTAP BERSAMA DIMULAI, SANG PENGUASA MEMBUKA PEMBICARAAN...........
PENGUASA :
Sambil menikmati, (KEPADA HADIRIN YANG SEMENTARA
ME NIK MATI
HI DA NGAN) perlu diketahui bahwa; Aku
telah mengirimkan beberapa orang utusan keluar negeri, untuk meyakinkan
pendapat dunia bahwa pemerintahanku adalah benar dan baik, akusuruh kepada
Menteri Luar negeriku, mengatakan dimanapun, bahwa pegawai negeri di negeriku
ini paling terjamin. Tak ada pengangguran, kalau adapun hanya kecil saja.
Mereka para penganggur itu dijamin ekonominya. Bahkan kusuruh pula menteriku
itu mengabarkan para pengarang dan seniman-seniman di negeriku ini, di beri
fasilitas sepenuhnya, hingga ada suatu tempat pertemuan dan bunglow-bunglow di
tempat peristirahatan yang khusus disediakan buat mereka dengan cuma-Cuma.
(HADIRIN TEPUK TANGAN. KECUALI PROFESSOR TERSENYUM SAMBIL MENGGELENG-GELENGKAN
KEPALA)
UNDANGAN I :
( MENGISAP ROKOK CERUTUNYA) Aku setuju
itu.Tapi apakah Menteri Luar Negeri kita itu dapat di percaya ? Setidak-tidaknya tidak perlu diragukan
kesetiaannya kepada kita ?
PENGUASA :
Oww... itu tentu saja. Aku memilih orang tidak sembarangan. Aku mengangkat mereka, untuk melaksanakan
perintah-perintah yang aku berikan. Aku tidak mengangkat mereka yang bakal
merobohkan aku (SUARA TAWAPUN MELEDAK TERMASUK SANG
PROFESSOR YANG MESKI LAIN DARI BIASANYA. IA LEBIH BANYAK MENGEKSPRESSIKAN KEPAHITAN PERASAANNYA DARI PADA KERIANGANNYA.
PENGUASA YANG CUKUP TANGGAP MENYAKSIKAN PROFESOR, IA LALU TERSENYUM DAN
MEMANGGILNYA)
Profesor, apa ada yang anda pikirkan di rumah ? Katakan saja kalau ada kesulitan. Aku akan
segera membantu penyelesaiannya. Bagaimana, ada ?
PROFESOR : Oh, Yang Mulia. Hanya ada
satu kesulitan kecil saja yang pernah kutemui akhir-akhir ini, Yang Mulia.
PENGUASA : Kalau begitu katakan. Aku
akan segera mengambil langkah. Sekarang juga Profesor ?
PROFESOR :
Tidak, Yang Mulia. Nanti kita bicarakan sesudah makan malam ini selesai.
PENGUASA :
Baiklah. Itu hebat sekali. Timingnya
sangat tepat. (TERSENYUM LALU
MENGGABUNGKAN DIRI KEDALAM KELOMPOK YANG SUDAH DIAM MENIKMATI HIDANGAN YANG PALING NIKMAT. SAMBIL
MENGUNYAH ISI MULUTNYA, SANG
PENGUASA BERKATA..... )
-Mana musiknya ?
PERD.MENTERI : (CEPAT-CEPAT MEMBERI ABA-ABA KEPADA
SESEORANG) Musik !..........
PENGUASA :
Jangan lupa ya, kegemaranku minggu ini bukan lagi Iwan Fals atau Dul Sumbang, (PARA
MUSISIPUN BERAKSI MENGALUNKAN LAGU “PERAHU RETAK” SYAIR: FRENGKI SAHILATUA)
(TIBA-TIBA
PENGUASA MEMBERI KODE AGAR MUSIK DIHENTIKAN, SEBAB ADA BAGIAN SYAIR LAGU YANG
MENYINGGUNG PERASAAN, SANG
PENGUASA)
PENGUASA :
Menteri, hentikan musik itu.
UNDANGAN I : Ada apa yang Mulia ?
PENGUASA
: Tiba-tiba aku merasa sensitif.
PERD. MENTERI : (MENDATANGI
PROFESOR) Ai, Profesor... kenapa anda Kurang sedap makannya kali ini ? Biasa sajalah.
Apa anda belum terpenuhi kesenangannya ?
Hobi andakan gulai daging yang banyak bawang gorengnya bukan
?
UNDANGAN
II : Betul, lain dengan Perdana
Menteri. Dia senangnya sayur sop dengan
banyak tepung merica yang halus, lalu dicampur dengan wiski sedikit, terus
dicampur dengan nasi.
UNDANGAN III
: Dan dia lebih suka cuci tangan dengan bir
daripada air hangat (TAWAPUN MELEDAK)
PROFESOR
: (TENANG SAMBIL TERSENYUM) Yang Mulia, Dalam seumur hidupku, baru kali
ini aku mengalami makan malam yang paling lezat, Begitu lezatnya , sehingga aku
lupa bahwa kita makan harus sambil berkata-kata.
(PARA
PENGUASA KEMBALI MELEDAKKAN TAWA)
PENGUASA :
(DENGAN KEPALA YANG MANGGUT-MANGGUT)
Rakyat sampah saja yang tak
berani makan sambil tertawa atau
berkata, profesor. Sebab mereka hawatir jadi malu kalau dilihat oleh orang yang lebih tinggi
derajatnya. Tapi kita, disini, yang paling tinggi derajatnya. Untuk apa kita
berbuat seperti mereka ? ...........
Memang
hukumlah yang harus mengabdi pada kita. Bukan penguasa dan kawan-kawannya
yang harus mengabdi kepada hukum. Begitukan, pak Hakim, pak Jaksa ?
JAKSA : Bisa diatur.
HAKIM : Bersama kita bisa.
PERD. MENTERI : Betul Yang Mulya. Tak ada barang hidup yang
harus mengabdi kepada barang mati. Hukum hanya tulisan.
Seperti tulisan
yang lainpun, nasibnya terserah pada kita dan para pendukungnya. Sarjana kita
setuju bukan ?
PROFESOR :
(DENGAN DINGIN) Tuan-tuan akan menghadapi sejarah. Apakah tuan benar atau
salah, bukan tuanlah yang akan menentukan. Tuan akan menghadapi mahkama
sejarah.
PERD. MENTERI : Eei.. Itu mengerikan sekali. Tuan Profesor
bergurau atau menakut-nakuti ?
PROFESOR :
Aku bergurau, Tuan Menteri. Tapi tidak setiap yang lucu itu tidak nyata. Banyak sekali
kenyataan-kenyataan yang karena nyatanya, lalu menjadi lucu.
PENGUASA : (MEMBAKAR CERUTUNYA LALU
MENIKMATINYA BEBERAPA SAAT).......
Baiklah Profesor, anda selaku penasehat peribadiku, bisa melaporkan
sekalipun tidak resmi semua yang perlu. Apa lagi anda sebagai Pengawas dan Pemegang izin
Penerbitan dan Penelitian PendapatUmum.
Bagaimana, ada
yang penting ? .......Kalau tidak ya masalah peribadipun boleh.
PROFESOR : Tak ada Yang Mulia. Hanya saya
butuh kertas dalam jumlah agak besar. Untuk menerbitkan buku saya yang baru.
PENGUASA : Hm.. Apa judulnya ?
PROFESOR : Judulnya “ Negara dan proses
pembudayaan manusia” dengan subtitel “Satu analisa eksistensialis tentang
fungsi dan sifat negara yang sejati”
PENGUASA : Coba bacakan, Menteri. Ambil
saja Pendahuluannya, lalu kesimpulan ahirnya...
(PERDANA
MENTERI SEGERA MENGAMBIL BUNDEL YANG DIULURKAN OLEH TANGAN PROFESOR.......
DENGAN SUARA YANG TEGAS, TERANG DAN LANCAR.
PERD. MENTEWRI : Pada bagian pendahuluannya.... mengatakan
sebagai berikut : “ Sampai abad ini hampir mengalami ujungnya yang paling ahir,
manusia, orang seorang adalah warga dari negaranya. Tidak ada seorang yang
tidak merupakan atau menjadi warga negara. Artinya, ia adalah dengan
sendirinya, subyek hukum. Artinya pula kemudian, ia sebagai manusia , ia punya
hak dan kewajiban. Sebagai manusia, sekaligus warga negara, ia mempunyai
hak-hak azasi, hak yang paling dasar, yang tak boleh diganggu gugat, hak yang
paling dasar, yang dikatakan sarat mutlak untuk adanya sebagai manusia.
Sebaliknya,
selain ia punya hak, maka ia pun kewajiban yang umum dan hakiki ialah, bahwa ia
sebagai manusia sekaligus warga negara, ia harus menghormati, menjaga hak orang
lain. Itu adalah kewajiban. Dan tugasnya yang paling pokok dan
fundamentil. Manusia adalah
kemerdekaannya. Artinya, tanpa itu, tidak ada hak-hak azasi, tidak ada
kewajiban, bahkan tanpa kemerdekaan itu, manusia itu sendiri jadi tidak masuk
akal, jadi tidak bisa ada. Dan yang sudah ada, bila terampas kemerdekaannya,
maka iapun akan pasti kehilangan keberadaannya. Tapi yang perlu dan harus
diingat lagi ialah, bahwa hingga saat kini, dimanapun di negara apapun,
pemerintah dalam abad Millenium ini, selalu lebih kaya, lebih mewah, lebih
berlebihan dalam segala bidang, baik politik, ekonomi maupun sosial, dari pada
kehidupan
massa rakyatnya. Ini adalah suatu gejala
penyakit moril sprituil, yang menghinggapi kaum pemerintahan dalam Abad
Millenium ini, yang akibatnya adalah chaos, malapetaka
yang menimpa nasib rakyat dalam kurun zaman Abad Millenium ini. (BERHENTI
MEMBACA DAN BICARA KEPADA PENGUASA) : Yang Mulia, rasanya tulisan Profesor,
kali ini sudah jadi lain Yang Mulya.
PENGUASA : Menteri, Profesor kita itu
adalah penasehat peribadiku. Karena itu untuk detik ini, aku maklumi dia, lagi
pula jangan lupa kata-kata anda, bahwa tak ada barang hidup yang harus mengabdi
kepada barang mati. Bukan begitu Menteri ?
PERD. MENTERI :Tapi Yang Mulia, terus terang nafasku jadi
sesak, denyut jantungku tidak
karuan gara-gara tulisan,Profesor kita ini.
PENGUASA : Itu karena kau terlalu banyak
makan sup yang dicampur dengan merica halus tambah wiski. (MELIRIK KEPADA SALAH
SEORANG UNDANGAN) Kau, teruskan, baca
lanjutan tulisan Profesor, kita...........
UNDANGAN III : Pemerintah, kata lain dari Penguasa
adalah penjajah atau pengganti dari suatu penjajah atas bangsanya sendiri. Ini
adalah suatu penyakit yang mengancam kehidupan dalam keseluruh sektor, wilayah
kehidupan, peradaban manusia. Dus existensi manusia dihadapkan dengan
pertanyaan ada atau menjadi tidak ada. Yang perlu diingat dan dilaksanakan
ialah, bahwa seharusnya rakyat, manusia dimana-mana janganlah berpendapat lain,
bahwa negara bukanlah sesuatu yang merupakan percobaan yang buta dari sesuatu
kekuasaan. Manusia haruslah berpegang sepenuhnya pada pendapat yang mengatakan,
bahwa negara adalah satu kenyataan hidup, satu fase yang harus dialami,
dicapai, dalam proses pembudayaan manusia, yakni proses kehidupan itu sendiri,
proses penyempurnaan hidupnya lahir bathin, sebagai keseluruhan dari satu
masyarakat atau bangsa. Tapi bagaimanakah
sekarang dengan kenyataannya yang sesungguh-sungguh nya ?
Berlawanan dengan teori dan kehendak umum universil dari seluruh manusia
yang hidup diseluruh wilayah ini.
Berlawanan dengan hak-hak kodrat, hak-hak azasi rakyat, manusia diseluruh
dunia. Kenyataan masih menunjukkandengan sejelas-jelasnya kepada kita bahwa Kaum
Politisi, Kaum Penguasa berlaku sebagai penjajah dimanapun, sekalipun di negeri sendiri, terhadap bangsanya
sendiri. Ini bertentangan dengan budi nurani universil. Ini adalah penyakit,
penjara, bahkan belenggu terhadap manusia dan peri kemanusiaan. (PENGUASA
MENGHARDIK....)
PENGUASA : Tunggu !!!............. Profesor, apa kau sudah gila he ?
PROFESOR :
Tenang, Yang Mulia. Jangan tegang mendengarkan isi tulisan saya. Anggap
saja angin lalu. Aku adalah penasehat peribadi Yang Mulia. (MENYODORKAN SEGELAS
AIR MINUM KEPADA PENGUASA).
PENGUASA : (MELETAKKAN GELAS MINUM....)
Untuk kedua kalinya aku memberimu maaf Profesor........ Menteri, engkau sendiri bagaimana ? Apa
penyakit jantungmu sudah sembuh ?
PERD. MENTERI : yang Mulia, aku samasekali tidak
jantungan. Tadi nafasku sesak karena aku terlalu beremosi membaca tulisan sang
profesor, Yang Mulia.
PENGUASA : Kalau begitu kurangi emosi, atur
pernafasan, lalu kembali kau bacakan tulisan Profesor, guru besar kita.
PERD. MENTERI :(KEMIMBAR MENERUSKAN PERINTAH
PENGUASA) Manusia ahirnya akan sadar,
bahwa dirinya bukan benda mati, bukan obyek. Karena kesadarannyalah, maka
mereka adalah subyek, mereka adalah persona. Ia harus bebas merdeka. Sebab
sekali lagi manusia adalah kemerdekaannya. Kemerdekaan ialah situasi. Dimana ia
dengan leluasa memperkembang kehidupannya. Memperkembang existensinya, memperkembang
hakekat dan cara beradanya di dunia ini. Bila satu saat akan atau telah datang
situasi yang bertentangan dengan hak-hak azasi, hak kodrat, bertentangan dengan
existensi manusia rakyat, maka manusia sebagai mahluk hidup akan bangkit. Pasti
mereka akan bangkit dan menghadapinya hingga selesai...”
PENGUASA : (MEMBENTAK PERDANA MENTERI.)
Menteri, tutup mulutmu. Cukup sudah aku dibakarnya. Lempar kertas yang
memuakkan itu. Cepat lemparkan ! Buang saja.
(KEPADA PROFESOR) Benar-benar kau sudah gila Profesor.
Apa kau sudah jemu hidup ?
PROFESOR : Bagaimana tuan Yang Mulia bisa
Marah seperti ini ?. Keritik saya itu tidak kepada tuan alamatnya.
PENGUASA : Persetan ! Bangsat !
Tapi disitu aku ikut terserang. Kau katakan abad millenium. Aku juga
hidup diabad ini. Kau katakan, dimana,
diseluruh wilayah bumi ini. Dan aku adalah salah satu penguasa yang
menghuni bagian bumi ini, jadi..................
PROFESOR : Sabar Yang Mulia. Itu demi
keselamatan seluruh manusia, dikurun
zaman ini. Dan bukan ditujukan kepada satu peribadi tertentu. Sama sekali
tidak. Itu hanya satu peringatan bagi semua manusia. Dan itu adalah kewajiban
saya, selaku manusia. Aku bertanggung jawab dan harus berlaku demikian, sebab aku terlanjur menjadi sarjana ! Atau
intelektuil. Itu satu kewajiban bagi
saya, Yang Mulia. Sebab aku ini manusia, aku harus bercinta kasih. Sebab sumber
dari adaku ini adalah Maha Cinta Kasih.......
PENGUASA : Cukup !....... Menteri, tangkap anjing itu. (SANG
PROFESORPUN DIRINGKUS OLEH BEBERAPA ORANG). (SAMBIL MENODONGKAN REVOLVER
KEKEPALA PROFESOR)
PROFESOR : Jangan dengan tembakan, Yang
Mulia. Orang lain bisa mendengarnya.
(PENGANIAYAANPUN BERLANGSUNG........)
Yang Mulia, semua ini tak berguna. Sebab
naskahku telah terbit berbulan yang lalu, dalam jumlah ribuan buku.
Masyarakatmu telah membacanya.
PENGUASA : Baik ! Baik !...... tapi kau mesti menjadi
penebusnya. Nyawamu tak tertolong oleh siapapun !
PROFESOR : Silahkan, saudara. Kamu bisa
berbuat apa saja. Tapi keyakinan takkan mati-mati........... Dan akan datang saatnya pemilik-pemilik
negara ini akan merenggut segala sesuatu darimu. Bahkan nyawamu pun akan
direnggutkan, tanpa peduli.
PENGUASA : Rasakan ! Bangsat !
(PEMBANTAIANPUN BERLANGSUNG. BUNYI TEMBAKAN MERUPAKAN AWAL DARI PERLAWANAN RAKYAT
NEGERINYA.
PERD. MENTERI : Massa menyerbu Istana Yang Mulia.
UNDANGAN III : Mereka bersenjata Yang
Mulia..........
(SUARA TEMBAKAN GENCAR TERUS MENJALAR
DISEGENAP PENJURU NEGERI. SUASANA KIAN KACAU. SELURUH ALAM BERADA DALAM
KEADAANNYA MASING-MASING, DALAM SUASANANYA MASING-MASING. SUASANAPUN JADI CHA OS.........
SELURUH ISI ISTANA TERKAPAR )
(ORANG ANEH MUNCUL SEPERTI SEMULA)
Wadduh.
Apa aku bilang... (KETEMPAT MUSISI. MEMETIK GITAR DAN MENYANYI)
Beginilah
jadinya, Jika pimpinan yang berkuasa tak mau lagi diingatkan.
Inilah
akibatnya Jika Orang cerdas tidak lagi dipercaya.
Celakanya,
Jika penegak hukum sudah menerima suap.
Karena
itu waspadalah Jika keramaian sudah membrutal di dalam negeri.
Sebab
setan laknat menggoda pemerintah untuk tidak lagi mengasihi rakyatnya.
Lima
tanda, Lima pelanggaran. Sempurnalah sudah. Kacau, hancur dan musnahlah
segalanya.
(CAHAYA
PERLAHAN MEREDUP MENGIRINGI SYAIR LAGU YANG TERAKHIR)
SELESAI
_________________________________________________ Naskan ini
diadaptasi dari cerita pendek, Sides Sudiarto. DS yang berjudul “PESTA DARAH” dari
majalah Horison.
_________________________________________________________
(Bicara
Mangkasara’na limayya passala’)
(Intro) Kanak kanayong /
kanayong karunrun tepo’ Amma’ Ciang dendang 3 X
Karunrun tepo’ / karunrun
ta’layu’-layu’ Tallullawara’ leko’na
Ikau tu ni sombaya, / pilangngerinne
kanangku Alla napa’ la’ langi
Sikonto bonena lino
Nia’ 5 passala’ maka lanruntungi nikanayya pa’rasangang : Amma’ Ciang
Maka 1. Punna tu ni sombayya taenamo naero’ ni pakainga’
Maka 2. Punna taenamo nitappa ri tu cara’de’ ilalang pa’ rasangang
Maka 3. Punna angnganremi pa soso’ tu ma’bicarayya
Maka 4. Punna sa’ge jaimi passua-suarrang ilalang pa’rasangang
Maka 5. Punna tumapparentayya taenamo nakamaseangi atayya
1.Penguasa 2.Perdana Menreri 3.Profesor 4.Jaksa 5.Hakim
6.7.8.Undangan-(I,II,III) 9.Seseorang
10.Musisi+Vocal Group.(6 Orang) 12.Pelayan-pelayan(2 Orang)